Konten dari Pengguna

Bukan 'Minyak Kita' Lagi

Vindy W Maramis
Pegiat Literasi dan Ibu Rumah Tangga
7 Juli 2024 18:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Vindy W Maramis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada 28 Juni 2023, Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan telah menetapkan angka pasti Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng curah merek Miyak Kita sebesar Rp. 15.700 dari sebelumnya Rp. 14.000. Angka ini diambil berdasarkan jalan tengah antara angka yang ditetapkan Menteri yakni Rp. 15.500 dengan angka yang direkomendasikan oleh tim kajian yakni diangka Rp. 16.000. Relaksasi harga ini direncakan akan segera berlaku dalam waktu dekat ini.
Ilustrasi : Minyak Goreng. Sumber : iStock
Zulhas menilai bahwa HET Minyak Kita yang lama sudah tidak sesuai dengar biaya produksi yang juga mengalami perubahan.
ADVERTISEMENT
Tentu kita masih ingat asal usul hadirnya minyak goreng merek Minyak Kita ini di tengah-tengah masyarakat, yaitu pada tahun 2022 lalu dimana terjadi kelangkaan minyak goreng serta mahalnya harga minyak goreng merek premium, targetnya pun untuk kalangan menengah kebawah atau para pemilik UMKM.
Namun tampaknya sekarang Minyak Kita bukan lagi diperuntukkan untuk kita. Jelas kenaikan harga ini menimbulkan kontra dari banyak kalangan, terutama masyarakat menengah kebawah.
Belum lagi fakta yang terjadi dilapangan. Seringnya harga jual lebih tinggi dari HET-nya. Saat HET Minyak Kita Rp. 14.000 saja, di beberapa daerah justru harga jualnya sudah diangka Rp. 15.000 hingga Rp. 16.000.
Dengan kenaikan harga minyak goreng Minyak Kita akan semakin menambah beban masyarakat, karena berbarengan dengan kenaikan harga beberapa komoditi pokok lainnya juga seperti beras dan gula.
ADVERTISEMENT
Melakukan kenaikan harga sepertinya menjadi satu-satunya solusi yang dapat dilakukan pemerintah. Pemerintah juga tidak pernah melakukan diskusi atau menimbang suara masyarakat apakah setuju atau tidak, justru yang menjadi acuan adalah inflasi dan sudut pandang pengusaha.
Inilah manifestasi dari penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Sistem kapitalisme yang menjadikan materi sebagai orientasi dalam kehidupan, yang artinya roda perekonomian dikendalikan oleh para pemilik modal yang bersengkongkol dengan penguasa.
Sehingga sejatinya setiap keputusan yang diambil oleh pemerintah merujuk pada apa yang diinginkan oleh para pemilik modal, bukan merujuk pada apa yang diinginkan masyarakat.
Padahal dalam pandangan syariat Islam, negaralah yang harus menghadirkan ketersediaan kebutuhan pokok yang mudah didapat dengan harga yang terjangkau. Sumber daya alam yang melimpah seharusnya cukup untuk mewujudkan itu semua, apabila negara mengambil alih pengelolaan sumber daya yang ada secara mandiri, bukan menyerahkan pada pengusaha swasta apalagi korporasi asing.
ADVERTISEMENT
Syariat Islam telah menerangkan perkara ini, yaitu dalam hadis, Rasulullah bersabda;
padang rumput yang dimaksud ialah segala lahan yang dapat dikelola dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, termasuk sawit yang bisa dijadikan sebagai bahan baku minyak goreng.
Ustad Shidiq Al-Jawi berpendapat bahwa ketiga hal ini harus diberikan kepada seluruh manusia baik itu muslim maupun non-muslim, baik itu kaya ataupun yang miskin. Karena Allah memang menciptakan itu agar manusia dapat merasakan manfaatnya, sama seperti air hujan, sinar matahari, dan udara.
Jadi sudah semestinya pemerintah sadar akan hal ini, bahwa menyediakan kebutuhan pokok yang mudah didapat dan harganya terjangkau merupakan kewajiban pemeritah, bila tidak dilaksanakan maka hal itu merupakan kedzaliman kepada rakyatnya.
ADVERTISEMENT
Allahua'lam.