Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Bakpia: Kuliner Khas Yogyakarta yang Menyimpan Jejak Akulturasi Budaya
3 Januari 2025 14:50 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Valensia Hurdy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bakpia adalah salah satu kuliner khas Yogyakarta yang sudah melekat dengan identitas kota ini. Hampir setiap wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta membawa bakpia sebagai oleh-oleh. Namun, di balik rasa manis dan teksturnya yang lembut, bakpia memiliki cerita menarik dari sudut pandang antropologi, terutama terkait akulturasi budaya.
ADVERTISEMENT
Asal-usul Bakpia
Secara historis, bakpia berasal dari budaya Tionghoa. Nama "bakpia" sendiri diambil dari bahasa Hokkien, yaitu "bak" (daging) dan "pia" (kue). Awalnya, bakpia adalah kue isi daging babi yang populer di kalangan masyarakat Tionghoa. Namun, ketika tradisi kuliner ini diadaptasi di Yogyakarta, bahan isian mengalami perubahan sesuai dengan preferensi masyarakat lokal, terutama karena mayoritas masyarakatnya beragama Islam.
Isian daging digantikan dengan kacang hijau manis, sehingga lebih bisa diterima oleh berbagai lapisan masyarakat. Inilah contoh nyata akulturasi budaya, di mana kuliner dari satu kelompok masyarakat disesuaikan dengan norma dan nilai budaya setempat.
Peran Bakpia dalam Identitas Budaya Lokal
Di Yogyakarta, bakpia bukan hanya sekadar makanan. Ia menjadi simbol dari keramahan dan kehangatan budaya Jawa. Bakpia sering diberikan sebagai hadiah atau oleh-oleh untuk kerabat, memperkuat nilai sosial berbagi dalam budaya Jawa.
ADVERTISEMENT
Produksi bakpia juga menjadi bagian penting dari kehidupan ekonomi masyarakat lokal. Banyak industri rumahan di kawasan Pathuk, Yogyakarta, menggantungkan hidup pada produksi bakpia. Dengan demikian, bakpia menjadi salah satu ikon budaya sekaligus penggerak ekonomi rakyat.
Variasi Modern Bakpia: Bukti Dinamika Budaya
Seiring dengan perkembangan zaman, bakpia juga mengalami inovasi. Kini, ada berbagai varian rasa, seperti cokelat, keju, durian, hingga matcha. Hal ini menunjukkan bagaimana budaya kuliner tidak pernah statis, tetapi terus berkembang mengikuti selera dan kebutuhan zaman.
Meski begitu, varian tradisional dengan isian kacang hijau tetap menjadi favorit banyak orang. Ini membuktikan bahwa inovasi tidak selalu menghilangkan nilai budaya tradisional, tetapi bisa berjalan berdampingan.
ADVERTISEMENT
Bakpia dan Globalisasi
Dalam konteks globalisasi, bakpia juga menjadi salah satu produk yang memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia. Beberapa pelaku usaha telah berhasil mengekspor bakpia ke luar negeri, memperkenalkan rasa khas Indonesia kepada masyarakat internasional.
Kesimpulan
Bakpia bukan hanya kue, tetapi juga sebuah cerminan perjalanan budaya yang panjang. Ia adalah hasil dari pertemuan budaya Tionghoa dan Jawa yang harmonis. Melalui bakpia, kita bisa belajar bagaimana sebuah tradisi bisa berubah dan beradaptasi tanpa kehilangan esensi aslinya.
Jadi, ketika Anda menikmati sepotong bakpia, Anda sebenarnya sedang merasakan jejak sejarah, budaya, dan nilai-nilai sosial yang menyertainya. Bakpia lebih dari sekadar makanan—ia adalah warisan budaya yang layak kita lestarikan.
ADVERTISEMENT