Konten dari Pengguna

Pajak Natura: Menambah Penerimaan atau Menghambat Dunia Usaha?

Syafi'ahana Vanesia Murdika
Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN
10 Februari 2025 12:22 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syafi'ahana Vanesia Murdika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Microsoft Copilot
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Microsoft Copilot

Pendahuluan

ADVERTISEMENT
Untuk meningkatkan penerimaan dan memperluas basis pajak, pemerintah menerapkan pajak natura, yaitu pajak atas fasilitas atau tunjangan nontunai yang diterima karyawan. Kebijakan ini bertujuan menutup celah penghindaran pajak dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil. Pajak natura telah diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan diperjelas dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2023 (PMK 66/2023) yang berlaku efektif mulai 1 Juli 2023. Meski demikian, menurut laporan pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, proyeksi penerimaan bersih negara dari pajak natura hanya berkisar Rp 2,2 triliun.
ADVERTISEMENT
Sebelum aturan ini berlaku, natura atau kenikmatan yang diberikan oleh pemberi kerja kepada karyawannya tidak termasuk dalam objek pajak (non-taxable). Hal ini menyebabkan banyak perusahaan mengonversi sebagian penghasilan tunai menjadi natura sebagai strategi tax planning guna menghindari pajak yang tinggi. Dengan diberlakukannya pajak natura, kompensasi dalam bentuk barang dan fasilitas kini menjadi objek pajak, sementara bagi pemberi kerja, pengeluaran tersebut dapat dikategorikan sebagai biaya yang dapat dikurangi dari penghasilan bruto (deductible expense). Reformasi ini bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil serta menutup celah penghindaran pajak yang sebelumnya dilakukan oleh beberapa perusahaan.
Namun, di tengah tujuan baik tersebut, kebijakan ini menimbulkan berbagai pertanyaan, terutama terkait dampak bagi perusahaan dan karyawan serta tantangan administrasi yang timbul.
ADVERTISEMENT

Objek Pajak Natura dan Pengecualiannya

Objek pajak natura, berdasarkan PMK 66/2023, mencakup seluruh penggantian imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan. Ini termasuk imbalan dalam bentuk barang selain uang yang kepemilikannya dialihkan dari perusahaan kepada karyawan, serta imbalan berupa hak pemanfaatan suatu fasilitas/pelayanan yang bersumber dari aktiva perusahaan. Namun, terdapat pengecualian dari objek pajak penghasilan atas penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan. Berikut beberapa diantaranya:
ADVERTISEMENT
Contoh kasus:
PT XYZ memberikan tunjangan apartemen kepada karyawannya, Bapak Andi, senilai Rp 53 juta per bulan serta tunjangan internet Rp 500 ribu per bulan untuk WFH. Selisih tunjangan apartemen (Rp 51 juta) menjadi objek pajak, sementara tunjangan internet dikecualikan sepanjang digunakan untuk keperluan pekerjaan.

Dampak Pajak Natura bagi Perusahaan dan Karyawan

Penerapan pajak natura membawa implikasi yang cukup signifikan bagi perusahaan, terutama dalam hal strategi kompensasi, kepatuhan pajak, dan pengelolaan beban administrasi. Kebijakan ini menuntut perusahaan untuk menyesuaikan kebijakan remunerasi mereka untuk meminimalkan dampak pajak, sementara karyawan dapat merasa perubahan terhadap manfaat yang diterima serta daya beli mereka secara keseluruhan. Berikut dampak utama dari kebijakan ini.

1. Potensi peningkatan biaya kepatuhan

Perusahaan perlu mengalokasikan sumber daya tambahan untuk memastikan perhitungan dan pelaporan pajak natura sesuai dengan regulasi. Hal ini mencakup penyesuaian dalam sistem akuntansi, administrasi penggajian, serta pelibatan konsultan pajak guna memastikan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku. Peningkatan biaya kepatuhan ini dapat berdampak pada keputusan investasi, terutama bagi perusahaan yang bergantung pada skema tunjangan natura sebagai bagian dari strategi kompensasi mereka.
ADVERTISEMENT
Jika biaya administrasi dan pajak yang timbul terlalu besar, perusahaan mungkin mempertimbangkan pengurangan investasi atau perubahan strategi pemberian benefit.

2. Penyesuaian strategi benefit dan dampaknya terhadap ekonomi

Dengan dikenakannya pajak atas natura, perusahaan kemungkinan besar akan meninjau ulang skema tunjangan yang diberikan kepada karyawan. Beberapa perusahaan mungkin memilih untuk mengurangi atau mengganti manfaat natura dengan kompensasi dalam bentuk tunai agar lebih mudah dikelola dari sisi perpajakan. Perubahan ini dapat berdampak langsung terhadap kesejahteraan karyawan. Jika manfaat natura yang selama ini mereka terima dikenakan pajak atau dikurangi oleh perusahaan, karyawan mungkin merasa mengalami penurunan nilai kompensasi secara keseluruhan. Hal ini dapat memengaruhi tingkat kepuasan kerja, motivasi, dan retensi karyawan dalam perusahaan.
Di sisi lain, dari perspektif kebijakan fiskal, penerapan pajak natura bertujuan untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan penerimaan negara. Namun, jika implementasi pajak natura terlalu membebani perusahaan dan karyawan, ada potensi penurunan investasi dan konsumsi yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 akan stagnan di rentang 4,9% hingga 5,2% secara tahunan. Salah satu faktor yang memengaruhi proyeksi ini adalah tekanan kenaikan PPN dan potensi layoff akibat kenaikan UMP yang tidak diimbangi dengan produktivitas masyarakat. Beban tambahan akibat pajak natura berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi kedepannya pula.
ADVERTISEMENT

Penerapan Pajak Natura secara Internasional

Setiap negara memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengenakan pajak atas tunjangan dan fasilitas yang diberikan oleh pemberi kerja kepada karyawannya. Dua negara yang dapat menjadi perbandingan adalah Australia dan Filipina.
• Australia Fringe Benefits Tax (FBT)
Di Australia, sistem Fringe Benefits Tax (FBT) telah diterapkan sejak 1986. FBT adalah pajak yang dikenakan kepada pemberi kerja atas tunjangan non-tunai yang diberikan kepada karyawan atau pihak terkait, seperti kendaraan dinas, subsidi perumahan, dan fasilitas hiburan. Berbeda dengan Indonesia, di mana pajak natura dikenakan kepada karyawan sebagai penerima manfaat, Australia menetapkan bahwa FBT dibayar oleh pemberi kerja dengan tarif yang cukup tinggi, yaitu 47% dari nilai tunai manfaat yang diberikan. Meski demikian, ada beberapa pengecualian dalam sistem ini, seperti tunjangan keselamatan kerja dan peralatan yang digunakan untuk kepentingan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
• Filipina: Fringe Benefits Tax (FBT) untuk Jabatan Tertentu
Di Filipina, pajak natura dibebankan kepada pemberi kerja dengan tarif 35% dari nilai manfaat. Namun, hanya tunjangan yang diberikan kepada karyawan dengan jabatan tertentu (eksekutif atau manajerial) yang dikenakan FBT, sementara tunjangan yang diberikan kepada karyawan biasa tidak termasuk dalam objek pajak. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan pendekatan antara Filipina dan Indonesia, di mana pajak natura di Indonesia berlaku untuk semua tingkat karyawan.
Jika dibandingkan, sistem di Australia dan Filipina lebih terstruktur dalam menentukan beban pajak atas manfaat natura. Indonesia dapat mengambil pelajaran dari kedua negara ini, terutama dalam hal keseimbangan antara perluasan basis pajak dan insentif bagi dunia usaha agar daya saing tetap terjaga.
ADVERTISEMENT

Kesimpulan

Pajak natura merupakan kebijakan yang memiliki potensi besar dalam meningkatkan penerimaan negara dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil. Namun, agar implementasinya berjalan efektif tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi, diperlukan penyederhanaan regulasi terutama bagi usaha kecil dan menengah, pemberian insentif bagi perusahaan yang menyelenggarakan pelatihan kepatuhan pajak bagi karyawannya, serta mengevaluasi kebijakan ini secara berkala dan melakukan penyesuaian sesuai keperluan. Dengan kebijakan yang lebih adaptif, pajak natura dapat menjadi instrumen fiskal yang efektif tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.