Konten dari Pengguna

Pernikahan Dini dan Stunting

Vika Ramadhana Fitriyani
Vika Ramadhana Fitriyani sering di sapa Vika, lahir di Sumenep 10 Januari 1998. Penulis berdomisili di Jl Sutorejo No 61 Surabaya. Penulis Lulusan Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Surabaya. Sekarang sedang belajar bahasa inggris di Pare.
28 Agustus 2022 14:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Vika Ramadhana Fitriyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Nikah muda atau pernikahan dini masih menjadi buah bibir masyarakat. Sebagian kalangan ada yang memandang hal ini positif karena secara agama dapat menghindari pasangan dari perzinahan.
ADVERTISEMENT
Alasan lainnya adalah terkait perekonomian. Beberapa orang tua memilih untuk menikahkan anaknya dengan pria dewasa yang memiliki perekonomian mapan dengan harapan anaknya dapat memiliki kehidupan yang lebih layak kelak setelah menikah.
Kesadaran untuk nikah muda juga lahir dari pasangan yang ingin memiliki anak lebih cepat. Mereka menganggap dengan memiliki anak di usia muda, jarak usia dengan anak menjadi tidak terlalu jauh. Sehingga anak diharapkan dapat lebih dekat dengan orang tua selayaknya teman.
Alasan-alasan tersebut sebenarnya tidak salah. Namun, nikah muda tidak semudah yang dibayangkan. Pernikahan yang dilakukan tanpa persiapan mental, fisik, hingga materi yang baik, dapat berakhir tragis. Pasalnya, banyak tekanan yang akan menghampiri pasangan muda yang telah menikah mulai dari masalah finansial, kesiapan mental, tekanan sosial, hingga kurangnya pengalaman dalam menghadapi masalah pernikahan termasuk kekerasan dalam rumah tangga maupun perceraian. Selain itu pernikahan dini menjadi salah satu faktor penyumbang meningkatnya angka stunting yang dapat mengancam masa depan generasi muda Indonesia.
ADVERTISEMENT

Jadi, Mau Nikah Muda?

Memang pernikahan menjadi momen yang ditunggu-tunggu bagi sebagian orang. Mulai dari keseruan merencanakan setiap detailnya; pilihan gaun, dekorasi, konsep prewed, menu hidangan dan sebagainya.
Secara umum, sejak perempuan memasuki masa pernikahan maka ia mulai memasuki periode untuk hamil dan melahirkan. Oleh sebab itu, semakin cepat memasuki usia penikahan, maka risiko untuk hamil dan melahirkan juga semakin besar. Namun jika periode tersebut tidak dipersiapkan dengan baik maka berbagai masalah kesehatan menanti.
Pernikahan pada usia muda memang tidak disarankan dari sudut pandang kesehatan karena berkaitan dengan kesiapan organ reproduksi dan pemenuhan gizi. Ibu yang masih remaja masih membutuhkan zat gizi perkembangan fisiknya, sementara secara bersamaan harus berbagi zat gizi dengan bayi yang dikandungnya.
ADVERTISEMENT
Usia menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan saat pasangan memutuskan untuk menikah. Terlalu muda usia calon pengantin, maka banyak pula risiko yang akan ditanggung, salah satunya melahirkan anak stunting

Hubungan Stunting dengan Pernikahan Dini

Telah banyak penelitian yang dilakukan salah satunya Studi WHO di Indonesia menyebutkan salah satu penyebab masalah stunting di Indonesia adalah maraknya pernikahan dini. Apalagi saat ini banyak pihak yang menganggap pernikahan dini sebagai hal biasa. Pernikahan dini sendiri, menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 sebagai Perubahan Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, adalah pernikahan di bawah usia 19 tahun.
Adapun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), meski secara nasional angka perkawinan dini turun dari 11,21 persen pada 2018 menjadi 10,82 persen pada 2019 dan 10,35 persen pada 2020, namun masih terjadi kenaiakn di beberapa provinsi. Fakta lainnya, sebesar 43,5% kasus stunting di Indonesia terjadi pada anak berumur di bawah tiga tahun (batita) dengan usia ibu 14-15 tahun, sedangkan 22,4% dengan rentang usia 16-17 tahun. Sebuah fakta yang cukup mengejutkan bukan?
ADVERTISEMENT
Lantas, apa hubungan antara stunting dengan pernikahan dini? Saat melakukan sebuah pernikahan, perempuan yang masih berusia remaja secara psikologis belum matang, serta belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kehamilan dan pola asuh anak yang baik dan benar. Terkadang anak lahir sehat, namun dalam pengasuhan yang kurang perhatian dari orang tua juga dapat menjadi penyebab anak stunting.
Hubungan lainnya, para remaja masih membutuhkan gizi maksimal hingga usia 21 tahun. Nah, jika mereka sudah menikah pada usia remaja tahun, misalnya 15 atau 16 tahun, maka tubuh ibu akan berebut gizi dengan bayi yang dikandungnya. Jika nutrisi si ibu tidak mencukupi selama kehamilan, bayi akan lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan sangat berisiko terkena stunting. Perempuan yang hamil di bawah usia 18 tahun, organ reproduksinya juga belum matang. Organ rahim, misalnya, belum terbentuk sempurna sehingga berisiko tinggi mengganggu perkembangan janin dan bisa menyebabkan keguguran.
ADVERTISEMENT

Kamu Juga Perlu Tahu : Gerakan 1000 HPK untuk Pasangan Muda

Saat yang tepat untuk mencegah stunting adalah pada seribu hari pertama kehidupan. Kita mengenal gerakan 1000 HPK (hari pertama kehidupan), yakni perbaikan gizi dimulai dari awal kehamilan sampai usia 2 tahun. Periode ini sering disebut window of oppurtunities atau sering disebut periode emas (golden periode). Waktu kritis yang jika tidak dimanfaatkan dengan baik akan terjadi kerusakan yang bersifat permanen.
1000 hari merupakan momentum kritis akan menentukan kualitas generasi masa depan suatu bangsa. Bagaimana tidak, ketika pasangan muda tidak mempersiapkan gizi dengan baik banyak sekali masalah kesehatan yang akan di terima oleh cabang bayi nantinya. Dampak yang akan ditimbulkan yakni BBLR, anak balita pendek, anak balita kurus, anak balita gizi kurang, anak balita gizi lebih.
ADVERTISEMENT
Dampak buruk yang akan ditimbulkan oleh masalah gizi tersebut dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik dan ganguan metabolisme tubuh. Sedangkan jangka panjang dapat menibulakn menurunya kemmapuan kognitif, prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh dan rentang terkena penyakit. Semua itu akan menurunkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, produktifitas dan daya saing bangsa. Tiga waktu kritis yang penting diketahui oleh para calon ibu yakni diantaranya.
Memang, pada dasarnya tidak ada patokan khusus usia terbaik kehamilan. Namun menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan umur ideal untuk menikah bagi perempuan, yakni 21 tahun atau lebih. Sementara pada laki-laki yakni di angka 25 tahun. Usia tersebut dinilai tepat karena sudah matang dan dapat berpikir secara dewasa. Tapi satu hal yang penting, Kamu Bisa Selamatkan Generasi Muda Indonesia dengan Tidak Menikah Muda.
ADVERTISEMENT