Broken Home Mengancam Munculnya Gangguan Kesehatan Psikologis Anak

Veronica Agustina Darida
Mahasiswi UPN VETERAN JAKARTA
Konten dari Pengguna
17 Desember 2020 22:00 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Veronica Agustina Darida tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perceraian Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perceraian Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Apakah kamu tahu apa itu broken home? Broken home adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan situasi di mana terjadinya perpecahan hubungan yang harmonis dalam keluarga yang menimbulkan kekacauan peran tiap anggota keluarga dalam menjalankan kewajiban dari peran masing-masing. Broken home terjadi disebabkan oleh banyak alasan, di antaranya terjadi kesalahpahaman antar orang tua, minimnya komunikasi yang terjalin antar anggota keluarga dan adanya tindakan yang tidak pantas yang dilakukan oleh salah satu pasangan suami istri (perselingkuhan), dan diakhiri oleh sebuah perceraian.
Tanpa kita sadari, hubungan yang tidak harmonis dalam keluarga atau yang sering disebut broken home ini memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap kondisi kesehatan psikologis seorang anak yang mengalaminya. Dari banyak kasus yang terjadi, anak yang mengalami broken home memiliki ketergangguan pada psikologisnya. Menurut para peneliti dari University Of New Hampshire Cooperative Extension pengaruh kondisi psikologis anak yang mengalami broken home berbeda-beda. Hal ini tergantung pada usia anak tersebut ketika orang tua bercerai, jarak kedekatan seorang anak dengan orang tuanya dan kepribadian anak itu sendiri. Gangguan psikologis itu bermula muncul karena terjadinya pertengkaran dan tindak kekerasan antara orang tua yang terus-menerus. Tanpa disadari, kondisi tersebut dapat melukai hati anak dan menjadi suatu ingatan negatif yang kuat bahkan dapat menimbulkan trauma mendalam.
Banyak dampak negatif dari broken home yang muncul pada diri anak. Salah satunya adalah masalah emosional. Keretakan hubungan orang tua yang terjadi menyebabkan kondisi kerja otak dan emosi pada anak dapat terganggu. Apalagi jika usia anak tersebut sudah memasuki tahap remaja. Pada tahap remaja, emosi seseorang belum seutuhnya teratur atau labil. Anak usia remaja yang mengalami broken home biasanya berperilaku yang tidak wajar. Perilaku tersebut seperti bertindak dengan anarkis dan kasar, tidak peduli dengan sekitar, dll.
ADVERTISEMENT
Pada masa ini banyak remaja yang mengalami depresi. Hal ini mungkin terjadi karena adanya masalah emosional yang menggangu remaja tersebut. Dalam kasus broken home, seorang anak dapat menderita depresi karena adanya luka mendalam dan belum terselesaikan. Yang menyebabkan anak tersebut memiliki perasaan tidak berguna dan tidak memiliki harapan lagi dalam hidup sehingga memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Selain menggangu masalah emosional, broken home juga dapat mengganggu masalah pendidikan dan masalah hubungan sosial anak tersebut dengan lingkungan. Menurut penelitian para riset, anak yang mengalami broken home memiliki minat belajar yang minim, sehingga tidak sedikit anak broken home mengalami kegagalan di bidang Pendidikan. Selain itu, anak yang mengalami broken home cenderung melakukan perilaku menyimpang seperti bullying, memberontak, bersikap apatis terhadap lingkungan, dan bersikap destruktif terhadap diri dan lingkungannya, seperti merokok, minum-minuman keras, judi, dan free sex.
ADVERTISEMENT
Tentu kita tidak mau hal itu terjadi pada anak kita. Setiap anak pasti memiliki impian untuk memiliki keluarga yang rukun, damai, dan penuh kasih sayang. Lalu apa cara yang dapat dilakukan orang tua untuk menghindari keretakan hubungan dalam keluarga? Ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu memiliki dan membangun kesadaran dari masing-masing orang tua tentang apa yang seharusnya mereka lakukan sebagai figur Ayah dan Ibu, meningkatkan keimanan kepada Tuhan dengan beribadah bersama, saling memiliki jalinan komunikasi yang eksklusif dan intim, dan menunjukkan rasa cinta kasih antaranggota keluarga. Dengan cara seperti itu maka akan tercipta situasi dan kondisi yang penuh kehangatan dalam keluarga. Sehingga dapat mengurangi kasus broken home di masyarakat yang menimbulkan banyak masalah, terutama masalah ketergangguan psikologis yang dialami anak tersebut dalam keluarga.
ADVERTISEMENT