Bercermin pada Diaspora Maluku di Belanda dan Jawa di Suriname

14 Juni 2017 18:38 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Agustinus Wibowo. (Foto: Utomo P/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Agustinus Wibowo. (Foto: Utomo P/kumparan)
ADVERTISEMENT
Agustinus Wibowo, salah satu peserta Program Residensi Penulis 2016 mengatakan dirinya sangat sibuk selama melakukan riset dan wawancara di Belanda maupun Suriname.
ADVERTISEMENT
“Kadang sehari bisa lima narasumber. Dari jam 8 pagi sampai jam 12 malam masih wawancara. Saya terus terang nggak sempat main di luar riset,” katanya.
Dari hasil riset dan wawancaranya ini, Agus, sapaan akrab Agustinus Wibowo, akan membuat sebuah buku kumpulan esai dan narasi perjalanan terkait masalah perbatasan (border) Indonesia. Menurutnya, keadaan diaspora di Belanda maupun Suriname, sangatlah relevan dengan keadaan di Indonesia.
Dalam pandangn Agus, diaspora di Belanda dan Suriname itu bagian dari nasionalisme Indonesia. “Buat saya Nusantara itu bukan border-nya Indonesia. Nusantara itu jauh lebih luas dari itu,” katanya.
“Ketika kita melihat kondisi Indonesia hari ini mungkin Indonesia terlalu rumit untuk dianalisa. Kalau kita melihatnya dalam mikrokosmosnya, yaitu diaspora Jawa Suriname yang sebarnya lebih kecil tapi kekompleksan isunya sama, kita bisa melihat cermin kita,” ujar Agus.
ADVERTISEMENT
Jawa Diaspora di Suriname (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Jawa Diaspora di Suriname (Foto: Wikimedia Commons)
“Sama dengan isu Maluku. Jadi orang-orang RMS (Republik Maluku Selatan) yang ada di Belanda sebenarnya kan dibawa dari Indonesia ke situ tanpa sepengetahuan dan sepengertian mereka. Dan justru dalam keadaan itulah ideologi RMS berkembang. Jadi sebenarnya nggak semua orang mengerti ataupun setuju dengan ideologi itu,” imbuhnya lagi.
Bercermin kembali ke tanah air, Agus melihat isu yang paling besar di Indonesia saat ini adalah isu perpecahan karena agama dan ras. Dengan buku baru yang akan ia terbitkan dari hasil program residensi itu, ia berharap orang Indonesia yang membacanya tidak lagi membabi buat dalam membela apa yang sekarang mereka bela tanpa memahami intinya.
ADVERTISEMENT
“Saya ingin membawa suatu perenungan bagi pembaca saya bahwa kita harus mengerti sebenarnya apa yang kita bela ini supaya kita tidak mudah diperalat dan dibenturkan satu sama lain,” ujarnya.
“Saya melihat Indonesia yang begitu beragam bisa bertahan sampai saat ini, satu-satunya kunci kita bisa bertahan adalah keragaman itu sendiri.” tutup Agus.