Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Golput Bukan Pilihan
7 Februari 2024 5:48 WIB
Tulisan dari Vincentius Bayu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pesta Demokrasi akan segera tiba. Pemilihan umum serentak pada tanggal 14 Februari hanya tinggal menghitung hari. Rakyat mulai berpikir untuk memilih siapa dan barangkali baik jika ditambah dengan mengapa. Masa kampanye yang telah diselenggarakan, kesempatan debat capres-cawapres yang sudah dilakukan, maupun berbagai iklan di jalanan menjadi kesempatan untuk membaca karakter dan visi-misi para calon. Kecerdasan sebagai seorang pemilih amat dibutuhkan, agar Indonesia dapat memiliki pemimpin yang sungguh kompeten untuk memimpin bangsa yang besar ini. Ada orang sudah memiliki pilihannya masing-masing, entah karena ketertarikan pada program, kharisma, maupun kesamaan arah politik. Akan tetapi, ada pula yang belum memiliki pilihan untuk dipilih pada tanggal 14 Februari 2024 nanti, entah karena tidak tertarik dengan politik, bingung dengan arah politik saat ini, atau masih perlu waktu untuk mempertimbangkan pilihannya. Ada dua pilihan, menentukan pilihan atau golput. Kedua pilihan ini terkadang digoda dengan argumen bahwa memilih dan tidak memilih pemimpin itu tidak akan mengubah keadaan seseorang. Akan tetapi, pendapat ini kiranya dapat dikritisi ulang.

Seorang filsuf Amerika dan Profesor Hukum dan Etika, Martha Nussbaum, menemukan mengenai kapabilitas, yaitu kapabilitas internal, kapabilitas eksternal, dan kapabilitas gambungan (combained). Kapabilitas internal merujuk pada segala tindakan yang memperlakukan orang, sehingga mereka dapat hidup dengan baik. Contohnya, suatu negara menyediakan alokasi dana pendidikan dan kesehatan, sehingga masyarakat dapat memperoleh akses pendidikan dan kesehatan yang baik. Kapasitas eksternal merujuk kepada situasi sosial yang berpengaruh pada berkembangnya kapasitas internal. Contohnya, pemerintah menjaga harga bahan pangan, sehingga masyarakat dapat memperoleh bahan pangan dengan mudah dan murah. Kondisi ini akan mengurangi tingkat kriminalitas yang kemudian berpengaruh pada kondisi sosial yang baik untuk bekerja dan mengembangkan diri. Sedangkan kapasitas gabungan merupakan kemampuan internal yang kemudian ditambah dengan kondisi sosial yang mana fungsi-fungsi tersebut dapat dipilih.
ADVERTISEMENT
Melalui pemikiran Martha Nussbaum tersebut ditunjukkan bahwa ada komponen di luar diri seseorang yang sangat berpengaruh pada kesempatan untuk berkembang. Komponen itu dalam konteks hidup berbangsa dan bernegara adalah pemerintah itu sendiri. Pemerintah memiliki wewenang untuk mengatur berbagai hal yang dapat mendukung setiap warga negaranya berkembang dengan baik. Dengan memilih sosok pemimpin yang terbaik atau paling baik dari yang terburuk dapat memberikan peluang lebih besar agar masyarakat memiliki kapabilitas yang mendukung pula.
Menentukan pilihan tentu bukan sesuatu yang mudah jika dilakukan dengan serius. Melihat track record, kompetensi, visi-misi, dll menjadi suatu keharusan. Jangan sampai para pemilih menjadi pemilih yang asal memilih, sebab pilihan masing-masing orang menentukan Indonesia ke depan. Memang tidak mudah untuk menemukan sosok pemimpin yang benar-benar sempurna tanpa kekurangan, namun memilih pemimpin yang paling sedikit kekurangan menjadi pilihan yang dapat dipertimbangkan. Romo Franz Magnis Suseno, seorang pengajar filsafat sekaligus budayawan Indonesia pernah mengatakan bahwa pemilu bukan untuk memilih yang terbaik, melainkan mencegah yang terburuk berkuasa. Dengan cara pandang demikian pilihan golput kiranya bukan lagi menjadi pilihan. Ketika orang memilih golput, ia tidak memiliki andil untuk mencegah yang terburuk berkuasa. Pilihannya telah dipilihkan orang lain secara tidak langsung. Oleh sebab itu, golput tidak menjadi solusi atas kebingungan untuk memilih siapa dan mengapa. Golput tidak membuka peluang untuk terjadi suatu perubahan yang lebih baik.
Gunakanlah hak pilih pada pemilu 2024. Hak pilih yang rakyat miliki adalah wujud demokrasi dan kebebasan yang telah diperjuangan Bangsa Indonesia. Hak pilih menjadi tanda bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya dan tentu itu menjadi wujud partisipasi yang konkret terhadap demokrasi yang ada.
ADVERTISEMENT