Konten dari Pengguna

Bolehkah Advokat Menolak Calon Klien?

Vina Damayanti
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan.
25 Desember 2020 18:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Vina Damayanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat, Advokat adalah orang yang berprofesi memeri jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan dari Undang-Undang No. 18 tahun 2003 tentang Advokat. Senada dengan pengertian tersebut, dalam Pasal 1 huruf a Kode Etik Advokat Indonesia, Advokat adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik sebagai Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara Praktek, ataupun sebagai konsultan hukum.
ADVERTISEMENT
Advokat merupakan profesi terhormat (officium nobile) dimana dalam menjalankan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan kode etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kehormatan dan kepribadian serta berpegang teguh pada kemandirian advokat. Selain itu menurut Pasal 8 Kode Etik Advokat, profesi terhormat (officium nobile) juga dikarenakan advokat merupakan salah satu pilar dalam tonggak penegakan hukum di pengadilan sejajar dengan Jaksa dan Hakim.
Pada hakikatnya, dalam menjalankan tugas profesinya, advokat terikat pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. Sehingga apabila advokat melakukan pelanggaran terhadap kode etik profesi, sumpah maupun janji advokat, serta peraturan perundang-undangan, maka berdasarkan Pasal 6 huruf e dan huruf f UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, advokat dapat dikenai tindakan.
ADVERTISEMENT
Apabila advokat adalah salah satu pilar dalam tonggak penegakan hukum di pengadilan, bolehkan Advokat menolak klien (orang, badan hukum atau lembaga lain yang menerima jasa dan atau bantuan hukum dari advokat) ?
Jika kita melihat dalam Pasal 4 ayat (2) UU Advokat, tentu perbuatan advokat menolak klien merupakan pelanggaran terhadap sumpah/janji advokat, yang mana berbunyi:
Bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian daripada tanggung jawab profesi saya sebagai seorang advokat.”
Meskipun begitu, perbuatan advokat menolak perkara atau memberikan bantuan hukum kepada calon klien serta mengundurkan diri dari pengurusan perkara klien dapat diperbolehkan bahkan diwajibkan (dengan kondisi tertentu) sesuai dengan Kode Etik Advokat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pasal 3 huruf a Kode Etik Advokat Indonesia, “Advokat dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya.”
Pasal 4 huruf g Kode Etik Advokat Indonesia, “Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya.
Pasal 4 huruf j Kode Etik Advokat Indonesia, “Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila dikemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, terdapat pengecualian dimana Advokat dilarang untuk menolak klien dengan alasan sebagaimana tertera dalam;
Pasal 3 huruf a Kode Etik Advokat Indonesia, “Advokat dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya.
Pasal 18 ayat (1) UU Advokat, “Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap Klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya.”
Terakhir, Advokat tidak dapat dibenarkan untuk melepaskan tugas kewajiban yang telah dibebankan kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat itu dapa menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan, sebagaimana tertera dalam Pasal 4 huruf i Kode Etik Advokat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa tindakan advokat menolak klien memang melanggar sumpah/janji advokat dalam Pasal 6 huruf e dan huruf f UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Namun, advokat diperbolehkan dan bahkan diwajibkan (dalam kondisi tertentu) untuk menolak klien apabila sesuai dengan Pasal 3 huruf a, Pasal 4 huruf g dan huruf J Kode Etik Advokat Indonesia. Meskipun begitu, perlu diingat bahwa advokat tidak diperbolehkan untuk menolak klien dengan alasan sebagaimana tertera dalam Pasal 3 huruf a Kode Etik Advokat Indonesia dan Pasal 18 ayat (1) UU Advokat.