Konten dari Pengguna

Pentingnya Hukum dalam Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

VADILLA NUR MAULIDAH FARID
Mahasiswi Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Mei 2025 12:55 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari VADILLA NUR MAULIDAH FARID tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : dokumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : dokumentasi pribadi
ADVERTISEMENT
Padahal, perempuan dan anak bukan kelompok pinggiran. Mereka adalah fondasi masyarakat, penentu arah masa depan. Tapi kenyataannya, diskriminasi dan kekerasan masih terus membayangi. Dan di sinilah hukum seharusnya bicara. Bukan cuma jadi dokumen formal, tapi juga hadir sebagai alat nyata yang melindungi, menjamin hak, dan membuka akses yang setara.
ADVERTISEMENT
Indonesia sejatinya sudah punya banyak perangkat hukum yang memihak pada perempuan dan anak. Di konstitusi, UUD 1945, hak anak untuk tumbuh tanpa kekerasan sudah dijamin. Prinsip kesetaraan juga ditegaskan, bahwa semua warga negara punya kedudukan yang sama di mata hukum tanpa memandang jenis kelamin atau usia.
Dari sana, lahir berbagai undang-undang turunan. Ada UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Perlindungan Anak, dan yang terbaru, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang disahkan pada tahun 2022. Selain itu, Indonesia juga menandatangani CEDAW, komitmen global untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan. Namun, sebagus apapun regulasinya, jika implementasinya lemah, semua itu tidak banyak berarti.
Kalau berbicara tentang pemberdayaan perempuan, jangan dibatasi hanya pada perlindungan dari kekerasan. Lebih dari itu, perempuan harus punya akses yang sama untuk berkembang di bidang pendidikan, ekonomi, hingga politik.
ADVERTISEMENT
Pendidikan tinggi harus bisa dijangkau oleh perempuan tanpa hambatan kultural atau struktural. Di sisi ekonomi, perempuan butuh dukungan nyata seperti pelatihan keterampilan, akses ke permodalan, dan peluang usaha yang adil. Program-program pemberdayaan di level desa atau kota harus bisa menjangkau mereka yang paling rawan tertinggal. Di bidang politik, suara perempuan juga perlu didengar.
Lalu bagaimana dengan anak yang kerap menjadi korban tapi sering tak terdengar? Anak-anak sering dianggap “belum paham” padahal mereka justru yang paling butuh perlindungan. Apa yang mereka alami hari ini akan membentuk siapa mereka di masa depan. Karena itu, hukum hadir untuk menjamin hak-hak atas dasar anak untuk hidup aman, mendapat kasih sayang, pendidikan yang layak, dan terbebas dari segala bentuk eksploitasi.
ADVERTISEMENT
Ketika anak harus berhadapan dengan hukum, pendekatannya juga tidak boleh menyamakan mereka dengan orang dewasa. Sistem peradilan anak harus mengedepankan pendekatan restoratif yang lebih mendidik daripada menghukum. Tujuannya jelas untuk pemulihan, bukan pembalasan.
Melindungi perempuan dan anak bukan tugas satu lembaga saja, bukan tugas satu-dua institusi. Negara memang punya perangkat seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Komnas Perempuan, atau KPAI. Tapi kerja mereka akan pincang tanpa adanya keterlibatan masyarakat.
Masyarakat harus jadi mata dan telinga. Jadi pelapor, penyokong moral, dan penjaga ruang aman dari para korban. Para media, sekolah tokoh agama, hingga komunitas lokal sangat penting untuk membentuk budaya yang menghargai hak asasi dan tidak menormalisasi kekerasan.
Yang menyedihkan, banyak korban masih memilih diam. Bukan karena mereka tak ingin keadilan, tapi karena takut, malu, atau bahkan bingung harus ke mana. Di sisi lain, respons dari aparat hukum pun belum selalu berpihak pada korban, masih banyak yang bersikap dingin, minim empati, atau bahkan menyalahkan.
ADVERTISEMENT
Solusinya adalah kolaborasi, edukasi, dan empati. Jalan keluarnya butuh kerja sama yang serius. Edukasi hukum harus diperluas, mulai dari sekolah sampai komunitas. Aparat harus dilatih agar lebih sensitif menangani kasus kekerasan berbasis gender dan anak. Rumah aman, pusat layanan krisis, dan pendampingan hukum harus diperkuat dan mudah diakses.
Hukum harus berpihak, hukum tidak boleh netral ketika berhadapan dengan ketimpangan. Ia harus tegas berpihak pada yang tertindas dan tak bersuara. Itulah makna sejati keadilan.
Pemberdayaan prempuan dan perlindungan anak bukan cuma soal Pasal dan peraturan. Ini soal nurani, soal keberpihakan, dan soal masa depan bangsa. Ketika kita sungguh-sungguh melindungi yang paling rentan, kita sedang membangun fondasi bangsa yang lebih kuat dan lebih manusiawi.
ADVERTISEMENT