Konten dari Pengguna

Menyusun Ulang Panggung Digital: Peluang dan Risiko RUU Penyiaran Baru

Reinhart Antonio Barus
Mahasiswa Universitas Medan Area, Jurusan Ilmu Komunikasi
2 Juli 2024 13:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Reinhart Antonio Barus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber AI
zoom-in-whitePerbesar
Sumber AI
ADVERTISEMENT
Di tengah gempuran teknologi dan informasi yang tiada henti, Indonesia sedang bersiap untuk menyusun ulang panggung digitalnya melalui RUU Penyiaran baru. Langkah ini diharapkan mampu menjawab tantangan zaman sekaligus memberikan kerangka kerja yang lebih relevan bagi industri penyiaran yang terus berkembang. Namun, apakah RUU ini benar-benar bisa menjadi jembatan yang menghubungkan aspirasi dan realitas di era digital?
ADVERTISEMENT
RUU Penyiaran baru berusaha untuk mengakomodasi perubahan besar dalam lanskap media. Saat ini, kita hidup di dunia di mana televisi tidak lagi menjadi satu-satunya raja informasi dan hiburan. Platform digital seperti YouTube, Netflix, dan layanan streaming lainnya telah merevolusi cara kita mengonsumsi konten. Dalam konteks ini, RUU tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa semua bentuk media penyiaran, baik tradisional maupun digital, berada dalam satu kerangka regulasi yang jelas dan adil.
Salah satu fokus utama RUU ini adalah migrasi dari penyiaran analog ke digital. Ini adalah langkah yang penting mengingat keunggulan teknologi digital dalam hal efisiensi dan kualitas siaran. Namun, transisi ini tidak boleh meninggalkan siapa pun di belakang. Masyarakat di daerah terpencil, yang mungkin masih bergantung pada teknologi analog, harus tetap mendapatkan akses yang setara terhadap informasi dan hiburan. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan adanya investasi yang memadai dalam infrastruktur dan pendidikan teknologi untuk mendukung transisi ini.
ADVERTISEMENT
Selain itu, RUU ini juga menekankan pentingnya mendukung dan mempromosikan konten lokal. Di tengah derasnya arus konten asing, menjaga keberagaman budaya lokal menjadi semakin penting. Namun, dukungan terhadap konten lokal harus lebih dari sekadar regulasi; harus ada insentif konkret bagi kreator lokal untuk berkembang. Ini termasuk bantuan inansial, pelatihan teknis, dan akses ke teknologi produksi mutakhir. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa konten lokal tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang dan bersaing di pasar global.
Namun, setiap regulasi yang mengatur konten harus dilaksanakan dengan hati-hati. Regulasi yang terlalu ketat bisa menghambat kebebasan berekspresi dan inovasi dua elemen kunci yang mendorong perkembangan industri penyiaran. Oleh karena itu, kebijakan sensor harus diterapkan dengan seimbang, melindungi nilai-nilai budaya tanpa mengekang kreativitas.
ADVERTISEMENT
RUU Penyiaran baru ini memiliki potensi besar untuk membentuk ulang lanskap penyiaran di Indonesia. Namun, keberhasilannya bergantung pada implementasi yang bijak dan inklusif. Dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk kreator konten, perusahaan teknologi, pemerintah, dan masyarakat kita bisa menciptakan regulasi yang tidak hanya relevan dengan zaman tetapi juga adil dan berkelanjutan. Ini adalah saat yang kritis bagi Indonesia untuk menyusun ulang panggung digitalnya, memastikan bahwa kita tidak hanya mengikuti perkembangan global, tetapi juga memimpin dengan inovasi dan keberagaman budaya yang kita miliki.