Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Meikarta : Polemik dan Peluang Bangkitnya Bisnis Properti
20 Oktober 2017 14:05 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
Tulisan dari Vania Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seakan tidak ada habisnya rubrik pemberitaan tentang mega proyek Meikarta yang kita temukan di media saat ini, silih berganti topik dan permasalahan yang diberitakan. Jika di awal kemunculannya diberitakan perihal proses perizinan IPPT Meikarta yang belum rampung, saat ini yang sedang hangat diberitakan adalah iklan-iklan mega proyek Meikarta yang telah melanglang buana sejak empat bulan lalu. Banyak yang menilai, tindakan ini sangat agresif karena membombardir semua ruang media dan dilakukan secara masif.
ADVERTISEMENT
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Hermawan Kertajaya, seorang praktisi marketing yang saat ini menjabat sebagai CEO MarkPlus Inc yang menyebutkan bahwa pemasaran yang dilakukan oleh Meikarta tidak lazimnya seperti pemasaran properti lain di Indonesia. “Ini kasus khusus. Ini bukan konteks Indonesia lagi,” ujarnya, dikutip dari media online.
Bagaimana tidak, pihak pengembang mega proyek Meikarta yakni Lippo Group sangat gencar mempromosikannya ke berbagai ruang media. Mulai dari iklan di televisi, media cetak dan online nasional, baliho, dan reklame di Ibu kota bahkan sampai di pusat-pusat perbelanjaan milik grup pengembang. Layaknya sebuah penyusunan strategi yang sistematis dan terstruktur, pihak pengembang mega proyek Meikarta benar-benar sangat gencar dan terarah dalam melakukan promosi untuk menarik hati masyarakat yang menjadi target khalayaknya.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari media online, melalui strategi pemasaran tersebut, per tanggal 31 Agustus 2017, Meikarta telah membukukan pesanan sebanyak 117.797 unit apartemen. Kalaupun para pemesan tersebut hanya membayar booking fee sebesar Rp2 juta guna mengamankan unit apartemen yang mereka kehendaki. Adapun rupiah yang telah diperoleh Meikarta berdasarkan pembukuan marketing sales sebesar Rp2,4 triliun.
Layaknya dua sisi mata uang, beredar polemik terkait startegi pemasaran yang sangat gencar dilakukan oleh pengembang mega proyek Meikarta, salah satunya berasal dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Tulus Abadi selaku Ketua Pengurus Harian YLKI mengatakan bahwa promosi, iklan, dan pemasaran Meikarta yang begitu masif, terstruktur, dan sistematis boleh jadi membius masyarakat konsumen untuk bertransaksi.
ADVERTISEMENT
Selain YLKI, Ombudsman RI juga beranggapan bahwa pihak pengembang telah melanggar aturan karena dirasa terlalu berlebihan, melihat Meikarta masih dalam proses pengurusan perizinan IPPT. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan komisioner Ombudsman RI Alamsyah Saragih yang menilai iklan yang disiarkan oleh Lippo merupakan bagian pemasaran.
Hal tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Lanjutnya, menurut Alamsyah Saragih juga mengacu kepada pasal 42 ayat (2) UU Nomor 2 tahun 2011 yang berbunyi, “Pemasaran dapat dilakukan jika pengembang telah memiliki kepastian peruntukan ruang hak atas tanah, status penguasaan rumah susu, perizinan pembangunan rumah susun, serta jaminan pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin.” (Dikutip dari media online).
ADVERTISEMENT
Terlepas dari polemik yang ada, di satu sisi kehadiran mega proyek Meikarta dinilai sebagai upaya membangkitkan pasar bisnis properti Indonesia yang saat ini sedang lesu. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan dari CEO Meikarta Ketut Budi Wijaya yang mengatakan iklan di berbagai media hanya upaya untuk menggairahkan pasar. Ia membantah jor-joran berpromosi tapi unit apartemennya laris manis lantaran tidak punya saingan. "Kami melakukan ini karena properti sedang lesu sejak 2014,” ujarnya yang dikutip dari media online. Lanjutnya, menurut ia, iklan mampu membangkitkan permintaan terhadap properti dan iklan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk kembali berinvestasi di properti.
Selain itu, dikutip dari media online lain, Hermawan pun menganggap cara pemasaran Meikarta terbilang unik karena masih mempercayakan promosinya lewat media konvensional. Padahal pengembang-pengembang lain lain lebih menyukai promosi lewat digital. Ia pun menilai Lippo sebagai pengembang brand Meikarta tengah melakukan inovasi lantaran cara pemasaran Meikarta dianggap berbeda, bahkan dibandingkan cara promosi Lippo sendiri selama ini.
ADVERTISEMENT
Banyak pengembang lebih mengarahkan penjualan langsung untuk propertinya lebih disebabkan karena hasil akhir berupa keputusan pembelian yang lebih pasti. Namun, ia tak memungkiri, dengan jumlah unit yang ditawarkan yang sangat besar, seperti Meikarta, bantuan dari media massa untuk promosi mutlak diperlukan. Meskipun dengan demikian, biaya untuk promosi yang dikeluarkan memang lebih besar. Diketahui, Meikarta menerima penghargaan dalam ajang Property Awards 2017 sebagai kota yang menawarkan integrasi dan fasilitas berskala internasional, dan dianggap sebagai gebrakan di dunia properti yang belakangan mengalami kelesuan.
Dari pemaparan diatas, kita sudah bisa menilai perihal fenomena iklan-iklan meikarta yang membabi buta saat ini. Tetapi, kembali lagi kepada diri kita masing-masing, apakah kita hanya melihat dari dampak polemiknya saja yang masih menuai pro dan kontra? Atau kita juga melihatnya dari dampak peluang yang ada sebagai upaya membangkitkan bisnis properti yang tengah lesu?
ADVERTISEMENT