Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
5 Makna Mengagumkan dari Dongeng dalam Drama Korea It’s Okay to Not Be Okay
18 Januari 2021 11:09 WIB
Tulisan dari Juwanti Ovianingsi Panusi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Drama Korea it’s okay to not be okay yang dibintangi oleh Kim Soo Hyun sebagai Moon Gang Tae dan Seo Ye Ji sebagai Ko Mun Yeong merupakan drama keluarga yang romantis, dengan sedikit unsur slasher didalamnya. Drama korea memang identik dengan alur cerita yang unik dan sering tidak bisa ditebak. Kadang membuat para penonton tertawa terpingkal, marah, bingung, bahkan menangis sesegukan. Drama ini memiliki alur yang sangat unik karena diselingi dengan kisah dongeng yang berbeda setiap episodenya.
ADVERTISEMENT
Dikisahkan dalam film, Ko Mun Yeong merupakan seorang pengarang dan penulis cerita dongeng dengan kisah dan ilustrasi yang sadis namun punya makna yang sangat dalam. Penulis aslinya Jo Yong, mengeluarkan lima buku dongeng yang sama persis seperti dalam drama ini dengan ilustrator dari Jamsan Art. Dongeng-dongeng ini singkat namun berisi pelajaran yang dapat membuat para pembaca kagum ketika selesai membacanya. Berikut sudah dirangkum 5 buku dongeng karya Jo Yong dengan pelajaran berharganya:
1. “Ingatlah dan hadapi. Jika tak dihadapi, kau hanya akan selalu menjadi anak kecil dengan jiwa yang tak bertumbuh.”
Kutipan diatas merupakan bait akhir dari buku dongengnya yang berjudul “The Boy Who Fed on Nightmares (Anak Lelaki yang Penuh Ketakutan)”. Cerita ini mengisahkan anak lelaki yang meminta penyihir menghapus semua kenangan buruknya dari masa lalu. Namun ketika tumbuh semakin besar, anak lelaki ini sama sekali tidak bahagia, ia kemudian bertanya kepada penyihir mengapa kenangan buruknya hilang namun ia tidak bahagia? Sang penyihir menjawab “Kenangan yang menyakitkan, kenangan akan penyesalan, kenangan saat melukai dan dilukai, kenangan saat dibuang dan kembali. Orang yang bisa tumbuh bersama kenangan itu, akan menjadi lebih kuat, bersemangat, dan mudah menyesuaikan diri. Orang seperti itu yang bisa mendapatkan kebahagiaan. Jangan lupakan semua itu.”
ADVERTISEMENT
2. “Ibu. Kau hangat sekali.”
Kalimat itu ada pada bait terakhir buku dongeng dengan judul “Zombie Kid”. Cerita ini mengisahkan seorang ibu yang membesarkan anaknya yang ia pikir adalah zombie, sang ibu mencuri ternak untuk memberi anaknya makan hingga akhirnya ia harus mengorbankan tubuhnya sendiri untuk dimakan oleh anaknya. Ketika sang anak memanjat tubuh ibunya, ia memeluk ibunya dan berbicara untuk pertama kali dengan mengatakan sang ibu sangat hangat.
Makna dari dongeng ini adalah hubungan keluarga terlebih orang tua dan anak sangat penting untuk dijaga, jangan berbicara ketika sudah terlambat. Beberapa orang tua berpikir anaknya hanya butuh material makanan dan kebutuhan lain, padahal sang anak hanya perlu kehangatan. Begitupun anak yang rakus kadang tidak mengetahui perjuangan orang tua membahagiakannya.
ADVERTISEMENT
3. “Karena sudah lama terikat, aku lupa cara melepaskannya”
Kutipan ini ada pada bait akhir dongeng berjudul “The Cheerful Dog”. Mengisahkan seekor anjing riang yang terikat dibawah pohon rindang, ia sangat disukai penduduk desa. Setiap siang ia bermain-main dengan semua orang yang lewat, namun pada malam hari ia kesepian dan menangis karena terikat dan tak bisa melepaskan ikatannya. Suatu ketika suara hati anjing itu bertanya “Kenapa tak melepaskan ikatan lehermu dan melarikan diri?” sang anjing menjawab bahwa ia lupa caranya.
Kadang kebiasaan yang mengikat diri kita membuat kita tidak bebas dan bahagia melakukan sesuatu, namun karena kita lama terikat dengan kebiasaan itu, kita bingung bagaimana cara melepaskannya.
4. “Kau adalah kegagalan yang hanya bisa diterima dan tak bisa berikan apapun.”
Kisah ini ada pada buku yang keempat berjudul “The Hand The Monkfish (Tangan dan Sang Ikan Monkfish)”. Sama seperti pada buku kedua, buku ini juga menceritakan kisah ibu dan anak. Sang ibu sangat mengasihi anaknya yang cantik, ia selalu menyuapi makan anaknya dan menyuruh anaknya cukup membuka mulut saja. Ketika anaknya belajar berjalan, sang ibu berlari dan menggendongnya karena ia terlalu mengasihi anaknya. Ketika sang ibu sudah tua dan tidak kuat, ia berkata “Anakku yang kucintai, Mulai sekarang, tolong sediakan aku makanan.” Namun mirisnya sang anak menjawab “Ibu, aku tak punya tangan. Tanganku menghilang karena tak pernah digunakan”. lalu ia berkata lagi “Ibu, aku juga tak punya kaki. Aku tak pernah menginjak tanah karena kau terus menggendongku. Namun aku memiliki mulut yang sangat besar.” Sang ibu akhirnya membuang anaknya kelaut seperti ikan monkfish dengan mulut besar.
ADVERTISEMENT
Kisah ini menggambarkan anak yang terlalu bergantung pada orang tua hingga tidak tau melakukan apa-apa ketika ia dewasa. Terkadang orang tua yang katanya ‘mengasihi’ anaknya, keliru mengajarkan ilmu kehidupan yang berguna untuk bekal anak itu di masa depannya.
5. Melihat kedua temannya menemukan jati diri, anak lelaki yang melepas kotaknya berkata,“Aku bahagia.”
Dongeng pada episode terakhir drama ini berjudul “Finding The Real Face (Mencari Jati Diri Sesungguhnya)”. Mengisahkan tiga anak; anak pertama selalu memakai topeng dengan senyum palsu, anak kedua memiliki badan berbentuk tong kosong tanpa emosi, dan anak yang kepalanya terjebak dalam kotak. Mereka tak bisa menunjukan ekspresi sesungguhnya karena jati diri mereka diambil oleh penyihir. Dalam perjalanan mencari jati diri yang hilang, mereka bertemu sosok-sosok yang menambah pelajaran dalam hidup mereka. Hingga akhirnya si pemakai topeng dan si tong kosong diculik oleh penyihir kedalam gua yang sempit. Anak dengan kotak dikepala berusaha menyelamatkan dua temannya namun ia harus melepaskan kotaknya agar bisa muat dalam gua. Ketika ia melepaskan kotaknya, kedua temannya tertawa hingga topeng dan tong dibadan mereka masing-masing terlepas. Merekapun menemukan ekspresi mereka masing-masing karena terlepas dari barang-barang itu.
ADVERTISEMENT
Pelajaran dari dongeng ini adalah kita terkadang terlalu takut untuk keluar dari zona nyaman kita. Penulis menggambarkan barang-barang milik ketiga anak itu adalah halangan yang menutupi siapa diri kita sebenarnya membuat kita merasa tidak memiliki jati diri. Padahal sebenarnya “Apa yang dirampas oleh Penyihir Jahat bukan jati diri mereka yang sesungguhnya. tapi keberanian untuk mencari kebahagiaan itu.”
Pelajaran hidup akan terus ada tak peduli berapapun usia kita. Meskipun hanya cerita dongeng, semoga makna dari cerita-cerita ini menjadi amanat yang berarti baik bagi semua yang membacanya.
Jika masih penasaran, drama It’s Okay To Not To Be Okay boleh menjadi referensi tontonan karena masih sangat banyak pelajaran hidup yang dapat diambil. Buku dongeng diatas baru dijual dalam versi bahasa korea saja, jadi nonton film adalah pilihan tepat bagi fans internasional!
ADVERTISEMENT