Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pengaruh Media Sosial Terhadap Kecerdasan Budaya Masyarakat
30 Desember 2020 5:43 WIB
Tulisan dari Venta Ridha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi kegenerasi. Sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri untuk pengaruh teknologi komunikasi terhadap seluruh aspek kebudayaan kehidupan bangsa. (Salman, 2018).
ADVERTISEMENT
Di zaman yang sudah serba canggih ini, hampir setiap orang yang memiliki smartphone yang juga memiliki akun media sosial. Media sosial adalah sebuah perangkat publik dan terbuka yang menjadi sebuah instrumen kritis untuk orang saling berbagai dan membangun sebuah hubungan. (Sandel, 2014; Li dan Chen, 2014). Misalnya seperti Instagram, Twitter, Facebook, Youtube, Line, Path, TikTok, Whatsapp, Telegram, dan lain sebagainya. Pada zaman dahulu, berkenalan dengan seseorang dilakukan dengan cara konvensional, yang biasanya diiringi dengan saling tukar kartu nama atau alamat rumah mereka. Dan bedanya dengan sekarang, setiap kita bertemu orang baru justru cenderung untuk bertukar akun media sosialnya dan menjalin pertemanan di sana.
Bagi khalayak apalagi di kalangan remaja, media sosial seakan sudah menjadi hal wajib, hampir 24 jam mereka tidak lepas dari smartphone untuk menggunakan sosial medianya. Riset yang dipublikasikan oleh Crowdtap, Ipsos MediaCT, dan The Wall Street Journal pada tahun 2014 melibatkan 839 responden dari usia 16 hingga 36 tahun menunjukkan bahwa jumlah waktu yang dihabiskan khalayak untuk mengakses media sosial dan internet mencapai 6 jam 46 menit per hari, melebihi aktivitas untuk mengakses media tradisional. Meski hanya bisa digunakan terbatas dan tanpa bermaksud membuat pernyataan bahwa inilah perilaku semua khalayak di dunia, hasil riset tersebut menunjukkan bahwa media tradisional tidak lagi menjadi media yang dominan diakses oleh khalayak. Kebutuhan akan menjalin hubungan sosial di internet merupakan alasan utama yang dilakukan oleh khalayak dalam mengakses media. Dan Kondisi seperti ini tidak bisa didapatkan ketika khalayak mengakses media tradisional. (Nasrullah, 2015).
ADVERTISEMENT
Pengaruh serta efek yang terjadi dari kemajuan dan perkembangan teknologi telekomunikasi ini adalah adanya perubahan hubungan sosial kemasyarakatan itu sendiri, hal ini dikarenakan sifat fleksibelitas untuk masuk ke setiap individu. Situasi seperti ini akan menimbulkan perubahan yang terjadi khususnya pada aspek sosial budaya. Masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini yaitu masalah toleransi yang banyak disebarkan di media sosial.
Lantas, bagaimana cara yang tepat untuk meningkatkan peranan dari media tersebut dalam meningkatkan toleransi masyarakat. Dalam konteks masyarakat Indonesia, toleransi merupakan suatu hal yang penting. Toleransi menurut Lyn Parker (dalam Tirto.id, 2017), menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Menurut Parker, Indonesia pasca tumbangnya Orde Baru 1998, menghadirkan banyak kaum-kaum fundamental dan intoleran (Tirto.id, 2017). Oleh sebab itu, ia mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan lebih banyak material terkait toleransi, salah satunya melalui integrasi ke dalam kurikulum sekolah (Tirto.id, 2017). Selcuk Yeke dan Fatih Semerciöz (2016) menyatakan bahwa seseorang yang memahami megnenai perbedaan budaya dan bisa melakukan toleransi memiliki satu kapabilitas penting tertentu. Kapabilitas yang dimaksudkan oleh Yeke dan Semerciöz adalah kecerdasan budaya (Yeke & Semerciöz, 2016).
ADVERTISEMENT
Hal ini dapat diartikan bahwa kita dapat mengukur tingkat toleransi seseorang dengan menggunakan kecerdasan budaya yang dimilikinya. Semakin tinggi tingkat kecerdasan budayanya maka akan semakin tinggi pula kemampuannya dalam bertoleransi di masyarakat. Informasi-informasi yang tersebar luas di media sosial banyak sekali yang digunakan sebagai alat pemecah belah bangsa. Hal demikian berkaitan dengan apa yang diteliti oleh Garretson (2015), dimana ia mengatakan bahwa subtansi dari isi di dalam media akan mempengaruhi pemahaman seseorang tentang budaya tertentu. Sedangkan penelitian ini menyatakan bahwa kecerdasan budaya seseorang terpengaruhi oleh penggunaan media sosial untuk informasional seseorang.
Untuk itu, hal ini dapat diartikan bahwa isi konten dari media sosial yang memiliki esensi negatif akan berpengaruh khususnya terhadap kecerdasan budaya seseorang yang berisikan pemahaman pemahaman yang negatif pula. Apabila isi konten yang ada dalam media sosial mempengaruhi kecerdasan budaya seseorang, itu artinya perlu adanya sebuah perlawanan untuk menghindari dampak-dampak negatif dari media sosial yang mungkin muncul.
ADVERTISEMENT
Untuk mengurangi dampak dampak negatif yang akan terjadi, dapat dilawan dengan cara menginventori informasi-informasi yang akurat dan tepat, orang yang mengakses media sosial yang tujuannya memperoleh informasi pun dapat menerima informasi yang sesuai. Sehigga, ketika mereka menerapkan informasi yang mereka dapatkan dari media sosial tersebut, dapat dipergunakan untuk menciptakan interaksi sosial dan hubungan kemasyarakatan yang positif dan tentu saja didasarkan pada toleransi.