Hukum Syar'i Haji Metaverse: Kontroversi Pelaksanaan Ibadah Mahdhah Umat Islam

Uun Zahrotunnisa
Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII Yogyakarta) I Akhwal Syakhsiyyah
Konten dari Pengguna
13 Februari 2022 16:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Uun Zahrotunnisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar: Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Gambar: Penulis
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini teknologi meluncurkan inovasi baru yaitu platform pelaksanaan haji/ umrah metaverse. Sebuah terobosan baru dari dampak digitalisasi yang semakin berkembang menuju industri 5.0. Metaverse adalah seperangkat ruang virtual yang diciptakan dan dijelajahi seseorang dengan orang lain yang tidak berada di ruang fisik yang sama. Sederhananya, kita sebut virtual reality (VA), aktivitas kehidupan yang dibuat virtual senyata mungkin layaknya kehidupan di bumi. Metaverse coba diaplikasikan pada salah satu ibadah umat Islam yaitu haji. Tidak semua orang berkesempatan untuk mengunjungi kiblat umat Islam ini karena beberapa faktor, tidak adanya biaya, sakit, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Sehingga, dengan adanya inovasi teknologi ini menjadi harapan terbesar untuk mengenalkan Baitul Maqdis kepada dunia lebih luas menjadi cita-cita besar Kerajaan Arab Saudi. Dilansir dari beberapa media berita Majelis Ulama Indonesia (MUI) kabarnya Imam Besar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi yaitu Sheikh Abdurrahman As- Sudais terlibat dalam peluncuran proyek besar metaverse yang bekerja sama dengan Universitas Umm al-Qura. Ia juga telah mencoba platform simulasi haji metaverse dalam peresemiannya pada Desember tahun lalu.

Pelaksanaan Ibadah Haji Metaverse Picu Kontroversi

Inovasi ternyata memicu kontroversi di tengah masyarakat, sebab menurut sebagian kalangan, maupun cendekiawan muslim memandang bahwa haji tidak dapat dilakukan kecuali datang langsung ke tanah haram. MUI menanggapi hal tersebut dengan mengeluarkan fatwa yang disampaikan langsung oleh Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh yang mengatakan, “Pelaksanaan Ibadah Haji dengan mengunjungi Ka’bah secara virtual tidaklah cukup, dan tidak memenuhi syarat karena aktivitas ibadah Haji itu merupakan ibadah mahdlah, dan bersifat taufiqy. Tata cara pelaksanaanya sudah ditentukan. Ada beberapa ritual yang membutuhkan kehadiran fisik seperti wukuf, thawaf, sa’i”.
ADVERTISEMENT
Pernyataan diatas sudah cukup tegas memberikan penolakan atas realisasi ibadah haji metaverse oleh sebab kewajiban fisik yang harus berada di tempat menjadi penghalang sah nya ibadah haji maupun umrah. Dalam Alqur’an surat Ali Imran [3]: 97 Allah SWT. berfirman yang artinya:
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah SWT, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”.
Dan Hadist Rasulullah SAW:
Dari Ibnu Umar r.a: Nabi SAW bersabda: “Islam itu didirikan atas lima perkara yaitu, bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah melainkah Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya, mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa pada bulan Ramadhan, menunaikan Ibadah Haji ke Baitullah bagi yang mampu mengerjakannya” (H.R Muttafaq ‘Alaih).
ADVERTISEMENT
Dari kalimat “sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah”, dapat disimpulkan bahwa ibadah haji memang tidak boleh dilaksanakan tanpa mengunjungi Ka’bah secara langsung. Seperti hal nya shalat, puasa, dan ibadah mahdhah lainnya. Jika belum menemukan dalil yang memperbolehkannya, maka sebaiknya ditunda terlebih dahulu pelaksanaannya sampai ditemukan dalil yang memperbolehkannya. Hal tersebut dijelaskan di beberapa kaidah usul fiqih, diantaranya:
Disebutkan juga dalam kaidah Ushul Fiqh
Al Ashlu Fil Ibadat at-Tahrim, illa an-Yadullu Dalil ‘ala Ibahatihi
Artinya: “Hukum asal dalam ibadah itu haram, kecuali ada dalil yang memperbolehkannya”.
Inovasi haji metaverse yang disebut dengan "Virtual Black Stone Initiative" dinilai bertentangan dengan nash, hadist maupun kaidah usul fiqh. Anwar Abbas, wakil ketua MUI menyebutkan haji metaverse masuk ke dalam sebuah penyesatan, dan bid’ah.
ADVERTISEMENT

Haji Metaverse, Teknologi Terapan Untuk Kepentingan Edukasi Publik

Pandemi Covid-19 memang menuntut banyak perubahan beberapa langkah lebih maju dalam dunia teknologi. Hal tersebut juga menjadi latar belakang lahirnya metaverse di dalam kehidupan manusia, fungsinya adalah sebagai sarana interaksi dan komunikasi secara virtual tanpa harus menghadirkan fisik seseorang. Peluncuran haji metavers memang sangat bermanfaat dalam upaya mengenalkan lokasi yang akan dijadikan tempat pelaksanaan haji kepada para jama’ah, mengetahui lebih dekat posisi Ka’bah dan hajar aswad dengan tidak perlu hadir dan tetap berada di rumah.
Metaverse digolongkan sebagai platform yang berfungsi sebagai media dalam bermuamalah. Metaverse ini tidak diaplikasikan sebagai saran manasik, maupun haji/umrah jika tujuannya sebagai pengganti dalam mengerjakan ibadah. Adapun dalam kaidah usul fiqih juga dijelaskan,
ADVERTISEMENT
Al Ashlu fil Mu’amalah al-Ibahah, illa an-Yadulla Dalil ‘ala Tahrimiha
Artinya: “Hukum asal dalam muamalah adalah kebolehan sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya”.
Prespektif tentang fatwa yang dapat berubah seiring perkembangan zaman tidak serta merta dapat diaplikasikan pada permasalahan ibadah dogmatik. Menurut hemat penulis, jika haji metaverse hadir sebagai sarana pembelajaran, maupun objek penelitian dan observasi terhadap keadaan Baitullah maka tidak akan menjadi masalah, akan tetapi jika dipergunakan sebagai media pelaksanaan ibadah haji secara virtual tentunya akan menyalahi ketentuan nash, hadist dan kaidah usul fiqih sehingga ibadah haji menjadi tidak sah.