Cara Dwi Hartanto Membuat Sederet Kebohongan

10 Oktober 2017 12:39 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dwi Hartanto (Foto: Dok. Dwi Hartanto)
zoom-in-whitePerbesar
Dwi Hartanto (Foto: Dok. Dwi Hartanto)
ADVERTISEMENT
Berbagai kebohongan Dwi Hartanto terungkap. Hal ini terkuak dengan jelas setelah ia sendiri menuliskan Surat Klarifikasi dan Permohonan Maaf pada tanggal 7 Oktober 2017.
ADVERTISEMENT
Dalam surat tersebut, Dwi menjelaskan semua kebohongan yang telah ia buat beserta cara-caranya.
Kebohongan Pertama
Dwi Hartanto (Foto: PPI Delft)
zoom-in-whitePerbesar
Dwi Hartanto (Foto: PPI Delft)
Kebohongan pertama Dwi adalah ketika ia mengklaim bahwa ia dan timnya di Belanda telah merancang bangun Satellite Launch Vehicle dan meluncurkan roket bernama TARAVTs (The Apogee Ranger versi 7s). Pengakuannya dimuat di sejumlah media pada tahun 2015.
Dalam surat klarifikasinya Dwi menyatakan, “Tidak benar bahwa saya dan tim telah merancang bangun Satellite Launch Vehicle. Yang benar adalah bahwa saya pernah menjadi anggota dari sebuah tim beranggotakan mahasiswa yang merancang salah satu subsistem embedded flight computer untuk roket Cansat V7s milik DARE (Delft Aerospace Rocket Engineering), yang merupakan bagian dari kegiatan roket mahasiswa di TU Delft.”
ADVERTISEMENT
Proyek tersebut adalah proyek roket amatir mahasiswa, bukan proyek dari Kementerian Pertahanan Belanda, Pusat Kedirgantaraan dan Antariksa Belanda (NLR), Airbus Defence, ataupun Dutch Space.
“Mereka hanya sebagai sponsor-sponsor resmi yang memberikan bimbingan serta dana riset (kegiatan roket mahasiswa itu),” aku Dwi.
Jadi, sebenarnya tidak pernah ada roket benama TARAVTs (The Apogee Ranger versi 7s). Yang ada adalah roket bernama DARE Cansat V7s.
Kebohongan ini bermula ketika Dwi mulai mengunggah postingan-postingan berupa foto-foto dan informasi mengenai persiapan dan peluncuran roket TARAV7s di akun Facebook-nya sejak 9 Juni 2015. “Namun sebenarnya informasi tersebut merupakan rangkaian persiapan peluncuran roket DARE Cansat V7s,” aku Dwi dalam suratnya.
Kebohongan kepada Mata Najwa
ADVERTISEMENT
Dalam episode Mata Najwa Goes to Netherlands: Jejak Bapak Bangsa yang ditayangkan pada 14 November 2016, Najwa Shihab tampak mewawancarai Dwi Hartanto. Kepada Najwa, Dwi mengaku sedang menjalani program postdoctoral dan menjadi assistant professor di TU Delft.
Dalam surat klarifikasinya Dwi mengaku, “Yang benar adalah saat wawancara terjadi hingga saat ini saya merupakan mahasiswa doktoral.”
Kepada Najwa, Dwi juga mengatakan bahwa dirinya bergerak dalam penelitian di bidang satellite technology and rocket development. Namun pada akhirnya Dwi mengakui yang sebenarnya, “Topik penelitian doktoral saya saat ini adalah dalam bidang intelligent systems khususnya virtual reality.”
Dalam wawancara di Mata Najwa itu Dwi mengarang cerita fiksi bahwa dirinya menjadi technical director pada proyek strategis terkait roket dan satelit untuk International Space Station (ISS). Ia bahkan mengklaim dirinya menjadi satu-satunya orang non-Eropa yang masuk di ring 1 teknologi European Space Agency (ESA) dan pernah bolak-balik ditawari gonta-ganti kewarganegaraan.
ADVERTISEMENT
Faktanya, proyek roket yang pernah diikuti oleh Dwi adalah proyek roket amatir mahasiswa seperti yang telah dijelaskan di atas sehingga cerita dirinya masuk ring 1 ESA dan ditawari ganti kewarganegaraan adalah karangan Dwi semata.
Kebohongan Terbesar
Dwi Hartanto Saat Klaim Menang Kompetisi Dunia (Foto: Dok. Dwi Hartanto)
zoom-in-whitePerbesar
Dwi Hartanto Saat Klaim Menang Kompetisi Dunia (Foto: Dok. Dwi Hartanto)
Salah satu kebohongan terbesar Dwi adalah ia mengaku pernah memenangkan kompetisi riset teknologi antar-space agency dunia di Jerman tahun 2017. Foto dirinya yang tengah menggengam hadiah cek sebesar 15.000 euro dari kompetisi itu sempat ramai tersebar di berbagai media.
“Saya memanipulasi template cek hadiah yang kemudian saya isi dengan nama saya disertai nilai nominal EUR 15000, kemudian berfoto dengan cek tersebut. Foto tersebut saya publikasikan melalui akun media sosial saya dengan cerita klaim kemenangan saya,” beber Dwi dalam suratnya.
ADVERTISEMENT
Pada 7 Mei 2017 Dwi menulis di akun media sosialnya bahwa ia menjadi pemenang kompetisi riset kategori spacecraft aniav-Space Agency dari selurah dunia seperti ESA, NASA, DLR, JAXA, UKSA, CNS A, KARI, AEB, dan INTA. Hal itulah yang kemudian membuat beberapa media mewawancarai Dwi dan memberitakannya demikian.
Pada bagian akhir surat klarifikasi tersebut, Dwi menuliskan:
Sebagai penutup, sekali lagi saya mengucapkan permohonan maaf sebesar-besarnya pada semua pihak yang telah dirugikan atas tersebarnya informasi-informasi tidak benar terkait pribadi, kompetensi, dan prestasi saya.
Saya mengakui dengan jujur kesalahan/kekhilafan dan ketidakdewasaan saya, yang berakibat pada terjadinya framing, distorsi informasi atau manipulasi fakta yang sesungguhnya secara luas melebih-lebihkan kompetensi dan prestasi saya. Saya sangat berharap bisa berkenan untuk dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu saya berjanji:
1. Tidak akan mengulangi kesalahan/perbuatan tidak terpuji ini lagi,
2. Akan tetap berkarya dan berkiprah dalam bidang kompetensi saya yang sesungguhnya dalam sistem komputasi dengan integritas tinggi,
3. Akan menolak untuk memenuhi pemberitaan dan undangan berbicara resmi yang di luar kompetensi saya sendiri, utamanya apabila saya dianggap seorang ahli satellite technology and rocket development, dan otak di balik pesawat tempur generasi keenam.
Klarifikasi ini saya sampaikan dan tanda tangani atas kesadaran sepenuhnya dari diri saya tanpa paksaan maupun tekanan dari pihak manapun. Saya juga ucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat alumni dan mahasiswa TU Delft yang telah mengutamakan pendekatan persuasif dalam menyelesaikan permasalahan ini, dan telah berperan aktif membantu memfasilitasi saya dalam melakukan klarifikasi.
ADVERTISEMENT
Perbuatan tidak terpuji/kekhilafan saya seperti yang tertulis di dokumen ini adalah murni perbuatan saya secara individu yang tidak menggambarkan perilaku pelajar maupun alumni Indonesia di TU Delft secara umum.
Kebohongan-kebohongan yang telah Dwi perbuat ini tidak serta merta menamatkan masa depannya. "Janganlah kita kemudian menghakimi, tetapi kita arahkan dan berikan kesempatan. Jalan karier Dwi masih panjang, mari kita tegur dan kita bant ke arah yang baik," kata Dirjen SDM Iptik Dikti Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti di Jakarta, Senin (9/10).