Sikap Skeptisme Profesional Sangat Penting Dimiliki Seorang Auditor

Vareen Canovala
Mahasiswa Akuntansi Universitas Katolik Parahyangan Bandung
Konten dari Pengguna
6 November 2021 18:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Vareen Canovala tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kasus kecurangan yang dilakukan oleh segenap oknum berkepentingan terhadap laporan keuangan yang sering dikaitkan dengan profesi akuntan kerap kali terjadi sewaktu-waktu. Bentuk kecurangan berupa fraud atau manipulasi laporan keuangan dari suatu perusahaan akan sangat merugikan suatu pihak. Di sinilah jasa dari seorang profesi auditor sangat dibutuhkan oleh berbagai perusahaan dalam kemampuannya untuk mendeteksi kecurangan-kecurangan yang mungkin timbul dalam suatu laporan keuangan yang telah disajikan. Namun, profesi auditor tak luput dari kegagalan sekaligus ketidakmampuannya dalam menjalankan profesinya, sehingga bisnis atau bidang usaha yang jatuh atau bangkrut yang disebabkan karena laporan keuangan yang tidak seharusnya, juga dapat disebabkan oleh peran auditor di baliknya yang menghasilkan suatu penilaian audit keuangan yang tidak valid sehingga pada akhirnya auditor yang tidak mampu menjalankan profesinya sesuai kode etik auditor akan mengalami kondisi akan kehilangan kepercayaan dari pengguna jasa audit keuangan sekaligus publik. Maka, perlunya penekanan bagi seorang profesional seperti auditor untuk memiliki sikap skeptisme profesional terhadap laporan keuangan guna menghasilkan penilaian laporan keuangan yang objektif serta tidak mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang dapat merubah pandangan atau netralitas auditor sesuai dengan kode etik profesi dikarenakan sikap skeptisme profesional sangatlah penting dimiliki bagi seorang auditor.
Sumber: unsplash
Auditor merupakan salah satu profesi yang sangat berhubungan dengan pengumpulan dan penilaian bukti-bukti penting secara kritis (pembuktian), dan kemudian melakukan pertimbangan, penilaian, serta evaluasi dan melakukan pengambilan keputusan berdasarkan bukti-bukti yang telah dikumpulkan tersebut. Namun, dari berbagai profesi dengan bidang yang berbeda-beda seperti polisi, pengacara, hakim, dan lain-lain, hanya profesi auditor lah yang mengharuskan skeptisme profesional dalam persyaratan standar profesionalnya (Hurt, 2033). Hal ini sendiri dimuat dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) seksi 230 (IAPI, 2011), sebagai unsur yang terkandung dalam Standar Umum ketiga dalam kaitannya dengan pekerjaan auditor dalam melaksakan kemahirannya secara profesional, dengan cara yang cermat dan seksama (due professional care). Penelitian yang dilakukan oleh Rahman (Bawono, 2010) dan (Louwers, dkk., 2008) telah menyimpulkan bahwa kegagalan audit cenderung terjadi karena disebabkan oleh kurangnya penerapan sikap skeptisme profesional dan juga due professional care. Hal ini menekankan betapa pentingnya skeptisme profesional yang juga menyinggung due professional care itu bagi seorang auditor dalam menjalankan profesinya, terutama dapat dipersepsikan sebagai prinsip yang fundamental dalam segala upaya dan tindakan yang dilakukan oleh seorang auditor eksternal ((Center for Audit Quality, 2010) dan (Kopp, dkk., 2003)).
ADVERTISEMENT
Dalam melakukan penilaian laporan keuangan dari seorang auditor, sangat diperlukannya sikap kritis terhadap pernyataan-pernyataan yang diberikan terhadap suatu permasalahan. Pernyataan yang tidak valid dapat berpotensi dalam penggiringan opini pada suatu kepentingan tertentu yang tidak objektif. Keabsahan dari bukti-bukti yang diperoleh serta tingkat kewaspadaan akan bukti yang bertentangan perlu diperhatikan secara kritis oleh seorang auditor (Tuanakotta, 2013). Indikasi akan terjadinya kemungkinan salah saji material laporan keuangan yang mungkin disebabkan oleh kesalahaan atau kesengajaan (fraud) dapat diatasi dengan menekankan sikap skeptisme profesional dalam melaksanakan seluruh proses audit (IAASB, 2009). Perwujudan dari skeptisme profesional dapat dilakukan dengan sikap auditor yang selalu meragukan serta mempertanyakan segala sesuatu yang ia temukan, dan kemudian bukti audit yang telah dikumpulkan tersebut dilakukan penilaian sekaligus evaluasi secara kritis serta mengambil keputusan audit sesuai dengan landasan bidang profesi auditor yang baik.
ADVERTISEMENT
Ketika auditor akan melakukan serangkaian prosedur atau tindakan audit, segala persiapan yang perlu dipersiapkan sebelumnya tidak akan berarti jika tidak disertai dengan sikap atau mentalisme skeptisme profesional dalam segala hal yang terjadi selama proses audit yang dilakukan (Arens, dkk., 2011). Namun, dalam bersikap skeptis bukan berarti bagi seorang auditor untuk tidak percayaan, namun selalu berupaya untuk mencari pembuktian sebelum dapat memercayai sekaligus menentukan suatu pernyataan (Center for Audit Quality, 2010). Namun, auditor yang sepenuhnya menjadi skeptis atau memiliki kecurigaan yang berlebihan juga hendaknya tidak dilakukan bagi seorang auditor. Alangkah baiknya bagi auditor untuk menerapkan sikap skeptis secara profesional saja atau dalam melaksanakan tugas profesinya (Basu, 2009). Dengan begitu, auditor dapat menghasilkan hasil audit yang dapat diandalkan sekaligus dipercaya bagi pengguna jasa audit tanpa berpotensi menimbulkan masalah baru dengan pihak berkepentingan lainnya yang disebabkan oleh penerapan sikap skeptis yang berlebihan.
ADVERTISEMENT
Dalam menerapkan skeptisme profesional yang efektif, persepsi bahwa sistem pengendalian internal dari suatu organisasi atau perusahaan berkemungkinan tinggi memiliki celah dan dapat menyebabkan terjadinya fraud perlu dibentuk. Bagi auditor, tidak boleh mengasumsikan bahwa manajemen klien melakukan praktik yang bersih, namun juga tidak berprasangka buruk bahwa manajemen klien telah melakukan fraud (Anugerah, dkk., 2011). Dalam artian, auditor tidak perlu melihat pihak manajemen sebagai pengelola dari perusahaan sebagai pihak yang berbohong atau mencurangi laporan keuangan yang bersangkutan, tetapi sangat diperlukan bagi auditor untuk selalu tidak menutupi pikirannya akan kemungkinan-kemungkinan bahwa pihak pengelola perusahaan berkemungkinan untuk membuat bukti yang tidak sebenarnya, guna mengarahkan atau meraup keuntungan dari kecurangan terhadap laporan keuangan yang mungkin dilakukan. Hal yang dapat dilakukan auditor adalah dengan tidak mudah menyetujui pernyataan yang dibuat oleh satu pihak manajemen untuk digunakan bagi pihak lain tanpa adanya keberadaan bukti yang menguatkan. Sebaiknya, auditor dapat meminta manajemen untuk memberikan fakta atas pernyataan yang dibuatnya yang disertai dengan bukti yang valid (Louwers, 2011).
Sumber: unsplash
Secara berurutan, dalam upaya menumbuhkan pentingnya bersikap skeptisme profesional bagi seorang auditor dapat dilakukan melalui berbagai tahapan, di antaranya sebagai berikut. Pertama, memiliki cara pandang yang kritis akan suatu permasalahan yang dilakukan dengan cara tidak menerima pernyataan secara bulat-bulat tanpa bukti yang sah. Kedua, sigap terhadap permasalahan serta pernyataan yang memiliki indikasi akan penggiringan opini terhadap kepentingan pihak tertentu yang sifatnya tidak objektif, yang kemudian dapat menjadi indikasi akan terjadinya kecurangan data (fraud). Dan terakhir, menilai adanya keberadaan dokumen sekaligus bukti pendukung dengan pikiran yang terbuka dan tetap kritis (IAASB, 2016). Dengan begitu, skeptisme yang profesional menjadi sangat mungkin untuk tercapai bagi mereka yang mau menunjukkan kualitasnya dalam menjalankan profesi audit berikut.
ADVERTISEMENT
Dengan menerapkan skeptisme profesional dalam diri seorang auditor, auditor dapat mengajukan pertanyaan yang bersifat investigatif serta menganalisis pernyataan dan jawaban klien secara kritis, dan kemudian dapat membandingkan hasil analisis yang dilakukannya berdasarkan bukti-bukti yang telah diperoleh secara hati-hati dan tepat. Selain itu, dapat dikatakan auditor akan jauh lebih berinisiatif untuk mencari informasi secara lebih lanjut atau mendalam dari manajemen terhadap keputusan-keputusan akuntansi yang diambil, dan kemudian dapat menilai kinerjanya sendiri dalam proses pengumpulan atau penggalian bukti-bukti audit yang mendukung berbagai keputusan yang diambil oleh manajemen tersebut. Efektifitas dan efisiensi audit kemudian akan dipertaruhkan dengan penerapan yang ditunjukkan dengan dijalankannya atau tidak sikap atau mentalitas skeptisme profesional. Menurut Financial Reporting Council (2010), skeptisme yang terlalu rendah akan memperburuk kualitas efektivitas audit, sedangkan jika terlalu tinggi hanya akan meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan. Namun perlu diingat, auditor diharapkan tidak hanya memenuhi standar prosedur yang sudah ada, namun juga diperlukannya keberanian untuk beradu argumentasi dengan pernyataan yang telah dibuat pihak manajemen dikarenakan jika tidak demikian, maka auditor tidak akan dapat menjalankan perannya sebagai pencegah sekaligus pendeteksi fraud (Financial Reporting Council, 2010).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa dengan menerapkan tingkat skeptisme profesional yang tepat bagi seorang auditor dalam profesinya, auditor dapat mencegah sekaligus mendeteksi kecurangan yang disebabkan oleh fraud atau manipulasi yang dilakukan oleh oknum berkepentingan. Pemikiran kritis dalam melakukan pengumpulan serta penilaian bukti dan dokumen penting terhadap manajer sangat perlu ditekankan guna mencegah suatu pihak berkepentingan yang berkemungkinan melakukan fraud terhadap bukti yang dikumpulkan tidak dapat meraup keuntungan dari baliknya. Dengan cara meragukan serta mempertanyakan segala sesuatu yang ditemukan seorang auditor dan kemudian melakukan penilaian bukti audit serta mengambil keputusan, perlu dilakukan secara objektif tanpa dipengaruhi oleh penggiringan opini pihak yang berkepentingan tersebut. Namun, skeptisme yang terlalu kurang atau berlebihan juga tidaklah baik, karena dapat memengaruhi keefektifan dan efisiensi hasil audit. Terlepas dari itu, sikap atau mentalitas skeptisme profesional sangatlah penting diterapkan oleh seorang auditor sebagai suatu profesional yang ahli dalam bidangnya, yang dimana skeptisme profesional sendiri juga merupakan suatu keharusan dan ditunjukkan sebagai salah satu persyaratan yang tercantum di dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka:
Djohar, Randy Adisaputra. (2012). Faktor-faktor yang Berkontribusi terhadap Skeptisisme Profesional. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.
Idawati, Wiwi. (2020). Analisis Pendeteksian Kecurangan pada Laporan Keuangan. Behavorial Accounting Journal, Vol. 3, No. 1, hal. 55-59.