Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
Pementasan Drama Religius "Robohnya Surau Kami" oleh Teater Cebong
8 Desember 2021 12:52 WIB
Tulisan dari VINA DAMAYANTI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Siapa yang tidak kenal dengan A.A Navis? Ya, Ali Akbar Navis atau yang kita kenal dengan sebutan A.A Navis, merupakan sastrawan sekaligus budayawan asli keturunanan Minang. Ia lahir pada tanggal 17 November 1924 di Padang Panjang, Sumatra Barat. Ia cukup lama berkiprah dalam dunia kesusastraan, dan telah banyak menghasilkan berbagai karya. Salah satu karyanya yang fenomenal dan monumental pada masanya adalah cerpen yang bertajuk “Robohnya Surau Kami”. Pengaruhnya dalam dunia sastra, membuatnya terkenal hingga ke sejumlah negara tetangga dan mendapatkan penghargaan cerpen terbaik dari Majalah Kisah.
ADVERTISEMENT
Cerpen “Robohnya Surau Kami” mengalami alih wahana ke dalam bentuk drama dan sudah banyak dipentaskan oleh berbagai macam kelompok teater. Mulai dari kelompok pelajar hingga mahasiswa. Oleh karena itulah UKM Teater Cebong juga tertarik untuk mementaskan naskah “Robohnya Surau Kami” karya A.A Navis.
“Robohnya Surau Kami” menjadi pilihan naskah untuk digunakan sebagai pentas produksi teater pertama setelah adanya pandemi di wilayah Tegal, Jawa Tengah. Pentas produksi pertama kali yang diselenggarakan oleh Teater Cebong, sukses menarik perhatian para penikmat seni. Mulai dari mahasiswa, seniman, hingga budayawan se-kabupaten dan Kota Tegal berduyun-duyun mendatangi pementasan teater yang diselenggarakan oleh UKM Teater Cebong Institut Bakti Negara, Tegal. Serangkaian latihan demi latihan dan proses untuk mengadakan pentas drama akhirnya terwujud.
ADVERTISEMENT
Pentas produksi bertajuk “Robohnya Surau Kami” karya Ali Akbar Navis telah diadaptasi oleh Faiz Gemblong sekaligus menjadi sutradara pada pementasan teater yang bertemakan religius dan juga sosial. Dalam cerpen ini terdapat dialog antara Tuhan dan H. Saleh yang menjadikan karya ini cukup fenomenal dengan berbagai pro dan kontra, karena menyangkut sensitivitas keagamaan dan Tuhannya.
Di awal proses produksi pementasan ini, kami mengalami kesulitan dalam mengangkat naskah tersebut. Pasalnya, naskah “Robohnya Surau Kami” berawal dari sebuah cerpen yang sulit untuk dijadikan teks drama. Namun pada akhirnya, setelah kami diskusi lebih dalam dengan anggota Teater Cebong dan sutradara. Akhirnya kami memperoleh titik terang meskipun banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi. Dimulai dari pergantian tokoh, konsep panggung, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Naskah “Robohnya Surau Kami” ini sangat kental terhadap nilai religius, sehingga menjadikan sebuah drama yang akan sarat tentang ketuhanan. Naskah ini kami pakai untuk dijadikan pementasan drama, karena memberi manfaat sekaligus sebagai hiburan. Sastrawan A.A Navis dalam membuat cerpen “Robohnya Surau kami” memiliki maksud tersembunyi, sehingga kami tertarik untuk dialihwahanakan menjadi pentas drama. Pementasan ini berlatar kehidupan Suku Minangkabau yang memberikan warna dan sisi lain kedaerahan yang kental, telah berhasil menghidupkan tiap-tiap karakter tokoh. Dimulai dari mempelajari bahasa dan logat suku minang, kostum atau pakaian adat minang, hingga properti surau yang dibuat seperti rumah adat di Minangkabau.
Naskah “Robohnya Surau Kami” dalam pentas produksi yang dilangsungkan oleh UKM Teater Cebong, membuat kita mengetahui bahwa isinya mengandung makna nilai-nilai kehidupan agama dengan Tuhannya. Selain itu pementasan ini mengandung pesan-pesan tersirat untuk para penontonnya. Berbagai perspektif agama menegaskan bahwa, pada pentas yang mengambil naskah tersebut mengatakan adanya warna tersendiri bagi Negara Indonesia yang bernuansa islami dan melukiskan agama sebagai persoalan manusia dalam perihal keduniawian. Tema ini menjadi tema secara umum untuk dibahas meskipun terdapat aspek sosialnya. Naskah yang berlatarkan cerita di sebuah surau atau masjid dan adanya dialog-dialog yang berhubungan dengan Tuhan menandakan cerita yang dipentaskan merujuk pada aspek religiusitas dan berhasil menyampaikan amanatnya kepada para pencinta karya sastranya.
ADVERTISEMENT
Pentas drama bertajuk “Robohnya Surau Kami” memperlihatkan kepada kita terhadap lakon-lakonnya yang digambarkan pada seorang kakek penjaga surau sebagai lakon utama, diperankan oleh Muhammad Hafidz Haikal. Setiap harinya kakek tersebut selalu berada di surau dan merupakan orang yang taat beribadah kepada Tuhannya. Tiap waktunya hanya mengabdikan diri dengan Sang Pencipta dan tak sekalipun meninggalkan perintah-Nya. Kakek tersebut tidak memikirkan kehidupannya di dunia dan tak berpikir untuk beristri ataupun berkeluarga. Namun, nahas. Sang kakek ditemukan mati tergeletak karena diketahui sudah menggorok tenggorokannya dengan pisau cukur. Keimanannya tergoyahkan saat pemain Ajo Sidi yang diperankan oleh Faisal Bakhri si pembual itu bercerita tantang H. Shaleh yang diperankan oleh Heri Mulyono, yang semasa hidupnya hanya beribadah saja namun masuk ke dalam neraka. Ajo Sidi juga menanyakan ketakwaannya kepada kakek tentang hal serupa dengan H. Shaleh. Awal kejadian seperti itulah yang membuat kakek mengakhiri hidupnya dengan cara yang tragis.
ADVERTISEMENT
Nah, dari kisah kakek yang selalu berada di surau, kita dapat menarik suatu kesimpulan, bahwa naskah drama “Robohnya Surau Kami”, berarti robohnya nilai-nilai keimanan pada sosok kakek untuk selalu menghidupkan suraunya dalam mengingatkan umat pada panggilan-Nya. Naskah drama ini banyak mengandung pengajaran dan amanat yang bisa kita dapatkan. Tak semua orang dapat masuk surga hanya dengan beribadah saja. Sebagai manusia selain menjalin hubungan dengan Tuhannya, kita juga harus menjalin hubungan baik dengan manusia lain serta diperintahkan untuk beramal. Karena sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi manusia lain. Melalui pentas teater tersebut, bisa menjadi pendekatan sesuai syariat dan menyadarkan kita semua untuk dapat menjadi manusia yang taat dan menjalin hubungan baik dengan sesama manusia.
ADVERTISEMENT
Sumber:
Navis, Ali Akbar. 2010. Robohnya Surau kami. Jakarta: PT Gramedia
Navis, Ali Akbar. 2002. Bertanya Kerbau pada Pedati. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.