Konten dari Pengguna

Indonesia Raksasa Ekonomi Dunia Masa Depan

Avilla Nadhif
Student of Economic Development at University of Muhammadiyah Malang
24 Januari 2022 18:05 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Avilla Nadhif tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gedung-gedung pencakar langit di Jakarta. | Foto: Unsplash/Appai
zoom-in-whitePerbesar
Gedung-gedung pencakar langit di Jakarta. | Foto: Unsplash/Appai
ADVERTISEMENT
Inilah Indonesia, salah satu negara Asia dengan ekonomi pasar berkembang dunia. Dengan lebih dari 270 juta penduduk, Indonesia adalah negara terpadat keempat di dunia dengan mayoritas penduduk beragama Islam.
ADVERTISEMENT
Dari koloni Belanda hingga menjadi penggerak ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia telah menempuh perjalanan yang cukup jauh. Kita dapat melihat bahwa Indonesia merupakan negara yang cukup baru, dan jika kita melihat sejarah negara Indonesia, terdapat dua orang penting yang berjasa terhadap kebangkitan Indonesia, mereka adalah Soekarno dan Soeharto.
Bendera kebangsaan Republik Indonesia. | Foto: Unsplash/Bisma Mahendra
Setelah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Soekarno memimpin Indonesia dengan sistem demokrasi terarah. Dalam kurun waktu tersebut, banyak masalah yang terjadi. Indonesia mengalami krisis ekonomi karena perang yang terus menerus, dan juga banyak terjadi pemberontakan dan konflik dengan Partai Komunis Indonesia. Pada tahun 1965, terjadi kudeta militer dengan dukungan partai komunis Indonesia, tetapi kudeta itu gagal.
Kemudian Jenderal Angkatan Darat Soeharto mengambil alih negara dengan dukungan Amerika Serikat. Setelah itu, Soeharto memerintah Indonesia selama hampir tiga dekade. Selama melakukan beberapa langkah ekspansi ekonomi yang dapat dibilang cukup berhasil, ia mampu mengembalikan perekonomian Indonesia ke jalur yang benar.
ADVERTISEMENT
Dari tahun 1968-1988, ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata 7% per tahun dalam hal PDB. Juga dalam waktu kurang dari 10 tahun, inflasi turun dari 660% menjadi 19%. Semua ini mengubah Indonesia menjadi negara dengan ekonomi terkuat di Asia pada saat itu, tetapi bahkan setelah pertumbuhan ekonomi itu, kediktatoran masih mengendalikan Indonesia.
Kekerasan represi politik dan korupsi sangat tinggi. Kemudian pada tahun 1990-an, krisis Asia terjadi dan perekonomian Indonesia runtuh. Mata uang Indonesia kehilangan 80% nilainya terhadap dolar, dan PDB negara itu jatuh parah.
Karena itu, banyak orang kehilangan pekerjaan dan kerusuhan sosial meningkat yang menyebabkan protes massa terhadap kediktatoran Soeharto. Kemudian setelah protes panjang dan kekerasan yang terjadi, Soeharto pada akhirnya mengundurkan diri, dan Indonesia akhirnya menjadi negara demokrasi. Indonesia mengadakan pemilihan pertama pada tahun 2004. Sejak itu, Indonesia telah mengalami masa perubahan, keterbukaan politik, desentralisasi, dan kebijakan ekonomi yang lebih terbuka.
ADVERTISEMENT
Indonesia berpeluang menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia. | Foto: Unsplash/Markus Spiske
Saat ini, Indonesia adalah negara dengan ekonomi terbesar ke-15 di dunia dalam hal nominal PDB, dan juga anggota G20. Selain itu, Indonesia telah melakukan strategi yang baik dalam pengurangan tingkat kemiskinan dengan memotong tingkat kemiskinan lebih dari setengahnya sejak tahun 1999, menjadi hanya 9,78% pada tahun 2020.
Sekarang ketika kita berbicara tentang negara berkembang manapun, sebagian besar dari mereka mengikuti jalur khas perkembangan ekonomi seperti negara lainnya. Sebagian besar negara bertransformasi dari ekonomi berbasis pertanian ke ekonomi berbasis industri dan jasa, tetapi ini tidak terjadi di Indonesia. Indonesia cukup kaya dengan sumber daya alamnya, sehingga Indonesia sangat bergantung pada komoditas seperti minyak, gas alam, dan batu bara. Pada tahun 2000, harga komoditas naik karena permintaan yang meningkat tajam di beberapa pasar negara berkembang, terutama China.
ADVERTISEMENT
Indonesia salah satu negara dengan kekayaan alam yang melimpah. | Foto: Unsplash/Evan Demicoli
Ini adalah periode yang sangat menguntungkan bagi Indonesia karena negara ini memiliki cadangan minyak sawit mentah, batu bara, gas, dan tembaga yang besar. Pada tahun 2000-an, peningkatan komoditas ini berhasil mempercepat pemulihan Indonesia dari krisis keuangan Asia. Namun, harga komoditas yang tinggi ini tidak berlangsung lama. Pasalnya, China yang merupakan pembeli utama mulai mengurangi impor akibat pergeseran ekonomi dari manufaktur ke jasa.
Sekarang sebagai pengekspor komoditas besar, kinerja ekspor Indonesia sangat terpengaruh. Dan tidak hanya kinerja ekspornya, tetapi juga pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas. Pada saat yang sama, ekspor non-komoditas juga tidak meningkat. Bahkan saat ini, sektor manufaktur Indonesia bukanlah penyumbang utama pasar rantai nilai global.
ADVERTISEMENT
Kualitas penduduk sangat menentukan maju atau tidaknya suatu negara. | Foto: Unsplash/Priscilla Du Preez
Jadi, sekarang kalian mungkin berpikir apa yang sebenarnya menggerakkan perekonomian Indonesia? Nah, saat ini salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi adalah jumlah penduduk yang besar dan angkatan kerja yang masih muda. Populasi besar ini menciptakan permintaan barang-barang konsumsi yang sangat besar, ini adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi negara. Sesuai perkiraan, pada tahun 2030 Indonesia akan memiliki 135 juta konsumen. Selain itu, sektor industri dan jasa juga merupakan kontributor yang signifikan bagi perekonomian negara.
Sektor industri meliputi manufaktur tekstil, pupuk kimia, produk elektronik, semen, ban karet, pakaian, dan sepatu. Sebagian besar dipasok ke pasar Amerika, juga sebagian besar produksi ditangani oleh perusahaan swasta skala menengah dan kecil yang memasok barang-barang konsumsi. Sekarang jika berbicara tentang sektor jasa, maka antara 2010 dan 2017 tumbuh rata-rata 7,1% per tahun, jauh lebih tinggi dari sektor pertanian manufaktur sebesar 4,4%.
ADVERTISEMENT
Tetapi bahkan setelah pertumbuhan ini, daya saing dan tingkat produktivitas sektor jasa secara signifikan lebih rendah daripada negara-negara regional lainnya, juga kelas menengah yang tumbuh juga berkontribusi terhadap urbanisasi yang cepat di negara ini. Urbanisasi ini akan membantu orang Indonesia untuk beralih dari pekerjaan bergaji rendah ke pekerjaan bergaji lebih tinggi, seperti pekerjaan di bidang industri.
Sekarang kita harus memahami bahwa bonus demografi tidak akan bertahan selamanya. Kita dapat melihat sebagian besar negara yang mengalami kemajuan ekonomi dan teknologi, tingkat kesuburannya cenderung menurun, dan ini bisa terjadi dengan Indonesia juga.
Bank dunia memperkirakan pada tahun 2025 hingga 2030, Indonesia akan mencapai titik baliknya. Namun, jika ekonomi gagal tumbuh sebesar 8% per tahun pada dekade berikutnya, Indonesia akan kesulitan mencapai status ekonomi berpenghasilan tinggi.
ADVERTISEMENT
Jalan tol merupakan salah satu infrastruktur penunjang ekonomi negara. | Foto: Unsplash/Mahmur Marganti
Seiring dengan ini, ada banyak hal yang bisa menahan Indonesia. Seperti masalah akibat pertambahan penduduk dan urbanisasi, seperti meningkatnya kebutuhan listrik, air bersih, dan sanitasi, serta beban transportasi umum dan pribadi akan meningkat. Negara ini sudah memiliki tingkat lalu lintas terburuk ketiga di dunia.
Sekarang masalah besar lainnya adalah Indonesia masih kurang dalam hal infrastruktur, kita tahu bahwa Indonesia adalah negara kepulauan besar yang terdiri lebih dari 17.000 pulau dengan jarak ujung ke ujung 5.000 kilometer, dan ini membuat biaya transportasi, logistik, pasokan listrik, dan komunikasi jaringan sangat tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir, konsumsi listrik telah meningkat sebesar 7% per tahun, tetapi Indonesia gagal untuk memenuhi permintaan yang meningkat ini.
ADVERTISEMENT
Investasi yang tidak memadai dari sistem mengakibatkan peningkatan frekuensi dan durasi pemadaman listrik, ini bisa dibilang cukup mahal untuk industri lokal yang menyebabkan biaya yang lebih tinggi dari produk manufaktur di dalam negeri. Selain itu, tenaga kerja Indonesia tidak terampil, dan undang-undang perburuhan juga tidak menguntungkan. Karena alasan tersebut, investor lebih memilih pergi ke negara lain, seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand. Tingkat investasi jika dibandingkan dengan nominal PDB, sebenarnya meningkat, tetapi investasi tersebut tidak membantu perekonomian seperti yang diharapkan.
Dan itu terjadi karena fokus investasi pada pembangunan gedung bertingkat ketimbang infrastruktur. Pengembalian investasi semacam ini bisa dibilang kurang, juga karena birokrasi Indonesia, peringkat Indonesia dalam hal kemudahan membuka usaha berada di level rendah.
ADVERTISEMENT
Gunung meletus merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. | Foto: Unsplash/Yosh Ginsu
Hal lain yang patut disoroti adalah bencana alam. Khususnya ibu kota Indonesia, Jakarta yang tenggelam karena naiknya permukaan laut, kota Jakarta hanya berada 7 meter di atas permukaan laut. Pengeringan air tanah yang berlebihan membuat Jakarta tenggelam sepuluh sentimeter setiap tahun, dan ini tentu menimbulkan masalah besar.
Sekarang untuk meringkas semuanya, kita dapat mengatakan bahwa Indonesia memiliki peluang untuk menjadi kekuatan ekonomi. Namun, kesempatan ini akan menyempit hanya dalam waktu 10 sampai 15 tahun dari sekarang, Indonesia harus berpacu dengan waktu. Akan tetapi, bagaimana Indonesia akan menjalankan strateginya pada tahun-tahun mendatang pada akhirnya akan menentukan apakah negara ini akan terjebak dalam jebakan masyarakat berpendapatan menengah atau justru akan mampu untuk mengatasinya.
ADVERTISEMENT