Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Kebijakan PPN 12%: Solusi Bagi Negara, Beban Bagi Masyarakat
14 Januari 2025 12:17 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Verona tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah salah satu sumber utama pendapatan negara. Namun, apakah kebijakan menaikkan PPN menjadi 12% mampu mencapai tujuan pemerintah atau justru menambah beban masyarakat?
ADVERTISEMENT
Pada Selasa (31/12/2024), Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Kebijakan ini merupakan amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dengan tujuan untuk menjaga daya beli masyarakat, menjaga inflasi rendah, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah, yaitu barang dan jasa tertentu yang selama ini sudah terkena PPN Barang Mewah.
“Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah, yaitu barang dan jasa tertentu yang selama ini sudah terkena PPN Barang Mewah, yang dikonsumsi oleh golongan masyarakat berada, masyarakat mampu.” Ujar Prabowo dalam Keterangan Pers tentang Tarif PPN 12% di Kementrian Keuangan Jakarta, 31 Desember 2024.
ADVERTISEMENT
Lantas, barang-barang mewah apa saja yang terkena PPN 12%?
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 15/PMK. 03/2023, barang dan jasa mewah yang dikenakan tarif PPN 12%, meliputi:
1. Hunian Mewah (Tarif PPnBm 20%)
Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house dan sejenisnya dengan jual sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) atau lebih.
2. Balon Udara, Pesawat Udara, dan Peluru Senjata Api (Tarif PPnBM 40%)
a. Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak.
b. Kelompok peluru senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara: peluru dan bagiannya, tidak termasuk peluru senapan angin.
3. Pesawat dan Senjata Api (Tarif PPnBm 50%)
ADVERTISEMENT
a. Kelompok pesawat udara selain yang dikenakan tarif 40% kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga:
a.1 Helikopter
a.2 Pesawat udara dan kendaraan udara lainnya, selain helikopter.
b. Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara:
- Senjata artileri
- Revolver dan Pistol
- Senjata api (selain senjata artileri, revolver dan pistol) dan peralatan semacam itu yang dioperasikan dengan penembakan bahan peledak.
4. Kapal Pesiar (Tarif PPnBm 75%)
Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum:
a. Kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, kecuali untuk dari semua kepentingan negara atau angkutan umum.
ADVERTISEMENT
b. Yacht, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum atau usaha pariwisata.
Barang-barang tersebut jelas menyasar kalangan atas, namun efeknya bisa meluas. Kenaikan harga barang dan jasa mewah ini dapat merembet ke sektor lain, termasuk industri pendukung, tenaga kerja dan layanan terkait. Siapa yang akhirnya menanggung beban? Lagi-lagi masyarakat umum.
Kebijakan ini menuai beragam tanggapan dari masyarakat, ada yang menganggapnya sebagai upaya positif untuk pembangunan, sementara yang lain melihatnya sebagai beban tambahan bagi rakyat. Dengan kenaikan PPN menjadi 12% dapat meningkatkan pendapatan negara yang nantinya dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan publik yang bermanfaat bagi masyarakat luas sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kebijakan ini juga dianggap dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya pendanaan yang lebih baik untuk proyek-proyek besar, diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan daya beli masyarakat.
ADVERTISEMENT
Namun dengan adanya kenaikan PPN ini akan berdampak pada kenaikan harga yang dapat mengubah pola permintaan barang mewah, sehingga konsumen mungkin akan menunda pembelian atau mencari alternatif yang lebih terjangkau. Penurunan permintaan ini dapat berdampak pada penjualan di sektor barang mewah. Kenaikan pajak juga dapat menimbulkan ketidakpastian di kalangan pelaku usaha. Mereka mungkin menunda investasi atau pengembangan usaha yang pada akhirnya dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Bahkan, konsumen kelas atas sekalipun cenderung mencari celah untuk menghindari pajak. Pada akhirnya, target penerimaan negara bisa meleset jauh dari harapan.
Meskipun kebijakan PPN 12% sudah resmi diberlakukan, masih banyak masyarakat yang merasa bingung mengenai penerapan aturan ini sehingga rentan disalahpahami. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi yang menyeluruh terkait daftar barang dan jasa yang terkena PPN 12%. Jika pemerintah benar-benar serius, mengapa tidak adanya edukasi yang masif sebelum aturan ini diterapkan? Kebijakan yang dibuat tergesa-gesa hanya akan memperbesar kesenjangan antara pemerintah dan rakyatnya. Sejumlah pengamat juga menilai bahwa pemerintah perlu mempercepat penyusunan aturan turunan dan memberikan panduan yang jelas untuk mengurangi potensi kebingungan di lapangan. Langkah ini penting untuk memastikan kebijakan dapat berjalan secara efektif tanpa menimbulkan ketidakpastian di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Jika pemerintah ingin kebijakan ini diterima, langkah konkret harus diambil. Sosialisasi yang luas dan transparansi alokasi dana sangatlah penting. Jangan sampai kebijakan ini hanya menjadi dalih untuk menambah kas negara tanpa memberikan dampak nyata bagi masyarakat luas. Kenaikan PPN 12% ini mungkin dimaksudkan untuk menyasar kalangan atas, tetapi dampak jangka panjangnya bisa meluas ke seluruh lapisan masyarakat. Jika pemerintah tidak hati-hati, kebijakan ini bisa menjadi bumerang yang justru memperlebar ketimpangan sosial dan mengurangi kepercayaan publik. Apakah ini langkah yang benar-benar bijak, atau hanya solusi instan yang penuh risiko? Saatnya pemerintah mendengarkan suara rakyat dan memastikan kebijakan ini benar-benar berpihak pada semua, bukan hanya segelintir pihak.