Konten dari Pengguna

Pengaruh Arsitektur terhadap Perasaan dan Kehidupan Manusia

Valerie Ivana
Mahasiswa Arsitektur, Universitas Katholik Parahyangan
28 Januari 2022 11:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Valerie Ivana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bangunan diciptakan dan dibangun dengan maksud dan tujuan tertentu. Tiap bangunan dirancang sedemikian rupa untuk menciptakan kesan bangunan yang nyaman, efisien dan aman bagi pengguna dan penikmat arsitektur. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Bangunan diciptakan dan dibangun dengan maksud dan tujuan tertentu. Tiap bangunan dirancang sedemikian rupa untuk menciptakan kesan bangunan yang nyaman, efisien dan aman bagi pengguna dan penikmat arsitektur. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
ADVERTISEMENT
Arsitektur telah menjadi bagian dalam keseharian manusia. Bahkan kita sendiri hidup di dalam arsitektur. Tak banyak yang menyadari bahwa keberadaan arsitektur dapat memengaruhi psikologis manusia. Hal ini dapat kita lihat melalui suasana hati dan juga perilaku manusia sehari-hari. Selain itu, tampak ketika kita berada di dalam sebuah ruangan ataupun gedung. Pengalaman kita dalam arsitektur tentu akan memengaruhi psikologis kita. Ketika kita berada di dalam arsitektur yang memiliki peletakan atau gagasan yang tidak sesuai dengan kegiatan yang dijalani memungkinkan munculnya perasaan kurang semangat atau perasaan jenuh.
ADVERTISEMENT
(Perolini, 2006) Sebagai praktisi, desainer memecahkan masalah desain untuk manusia yang menggunakan dan menghuni ruang dengan mempertimbangkan kebutuhan mereka, apakah fungsional, sosial, psikologis atau lingkungan dengan memahami cara menggunakan, penelitian digunakan untuk membantu mengidentifikasi dan mengklarifikasi hubungan antara perilaku manusia dan lingkungan binaan.
Tujuan utama arsitektur sendiri tentu untuk memenuhi kebutuhan seorang individu terutama untuk menciptakan bangunan yang aman dan nyaman. Sebagai makhluk sosial manusia hidup dan di bentuk oleh lingkungan tempat mereka tinggal. Di sinilah awal mula, di-mana aspek psikologis individu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan juga sosial. Tingkat privasi, tata ruang, karakter, aksesibilitas, sirkulasi bahkan hingga aspek estetika dapat memberikan dampak terhadap aspek psikologis manusia, rumah hingga tata kota secara tidak langsung ditata dan dirancang oleh seorang arsitek.Hidup kita dikelilingi oleh arsitektur,lingkungan di-mana kita beraktifitas dipenuhi oleh arsitektur.Maka tidak salah lagi, arsitektur akan memengaruhi aspek psikologis setiap individu yang tinggal di-dalamnya.
ADVERTISEMENT
Sebelum seorang arsitek mulai merancang bangunan. Seorang arsitek akan mencari tahu apakah bangunan ini dibuat untuk sebuah keluarga dengan 2 anak, atau bangunan ini dibuat untuk melakukan pekerjaan atau untuk orang-orang berkumpul bersama teman. Dari sinilah, seorang arsitek harus memerhatikan aspek psikologi dalam arsitektur. Ketika sebuah bangunan memiliki nilai yang sesuai dengan penghuninya, individu yang tinggal di-dalamnya akan merasa lebih nyaman. Ada banyak pertimbangan yang harus diperhatikan oleh seorang arsitek sebelum membangun bangunan yang sesuai dengan lingkungannya. Seperti privasi sebuah bangunan,
ADVERTISEMENT
Contohnya dapat kita lihat, ketika kita berada di kamar dan ketika kita berada di mall. Tentu kamar memiliki tingkat privasi yang lebih tinggi. Kamar akan dirancang sesuai dengan kepribadian tiap individu, tujuan utama dibangun sebuah kamar adalah tempat dimana kita dapat beristirahat, memiliki waktu dan ruang sendiri. Sedangkan mall digunakan secara umum, tempat dimana kita dapat bersosialisasi dengan orang banyak. Tingkat privasi sebuah mall akan jauh lebih rendah dari pada kamar kita. Ketika kita membayangkan mall dibangun seperti layaknya kamar, orang-orang tidak akan tertarik, suasana akan menjadi sempit dan pengap karena ukuran ruangan yang kecil dan kurangnya sirkulasi. Atau sebaliknya, ketika sebuah kamar dibuat sebesar mall, bahkan untuk menjangkau lemari mungkin akan terasa sangat jauh tidak sesuai dengan kebutuhan kita. Atau dapat kita lihat dalam tata kota, ketika sebuah kota memeiliki tata letak yang berantakan dan tidak beraturan. Sebagai Individu yang tinggal di dalamnya akan merasa bingung atau-pun pusing karena posisi nya yang tidak jelas. Atau jarak bangunan yang terlalu berdekatan sehingga kurangnya jumlah cahaya yang masuk. Hal ini dapat kita rasakan langsung perbedaan lingkungan di perkotaan dan di pulau
ADVERTISEMENT
Bagi beberapa kota maupun negara, aspek psikologis sudah diterapkan dalam pembangunan arsitekturnya. Sebagai contoh kota Vancouver, Kanada. Kota ini dikenal sebagai salah satu kota yang paling populer untuk ditanggalkan karena kota ini memiliki kebijakan di mana bangunan-bangunan diarahkan ke pemandangan- pemandangan indah seperti gunung atau-pun hutan. Tujuannya adalah agar para penduduk dapat merasakan ketenangan dari banyaknya aktivitas yang mereka jalani sehari-hari. Sebuah teori oleh Andreas Meyer-Lindenberg dari Universitas Heidelberg menunjukkan bahwa kehidupan perkotaan dapat mengubah biologis otak pada manusia,hal ini dapat mengurangi materi abu-abu di korteks prefrontal kanan dan korteks anterior depan, dua area di mana dikaitkan dengan awal pengalaman stres. Teori lain menyebutkan bahwa kompleksitas visual lingkungan alam berperan sebagai semacam pengobatan jiwa.
ADVERTISEMENT
Warna, tekstur, dan masih banyak lagi menjadi aspek-aspek penting yang mampu memengaruhi aspek psikologis manusia. Detil-detil kecil yang tidak kita sangka ternyata dapat menjadi hal penting yang dapat memengaruhi terbentuknya lingkungan tempat kita tinggal. Tentu ada unsur timbal balik antara arsitektur dengan psikologis manusia. Keseimbangan fungsional dengan budaya, privasi ,aksesibilitas , sirkulasi dan lingkungan menjadi kunci terbentuknya arsitektur yang baik, untuk dipandang maupun dihuni. Hal ini dapat membangun rasa peka bagi seorang arsitek dalam merancang bangunan. Keberhasilan arsitektur dengan aspek psikologis dinilai dengan bagaimana sebuah bangunan dapat memenuhi kebutuhan, preferensi, dan kepuasan penghuni. Pengalaman yang didapatkan, rasa nyaman dan imajinasi tentang berbagai faktor arsitektur dapat memengaruhi perilaku.dan aspek psikologis manusia.Oleh sebab itu, penerapan dan pendekatan aspek psikologis dalam merancang bangunan akan menjadi hal yang baik, bagi seorang arsitek untuk lebih mengenal perilaku dan kepekaan manusia dan bagi penghuni untuk memiliki sebuah hunian yang aman dan nyaman.
ADVERTISEMENT