Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Mengenal Tradisi Petik Laut di Kecamatan Puger, Kabupaten Jember
1 Desember 2023 10:48 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Vanesa Aulia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia sebagai negara maritim yang dua-pertiga wilayahnya adalah perairan dengan jumlah pulau mencapai 17.504, serta memiliki garis pantai yang cukup panjang. Mengakibatkan banyaknya masyarakat yang bermukim di daerah pesisir. Masyarakat ini dikenal sebagai masyarakat pesisir. Mereka memiliki kebudayaan khas dan menggantungkan mata pencahariannya pada laut.
Kebudayaan khas yang kerap kali kita temukan pada masyarakat pesisir adalah Tradisi Petik Laut. Tradisi ini kerap dilakukan tiap tahun, bahkan dianggap sebagai kegiatan rutin tahunan. Tujuan dilakukannya tradisi ini sebagai bentuk rasa syukur masyarakat terhadap laut sebagai tempat pencaharian mereka.
Tradisi ini kerap dilakukan pada bulan Suro atau Muharram. Masyarakat dulu kerap menyebut tradisi ini dengan Labuh Sesaji. Tradisi Petik Laut di Puger tidak hanya sebatas sebagai bentuk rasa syukur terhadap laut dan Tuhan. Namun juga sebagai bentuk doa para nelayan kepada Tuhan untuk selalu mendapatkan keselamatan dan dijauhkan dari bahaya.
Dulunya Petik Laut di Puger hanya dilakukan sederhana, sebatas selamatan dan membuang sesaji. Kerap dilakukan pembacaan Yasin dan Tahlil, dilanjut membuang sesaji ke laut sebagai persembahan kepada Ratu Kidul.
Setelah Puger diangkat sebagai aset wisata oleh pemerintah Kabupaten Jember, pelaksanaan Petik Laut dibuat lebih meriah. Dengan harapan tradisi ini tidak hanya diikuti oleh nelayan, tetapi juga wisatawan. Kini pelaksanaan Petik Laut di Puger dilakukan selama dua hari.
Tahapan awal dalam pelaksanaan Petik Laut dilakukan selamatan di Balai Desa Pugerkulon. Selamatan ini dilakukan dengan pembacaan Yasin dan Tahlil yang dipimpin oleh kyai setempat. Selanjutnya dilakukan pertunjukan wayang kulit semalam suntuk guna memeriahkan kegiatan.
Tahapan akhir dilakukan Larung Sesaji. Di tahap ini, diawali dengan kirap sesaji mengelilingi Desa Pugerwetan dan Pugerkulon hingga ke Alun-Alun Puger. Sesampainya di alun-alun, dilakukan izin terhadap bupati dan kepala desa setempat. Sebagai bentuk persetujuan, dilakukan peletakan uang logam dalam miniatur perahu oleh bupati.
Sesaji yang terdiri dari Ubo Rampe diarak oleh peserta kirab dan bupati menuju pantai. Untuk menyambut arak-arakan Ubo Rampe dilakukan Prosesi Ujub-ujub oleh dukun disertai tari persembahan. Selesai Prosesi Ujub-ujub nelayan mengumandangkan doa dan sholawat, serta merebutkan air bunga setaman. Air bunga setaman nantinya diminum dan disiramkan ke kapal nelayan. Selanjutnya, sesaji berupa kepala kambing diletakkan di miniatur perahu dari pelepah pisang untuk dilepaskan ke laut. Sesaji yang lain dinaikkan ke perahu dan dilepas ke laut diiringi sholawat dan takbir.
Tradisi Petik Laut kerap menjadi pro dan kontra bagi sebagian masyarakat Puger. Masyarakat yang setuju akan tradisi ini beralasan mereka harus melestarikan kebudayaan yang telah dilakukan secara turun temurun. Sedangkan bagi masyarakat yang tidak setuju akan tradisi ini beranggapan bahwa tradisi ini syirik dan menyimpang dari syariat agama.
ADVERTISEMENT