Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Menggugat Makna Toleransi
29 Mei 2024 11:42 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Vincentius Bayu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia, sebagai negara yang memiliki keberagaman suku, budaya, agama, hingga bahasa lebih rentan mengalami konflik antar kelompok. Beberapa peristiwa intoleransi juga mewarnai dinamika hidup negara ini. Tentu, berbagai peristiwa intoleransi tersebut menjadi alarm bagi kita bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Negara ini sudah mengamini adanya keberagaman dari suku hingga agama.
ADVERTISEMENT
Hal ini berarti masing-masing orang memiliki tanggung jawab untuk merawat keberagaman ini. Toleransi diharapkan menjadi bingkai yang dimiliki setiap orang untuk berhadapan dengan orang lain. Akan tetapi, melalui berbagai kasus intoleransi, kita dapat menggugat makna toleransi. Apakah benar toleransi sudah benar-benar terjadi? Apakah toleransi cukup untuk Indonesia?
Dalam pelaksanaanya, toleransi tidak jarang hanya berjalan seperti rambu-rambu di jalan raya, yaitu agar masing-masing kendaraan tidak saling bertabrakan. Hal ini juga terjadi dalam konteks beragama, masing-masing agama tidak “mengganggu” agama lain agar tidak terjadi konflik.
Ada satu aspek yang seringkali terlupakan, yaitu saling memahami. Aspek saling memahami mengandaikan adanya perjumpaan personal dan informal, saling belajar, hingga saling menghargai. Dengan demikian, perbedaan tidak menjadi menjadi penghalang untuk menjadi saudara, namun menjadi kesempatan untuk saling memperkaya. Selain itu, dengan menambahkan aspek saling menghargai, perbedaan tidak menjadi sesuatu yang membuat individu terganggu.
ADVERTISEMENT
Melalui berbagai peristiwa intoleransi, tampak bahwa dinamika toleransi antar agama belum benar-benar terjadi di masyarakat. Selain itu, tampaknya dinamika toleransi perlu ditambah dengan aspek saling memahami. Aspek saling memahami ini menjadi cara bagi setiap orang untuk memiliki sikap toleransi yang berkualitas.
Orang menghargai orang lain tidak hanya karena sekadar menghindari konflik, melainkan sadar bahwa orang lain adalah saudara. Orang memahami kenapa saudara saya merayakan atau menjalani kegiatan agama maupun suku mereka.
Dengan adanya sikap saling memahami ini, setiap orang dapat dengan sadar mengapa mereka perlu menghargai orang lain yang berbeda dengan dirinya. Aspek memahami tersebut dapat ditumbuhkan dengan membangun perjumpaan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, toleransi perlu diperkaya dengan sikap saling memahami agar tidak sekadar untuk menghindari konflik semata. Harapannya, toleransi yang dibangun menjadi semangat untuk membangun persaudaraan di tengah keberagaman yang ada, sehingga tidak menjadi toleransi semu saja.
ADVERTISEMENT