Pajak vs Kesejahteraan: Sebuah Tinjauan Kritis tentang Sistem Keuangan Negara

Vilana Novia
Mahasiswa Akuntansi Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
4 Juni 2023 21:23 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Vilana Novia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pajak. Foto: ShutterStock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pajak. Foto: ShutterStock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
“Sebanyak satu koma lima persen!” Bagai lonceng alarm, angka itu menggema di benak saya setiap kali saya membuka surat pemberitahuan pajak. Nilai 1,5 persen itu adalah tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia, yang tanpa disadari mempengaruhi kesejahteraan kita sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Pajak, sebuah kata yang seringkali disertai desahan dan kerutan dahi, ternyata memiliki peran penting dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat. Namun, apakah sistem pajak yang ada saat ini sudah cukup adil dan efisien?
Mari kita mulai dengan memahami apa itu pajak. Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Pajak, dinyatakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang. Pajak adalah dana yang digunakan untuk biaya operasional negara, termasuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial lainnya.
Benjamin Franklin pernah berkata, "Dalam dunia ini tidak ada yang pasti selain kematian dan pajak." Mungkin kita semua bisa setuju bahwa kita lebih suka menghadapi yang terakhir. Namun, di balik keharusan ini, pertanyaan besar muncul: apakah pajak yang kita bayar sebanding dengan kesejahteraan yang kita peroleh?
ADVERTISEMENT
Sistem pajak harus berfungsi sebagai mekanisme redistribusi kekayaan, dari orang yang mampu ke yang kurang mampu. Oleh karena itu, pajak harus progresif, di mana mereka yang memiliki lebih banyak, membayar lebih banyak.
Ilustrasi membayar pajak. Foto: Shutter Stock
Namun, dalam praktiknya, kita sering melihat paradoks di mana yang miskin menjadi semakin miskin, dan yang kaya menjadi semakin kaya. Jika ini yang terjadi, apakah sistem pajak kita benar-benar berfungsi?
Sebuah studi oleh OECD pada tahun 2020 menunjukkan bahwa negara-negara dengan tingkat kesenjangan pendapatan yang rendah cenderung memiliki sistem pajak yang lebih progresif.
Mereka menginvestasikan lebih banyak dalam pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, yang pada gilirannya mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indonesia, dengan tingkat kesenjangan pendapatan yang cukup tinggi, harus belajar dari contoh-contoh ini.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, mari kita lihat sebuah keluarga dengan pendapatan menengah di Indonesia. Mereka membayar pajak pendapatan, PPN, dan berbagai pajak lainnya.
Namun, ketika mereka memerlukan layanan publik, mereka sering kali menemukan fasilitas yang tidak memadai, pendidikan yang tidak berkualitas, dan layanan kesehatan yang mahal. Mereka melihat uang pajak mereka "mengalir" tetapi tidak merasakan dampak langsung dalam kesejahteraan mereka.
Ilustrasi jalan daerah yang rusak. Foto: Dok. PUPR
Sebagaimana diungkapkan oleh mantan Menteri Keuangan AS, Oliver Wendell Holmes, "Pajak adalah harga yang kita bayar untuk peradaban." Tetapi apa gunanya peradaban jika tidak menjamin kesejahteraan bagi semua warganya? Dalam situasi seperti ini, kita harus bertanya, apakah sistem pajak kita benar-benar mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu melihat lebih dalam pada cara pengalokasian dana pajak oleh pemerintah. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menjelaskan bahwa alokasi anggaran negara harus berorientasi pada kepentingan publik dan distribusi yang adil. Namun, apakah hal ini benar-benar terjadi?
ADVERTISEMENT
Mari kita ambil sektor pendidikan sebagai contoh. Pada tahun 2022, alokasi anggaran pendidikan Indonesia hanya mencapai 20 persen dari total APBN, jauh di bawah standar UNESCO sebesar 25 persen. Padahal, pendidikan adalah salah satu faktor penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sementara itu, biaya hidup terus meningkat. Harga bahan pokok melonjak, biaya kesehatan menjadi beban, dan harga properti tidak terjangkau bagi banyak orang. Dalam situasi ini, apakah sistem pajak kita benar-benar membantu dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat?
Pantauan harga bahan pokok di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, Kamis (20/4). Foto: Alfadillah/kumparan
Hanya ada satu kesimpulan yang bisa diambil: sistem pajak kita membutuhkan reformasi. Kita perlu sistem yang lebih progresif, yang memastikan bahwa mereka yang memiliki lebih banyak, membayar lebih banyak. Kita perlu alokasi anggaran yang lebih baik, yang benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat. Kita perlu transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana pajak.
ADVERTISEMENT
Ingatlah bahwa setiap rupiah yang kita bayar sebagai pajak adalah investasi kita untuk masa depan. Seperti kata penyair Amerika, Henry David Thoreau, "Tidak ada yang lebih frustrasi daripada membayar pajak untuk sesuatu yang kita tidak setujui." Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama meminta perubahan dalam sistem pajak kita, agar kesejahteraan kita sebagai masyarakat bisa terjamin.