HAM Perempuan dan Janin Dipersempit Akibat Overkriminalisasi Aborsi

ventadevina
Saya merupakan mahasiswa semester empat Universitas Airlangga yang menyukai kegiatan menulis dengan topik seputar Hak Asasi Manusia.
Konten dari Pengguna
21 Maret 2022 14:32 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ventadevina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi HAM perempuan yang dikekang oleh hukum akibat aborsi. Foto : Venta Devina
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi HAM perempuan yang dikekang oleh hukum akibat aborsi. Foto : Venta Devina

Semua manusia pasti mempunyai hak asasi manusia dari lahir yang selalu mengikat, termasuk perempuan. Namun, masih ada pengekangan dalam penerapan HAM bagi perempuan untuk melakukan tindakan aborsi.

ADVERTISEMENT
Jaminan hak asasi manusia dapat dilihat pada pasal 28A Undang-Undang Dasar 1945 dengan bunyi “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya” (Komisi Yudisial, 1945). Penulisan kata ‘setiap orang’ mencakup segala usia, termasuk anak-anak. Anak-anak di Indonesia mempunyai jaminan hak untuk hidup yang dimuat dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
ADVERTISEMENT
Usia anak-anak yang dimaksud dalam pasal tersebut ialah anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun termasuk janin di dalam kandungan. Namun, seiring berjalannya waktu terdapat beberapa permasalahan terkait jaminan untuk hidup bagi janin di dalam kandungan terutama dalam kasus abortus provocatus.
Pengertian abortus provocatus menurut Mianna Lotz di dalam Termination of Pregnancy, adalah aborsi yang dilakukan dengan sengaja. Abortus provocatus di Indonesia juga sering disebut dengan aborsi. Banyak penyebab perempuan memilih untuk melakukan abortus provocatus karena adanya masalah kesehatan dan kehamilan tidak dikehendaki yang hadir tanpa adanya persiapan kehamilan dari perempuan tersebut.
Kasus aborsi di Indonesia berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, sudah mencapai angka 228 per 100 ribu angka kelahiran hidup. Angka tersebut tidak didukung dengan tersedianya akses kesehatan yang layak. Angka tersebut mungkin akan berbeda dengan kejadian nyata. Berdasarkan kutipan dari Media Indonesia, masih banyak kasus aborsi ilegal yang dalam satu klinik ilegal bisa mengaborsi sebanyak 2.638 pasien (Suhardi, 2020).
ADVERTISEMENT

Pertentangan Status Moral dan Hak Hidup Dalam Kontroversi Aborsi

Tingginya angka aborsi ilegal membuktikan bahwa ada indikasi keterbatasan perempuan untuk memilih suatu pilihan bagi kehamilannya. Hal itu yang menyebabkan penyempitan ruang perempuan untuk melanjutkan kehamilannya hingga saat melahirkan yang menimbulkan dilema.
Rasa dilema muncul disebabkan tindakan aborsi yang masih menjadi kontroversi di Indonesia. Menurut pandangan masyarakat, tindakan aborsi dianggap bertentangan dengan norma sosial, agama, dan moral. Namun, permasalahan utama dari perilaku aborsi terdapat pada status moral janin. Berbagai macam kontroversi ini akhirnya melahirkan beragam pandangan dalam ranah intelektual.
Pandangan pertama dari Kaum Liberal yang condong untuk setuju dengan tindakan aborsi karena janin tidak bisa hidup sendiri dan memerlukan tubuh ibunya. Oleh karena itu, ibu memiliki hak untuk melakukan aborsi apabila masa kehamilan tersebut membahayakan kehidupan atau bahkan karena tindakan pemerkosaan. Tidak hanya berhenti pada opini tersebut, pandangan kaum liberal juga lahir dari Mary Ann Warren dengan konsep kepribadian.
ADVERTISEMENT
Konsep kepribadian mencakup penjabaran kriteria seorang pribadi. Kriteria pribadi tersebut mencakup dari kesadaran akan objek dan peristiwa internal atau eksternal, kemampuan menalar mempertimbangkan dan memecahkan problema yang baru dan relatif kompleks, self-motivated activity, kemampuan untuk berkomunikasi, dan adanya konsep tentang diri dan kesadaran diri. Berdasarkan penjabaran tersebut, janin tidak dikategorikan sebagai pribadi manusia.
Lalu juga muncul pertentangan dari Kaum Konservatif yang memiliki pemikiran teguh untuk tidak setuju dengan perilaku aborsi. Menurut Kaum Konservatif, tindakan aborsi adalah tindakan pembunuhan.
Pertentangan dari dua kubu pandangan ini yang akhirnya melahirkan pandangan yang cenderung netral dari Kaum Moderat. Pendapat Kaum Moderat dinilai sebagai jalan keluar dari pandangan dua kubu tentang status moral janin. Kaum Moderat memiliki pandangan tentang aborsi dapat dilakukan di usia-usia awal kehamilan demi ‘kepentingan’ si ibu, tetapi ketika usia kehamilan mencapai umur pertengahan dan janin sudah terbentuk menyerupai pribadi maka aborsi dilarang. Pengecualian aborsi diperbolehkan dengan alasan vital kesehatan perempuan yang mengandung (Atalim, 2011).
ADVERTISEMENT

Pengaturan Aborsi dari Sudut Pandang Hukum

Pengaturan pada hukum nasional, aborsi mempunyai berbagai payung hukum yang bertentangan isinya. Pertentangan ini terjadi antara payung hukum di Pasal 299, 346, 347, 348, 349, dan 535 KUHP bertentangan dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menggantikan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992. Hampir sama dengan yang terjadi dalam pertentangan pandangan akan status moral janin dari aborsi.
Pada dua landasan hukum ini terjadi pertentangan yang mana pada KUHP Pasal 299, 346, 347, 348, 349, dan 535 yang lebih menentang tindakan aborsi disengaja meskipun ada persetujuan perempuan yang mengandung. Namun, pada Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menggantikan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 melegalkan tindakan aborsi apabila ada alasan khusus, seperti permasalahan kesehatan atau korban dari pemerkosaan.
ADVERTISEMENT
Pengaturan Hukum Pidana pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang aborsi dikategorikan sebagai hukum pidana umum (Lex Generale) sedangkan pada Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 dikategorikan dalam hukum pidana khusus (Lex Spesialis) (Charles Situmorang, 2018).
Antara dua kategori hukum pidana tersebut, kedudukan hukum pidana khusus lebih didahulukan. Dengan kata lain, tindakan aborsi legal dilakukan dengan beberapa alasan khusus. Namun, masih ada kekurangan dalam Undang-Undang Kesehatan di Pasal 75 tentang indikasi kedaruratan medis dan Pasal 194 berkaitan dengan penjatuhan pidana penjara (Salamor and Rochaeti, 2015).
Tidak hanya pada dua landasan hukum tersebut, masih ada pembatasan hak dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Pasal 31 ayat (2) yang membatasi perempuan korban pemerkosaan untuk melakukan aborsi karena perempuan korban pemerkosaan hanya diperbolehkan aborsi dengan maksimal usia kandungan empat puluh hari.
ADVERTISEMENT
Akibat tiga landasan hukum yang terdapat kontradiksi, mengakibatkan masih maraknya tindakan overkriminalisasi atau tindakan kriminalisasi berlebihan terhadap setiap perempuan yang melakukan aborsi meskipun terdapat indikasi medis atau korban pemerkosaan (YLBHI, 2019). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pertentangan status moral dan hak hidup janin serta kurangnya payung hukum menyebabkan overkriminalisasi.
Akibatnya, hak-hak perempuan mengandung menjadi terbatas. Terlebih dampak dari tindakan kriminalisasi berlebihan dapat merenggut aksesibilitas perempuan terhadap tindakan kesehatan yang aman atas aborsi karena tenaga medis akan merasa kurang dijamin legalitasnya dalam melakukan tindakan aborsi.
Oleh karena itu, pemerintah seharusnya melakukan pertimbangan moral dalam melakukan pemutusan hukum untuk memperkaya atau memperkuat putusan hukum karena moralitas seharusnya menjadi dasar dari hukum.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pemerintah perlu mengubah peraturan-peraturan terkait aborsi menjadi lebih jelas agar aksesibilitas perempuan yang ingin melakukan aborsi dapat lebih terjamin dan sesuai standar medis. Peraturan tentang pengedaran obat atau sarana untuk melakukan pengguguran kandungan juga perlu dilakukan untuk melindungi hak hidup atas kesehatan reproduksi perempuan.
REFERENSI
Atalim, S. (2011) ‘Perspektif Moralitas Dalam Perkara Aborsi’, Jurnal Yudisial, IV(03), pp. 308–323. Available at: https://jurnal.komisiyudisial.go.id/index.php/jy/article/view/185.
Charles Situmorang, S. H. (2018) Ketentuan Aborsi Bagi Korban Pemerkosaan, hukumonline.com. Available at: https://www.hukumonline.com/klinik/a/ketentuan-aborsi-bagi-korban-pemerkosaan-lt5a152c3faed27 (Accessed: 22 February 2022).
Komisi Yudisial (1945) PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945. Indonesia.
Salamor, A. M. and Rochaeti, N. (2015) ‘Perspektif Pembaharuan Hukum Nasional’, 11.
Suhardi, G. (2020) 2 Juta Janin Digugurkan, Media Indonesia. Available at: https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1914-2-juta-janin-digugurkan (Accessed: 25 February 2022).
ADVERTISEMENT
YLBHI (2019) Over-kriminalisasi pada Pasal-Pasal RKUHP Mengesampingkan Aspek Kesehatan Masyarakat, Siaran Pers. Available at: https://ylbhi.or.id/informasi/siaran-pers/over-kriminalisasi-pada-pasal-pasal-rkuhp-mengesampingkan-aspek-kesehatan-masyarakat/ (Accessed: 22 February 2022).