Sampai Membunuh! Berikut Efek Luar Biasa dari Patah Hati

VANYA PUTERI RIWANDA
Mahasiswa semester 1 Universitas Brawijaya, Program Studi Psikologi
Konten dari Pengguna
16 Desember 2020 10:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari VANYA PUTERI RIWANDA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sampai Membunuh! Berikut Efek Luar Biasa dari Patah Hati
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Patah hati didefinisikan sebagai kondisi untuk menjelasakan rasa sakit atau penderitaan yang dirasakan seseorang ketika menjalin suatu hubungan entah dengan lawan jenis, teman dekat, atau keluarga. Patah hati memiliki banyak penyebab diantaranya akibat cinta bertepuk sebelah tangan, kehilangan orang yang dicinta, putus hubungan, penolakan, dan perceraian. Patah hati bukanlah sesuatu yang pasti, artinya tidak bisa diantisipasi dan tidak tahu kapan datangnya. Jika perasaan tidak dikontrol dengan benar, patah hati bisa memengaruhi kesehatan tubuh seseorang secara umum. Dampak negatif yang mungkin timbul adalah kelelahan, perasaan campur aduk, stress, sakit kepala, nafsu makan berkurang, otot mengencang, detak jantung meningkat, aktivitas perut yang tidak biasa, dan nafas yang lebih pendek.
Patah hati merupakan suatu hal yang bersifat emosional, rasa sakit yang dirasakan abstrak dan tidak memiliki wujud. Meski begitu, istilah “sakit tetapi tidak berdarah” saat seseorang mengalami patah hati memang benar adanya. Luka dari patah hati mungkin tidak terlihat secara kasatmata dan merupakan kejadian nonfisik, namun rasa sakit yang ditimbulkan akan memberikan efek yang sama dengan sakit fisik seperti saat dipukuli. Mungkin hal ini dipertanyakan, bukannya fisik dan psikis adalah dua hal yang berbeda ? Perasaan kecewa mengaktifkan bagian otak yang merespons rasa sakit yang sama seperti saat kita mengalami sakit fisik meski tidak ada luka fisiknya. Bagi otak kita, rasa sakit akibat patah hati sangat nyata, tubuh seolah menipu seseorang untuk merasakan bahwa hati mereka seolah-olah hancur.
Patah hati bukanlah sekedar perasaan tertentu melainkan sebuah gangguan yang terjadi pada jantung walaupun tidak menyerang tepat pada organ tersebut. Dibuktikan pada beberapa orang yang dadanya terasa sesak saat patah hati. Mungkin hal tersebut dianggap wajar dan cenderung diabaikan, namun pernah kah kita mencari tau tentang penjelasan ilmiah mengapa hal tersebut dapat terjadi. Jawabannya adalah saat perasaan kita sedang sedih, hormon bahagia seperti dopamin dan oksitosin tak bisa dilarikan ke mana pun sehingga hormon ini akan lari ke dada dan membuat perasaan sakit dan patah hati yang memilukan. Walaupun bersifat sementara namun kejadian ini cukup merugikan karena seseorang tidak dapat menjalankan keseharian dengan normal.
Pada tahun 2010, peneliti dari Rutgers University di New York meneliti pria dan wanita yang mengalami patah hati. Hasil menunjukkan bahwa otak orang yang sedang patah hati serupa dengan seseorang yang mengonsumsi zat adiktif. Apabila seseorang yang jatuh cinta dianggap menimbulkan efek yang sama seperti mengkonsumsi narkoba, maka patah hati dapat dianalogikan seperti pecandu yang berhenti mengkonsumsi zat adiktif tersebut. Ketika seseorang jatuh cinta, secara alami tubuh akan mempercepat produksi dopamin yang membuat perasaan bahagia membanjiri tubuh. Dopamin biasanya menghasilkan suatu obsesi yang membuat orang yang sedang jatuh cinta merasa tidak bisa hidup tanpa orang lain atau pasangannya. Ketika pasangan tersebut tiba-tiba hilang, hal ini membuat otak menjadi tidak beres. Saat patah hati, hormon ini juga tentunya akan berkurang dan memunculkan perasaan kehilangan dan tidak bahagia. Hormon yang meningkat berlebihan justru hormon adrenalin dan kortisol yang mengakibatkan jantung berdetak lebih kencang sehingga bahaya untuk kesehatan. Kortisol juga akan menghambat aliran darah masuk ke dalam saluran pencernaan. Akibatnya, produksi asam lambung meningkat dan memberikan rasa tidak nyaman dalam perut.
Saat ini tidak sedikit kasus bunuh diri yang disebabkan karena patah hati. Mungkin dari kaca mata kita, cinta terlalu berlebihan untuk menjadi alasan terenggutnya nyata seseorang. Ada ungkapan bahwa “mati satu tumbuh seribu” artinya seharusnya kita bisa mencari seseorang yang baru dan lebih baik saat putus cinta. Namun rasa sakit tidak bisa dipukul rata, setiap orang memiliki respon yang berbeda saat menghadapi hal demikian. Ada yang sedekar berlarut larut dalam kesedihan, ada yang menunjukkan perubahan perilaku, dan mungkin ada yanv merasa tidak bisa hidup tanpa kekasihnya tersebut sehingga bunuh diri adalah jalan yang ditempuh.
ADVERTISEMENT
Bunuh diri tidak terlepas dari faktor pendukung lain yang mendorong keinginan tersebut lebih kuat. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dr. Anne Laura Van Harmelen bersama timnya dari Universitas Cambrige menemukan bahwa manusia memiliki dua jaringan otak yang bisa meningkatkan keinginan untuk bunuh diri. Jaringan pertama disebut dengan prefrontal cortex ventral dan lateral. Jaringan ini bertugas dalam mengatur emosi, saat terjadi perubahan pada jaringan tersebut maka akan tercipta pikiran negatif yang berlebihan dan memicu keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Sementara jaringan kedua memiliki fungsi menghubungkan korteks prefrontal dorsal dan sistem gyrus frontal inferior. Jaringan ini berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan serta mengendalikan perilaku seseorang.
Patah hati seringkali menimbulkan perasaan benci terhadap dirinya sendiri(Alwisol, 2009). Seseorang cenderung menyalahkan dirinya atas kehilangan yang dialami dan berfikir bahwa dirinya tidak layak untuk orang lain sehingga menimbulkan keinginan bunuh diri karena dianggap sebagai jalan keluar terbaik dalam menyelesaikan masalah. Percobaan bunuh diri muncul karena adanya rasa kehilangan dan sebagai sarana untuk mengekspresikan emosi-emosi negatif yang dirasakan seperti kesepian, merasa tidak berguna. Hal ini disebabkan oleh depresi yang muncul tidak dapat dikurangi oleh ego. Bunuh diri juga merupakan bentuk usaha untuk mengubah realitas yang terjadi seperti mengembalikan objek cinta yang hilang.
Tidak ada satupun orang di dunia ini yang ingin merasakan patah hati karena nyatanya hal tersebut bukan sesuatu yang bisa disepelekan, patah hati memberikan efek yang tidak biasa bagi seseorang yang mengalaminya. Namun untungnya sebuah ilmuwan menemukan bahwa otak kita memiliki program untuk tetap bisa melanjutkan hidup. Terdapat aktivitas di area otak yang terkait dengan pengaturan emosi dan menghambat reaksi impulsif. Sederhananya, meskipun otak manusia cenderung ke arah nafsu keinginan dan obsesi, otak itu juga tampaknya dipasangkan untuk pemulihan dan pengambilan keputusan yang lebih baik setelah putus cinta.
ADVERTISEMENT
Benar bahwa tidak ada waktu yang pasti untuk menentukan kapan seseorang bisa pulih atau bangkit dari patah hati, rasa sakit tidak akan hilang dalam waktu yang singkat, namun luka akan membaik seiring berjalannya waktu dan seseorang hanya perlu menunggu luka itu sembuh dengan sendirinya. Saat tidak ada lagi yang bisa diperjuangkan, berikut hal yang mungkin bisa membantu mengurangi rasa sakit tersebut. Cobalah untuk melakukan hal hal yang membuat diri kita sendiri terhibur, temukan sesuatu yang dapat menjadi alasan kita bahagia contohnya seperti mengerjakan apa yang kita suka, mencari hobi baru, menggali potensi. Kegiatan menyibukkan diri akan membuat kita sejenak lupa akan rasa sakit itu. Agar tidak menjadi beban pikiran, kita juga bisa mencurahkan perasaan tersebut kepada orang terdekat barangkali perasaan lega akan didapatkan.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Mukarromah, Luiuk dan Fathul Lubabin Nuqul. (2014). Dinamika Psikologis Pada Pelaku Percobaan Bunuh Diri. Jurnal Psikoislamika I. 11(2) : 32-36.
Republika.co.id. (2015, 02 Agustus). Apa yang Terjadi pada Otak Ketika Anda Patah Hati?. Diakses pada 8 Desember 2020, dari https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/nsf7xs368