Konten dari Pengguna

Membangun Budaya Literasi pada Siswa untuk Pendidikan yang Berkualitas

Vicka Yulia Rahma
Mahasiswi program studi Manajemen Pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8 November 2024 16:07 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Vicka Yulia Rahma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Galeri Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Galeri Pribadi
ADVERTISEMENT
Pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam membentuk sumber daya manusia yang cerdas, untuk mewujudkan kemajuan suatu bangsa. Dengan kata lain, pendidikan berperan penting dalam kemajuan suatu bangsa, terutama pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas ini tercipta dari kemampuan literasi yang baik. Namun, bagaimana hal tersebut dapat terwujud jika para siswa di Indonesia masih belum peduli akan pentingnya literasi yang berperan dalam membantu mewujudkan kemajuan bangsa?
ADVERTISEMENT
Literasi sendiri bermakna sebagai kemampuan seseorang dalam membaca dan menulis. Lebih luasnya, menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 2017 Pasal 1 ayat 4 tentang Perbukuan menjelaskan bahwa literasi adalah kemampuan untuk memahami informasi secara kritis. Dengan literasi, memungkinkan setiap orang dapat mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Umumnya, literasi mulai dikenalkan oleh orang tua pada anaknya sejak usia dini, sebelum masuk ke dunia pendidikan formal. Mereka akan diberi pemahaman mendasar mengenai proses membaca dan menulis. Pemahaman dasar ini nantinya akan diperdalam lagi ketika mereka memasuki dunia pendidikan formal, sekolah.
Pembiasaan literasi sejak dini nyatanya tidak menjamin setiap individu memiliki kemampuan literasi yang baik hingga beralih jenjang pendidikan ke SMP dan SMA. Bahkan, tingkat literasi pelajar di Indonesia tergolong rendah. Hal ini menjadi catatan penting dalam isu pendidikan setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia pada semester satu tahun 2024 adalah 282.477.584 jiwa, yang mana jumlah ini naik 1.606.562 jiwa dibandingkan semester satu tahun 2023. Sayangnya, jumlah penduduk yang banyak ini berbanding terbalik dengan jumlah kemampuan literasi masyarakat Indonesia.
UNESCO menyatakan presentase minat baca masyarakat Indonesia sangatlah kecil, yakni hanya 0,001%. Hal ini berarti 1 banding 1000, di mana hanya ada 1 dari 1000 orang di Indonesia yang rajin membaca. UNESCO juga menyatakan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-2 dari bawah soal literasi dunia, hal ini menunjukkan bahwa minat baca sangat rendah.
Selain itu, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Program of International Student Assessment (PISA) pada tahun 2019, menunjukkan bahwa dari 70 negara, minat literasi di Indonesia menempati peringkat ke-62. Angka yang sangat memprihatinkan. Bahkan, Indonesia masuk ke dalam daftar 10 negara yang memiliki tingkat literasi terendah di antara banyaknya negara yang disurvei.
ADVERTISEMENT
Namun, pada tahun 2022 tingkat literasi di Indonesia mengalami perubahan hingga tercatat setinggi 98,2%. Meski mengalami peningkatan, tetap tak sejalan dengan penilaian OECD yang mencatat bahwa 70% siswa Indonesia memiliki kemampuan literasi yang rendah. Hal ini dikarenakan standar pemahaman literasi menurut OECD bukan sekadar membaca dengan bersuara dan lancar, tetapi bagaimana seseorang dapat memahami ide pokok dari sebuah teks yang dibacanya.
Dikutip dari Liputan6.com, Nisa Felicia selaku Direktur Eksekutif Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil tes PISA, masih ada sekitar 70% siswa Indonesia yang memiliki tingkat literasi di bawah standar minimum yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat banyak siswa yang menghadapi kesulitan dalam memahami, menganalisis, dan menggunakan informasi secara efektif, yang bisa memengaruhi kemampuan mereka untuk belajar secara mandiri.
ADVERTISEMENT
Berbagai sumber penelitian dan penilaian tentang literasi menunjukkan bahwa kondisi literasi di Indonesia perlu dibenahi, angka yang rendah perlu ditekan agar tidak semakin melonjak dan berdampak fatal kedepannya. Rendahnya angka literasi ini muncul dari tingkat kesadaran masyarakat yang juga rendah. Padahal, dengan kemampuan literasi yang baik akan menciptakan pola pikir yang kritis dan wawasan yang luas. Tetapi, masyarakat Indonesia seolah tak peduli dan enggan membangkitkan kesadaran akan pentingnya literasi.
Selain karena kesadaran masyarakat yang rendah, terdapat beberapa faktor lainnya yang menjadi pemicu rendahnya minat literasi pada pelajar di Indonesia, seperti:
1. Peran perpustakaan belum optimal
Pada perpustakaan yang sarana dan prasarananya kurang memadai, menjadikan siswa kurang tertarik untuk mengunjunginya. Sehingga, waktu yang seharusnya digunakan untuk membaca menjadi terbuang percuma karena enggan berkunjung ke perpustakaan.
ADVERTISEMENT
2. Lingkungan sekolah yang kurang mendukung
Masih banyak sekolah yang belum memiliki agenda wajib literasi sebelum kelas dimulai atau saat jam istirahat berlangsung. Padahal, dengan agenda ini diharapkan dapat membantu siswa mengembangkan kebiasaan membaca dan memperluas pemahaman terhadap apa yang mereka baca.
3. Kurangnya keterlibatan orang tua
Ketika orang tua menyerahkan segala urusan akademik anaknya kepada sekolah, maka motivasi anak untuk belajar akan menurun. Dalam hal ini, bukan hanya guru yang bertanggung jawab dalam memotivasi siswa agar mahir dalam literasi, namun motivasi dari orang tua juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap semangat belajar anak.
4. Pengaruh penggunaan gadget
Di era digital ini, sektor pendidikan sudah mulai melibatkan teknologi seperti gadget dalam pembelajaran. Pemanfaatannya belum maksimal karena sebagian besar siswa masih menggunakan gadget untuk bermain game online, sehingga menyita waktu berharga yang seharusnya bisa digunakan untuk membaca buku.
ADVERTISEMENT
Untuk meminimalisasi dampak dari beberapa faktor yang dapat menyebabkan rendahnya kemampuan literasi siswa tersebut dapat dilakukan beberapa hal berikut:
1. Membangun kebiasaan membaca dan memahami informasi sejak dini, terutama saat memiliki waktu luang.
2. Membuat lingkungan belajar yang kondusif, seperti perpustakaan dengan fasilitas yang mendukung dan menarik untuk dikunjungi.
3. Menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang kebutuhan literasi.
4. Melibatkan guru dan orang tua dalam progres anak.
5. Memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran, terutama untuk pembiasaan literasi digital.
6. Mengadakan edukasi kepada seluruh masyarakat untuk membangun kesadaran akan pentingnya literasi dalam kehidupan.
Diharapkan dengan beberapa solusi di atas dapat menaikkan presentase minat literasi pada siswa untuk keberlangsungan pendidikan yang lebih baik kedepannya. Perlu diingat, bahwa literasi merupakan kunci utama untuk setiap individu dapat beradaptasi dan memahami dunia yang semakin berubah dan penuh inovasi.
ADVERTISEMENT