Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengapa Anggota DPR Butuh Tunjangan Rumah Dinas?
20 Oktober 2024 4:30 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Vindy W Maramis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada periode 2024-2029 kedepan seluruh anggota DPR terpilih akan mendapatkan tunjangan rumah dinas dengan kisaran 50 juta sampai 70 juta setiap bulannya. Keputusan ini tercantum dalam Surat Sekretariat Jenderal DPR RI Nomor B/733/RT.01/09/2024 perihal penyerahan kembali rumah jabatan anggota, yang sudah ditanda tangani pada 25 September 2024 lalu.
Pemberian tunjangan rumah dinas ini dikarenakan angota DPR tidak lagi mendapatkan faslilitas rumah dinas dan pertimbangan terkait akan adanya pemindahan ke IKN.
ADVERTISEMENT
Sebagai rakyat biasa, kebijakan ini rasanya sangat melukai hati masyarakat. Masyarakt yang kondisi ekonominya sedang tidak baik sudah sangat terluka dengan gaya hidup para pejabat di negeri ini termasuk para anggota DPR, kini harus melihat kebijakan yang lagi-lagi hanya menguntungkan mereka yang duduk diatas sana.
Padahal, setiap anggota DPR memiliki harta yang lebih dari cukup, gaji dan tunjangan ketika menjadi anggota DPR pun nominalnya fantastis, bahkan mereka juga sudah punya rumah mewah masing-masing.
Belum lagi peluang akan penyalahgunaan dana tersebut, mengingat dana tersebut menyatu dengan komponen gaji yang akan dibayarkan setiap bulannya.
Seira Tamara peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan bahwa kebijakan ini harus dibatalkan karena rawan penyalahgunaan dana dan juga akan mengakibatkan pemborosan anggaran negara, apalagi sifatnya bukan merupakan kepentingan publik.
ADVERTISEMENT
Seharusnya anggota DPR memahami fungsinya, yaitu untuk melayani rakyat, mengurusi kepentingan-kepentingan rakyat, dan menjadi wadah aspirasi rakyat, bukan mementingkan diri sendiri.
Ironi memang, namun hal ini berangkat dari pola pikir dan sistem yang dianut oleh negeri ini, yakni sistem kapitalisme-demokrasi. Sistem yang asasnya adalah memisahkan peran agama dalam pengaturan kehidupan manusia. Alhasil, para penganut dan penikmat sistem ini berpikir dan bertingkahlaku atas dasar materi, bahkan standar kebahagiaannya pun ketika mampu mendapatkan materi sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan aspek halal atau haram, boleh atau tidak, pantas atau tidak.
Konsep kepengurusan urusan masyarakat ala kapitalisme-demokrasi ini sangat kondradiktif dengan konsep pengurusan urusan masyarakat dalam perspektif Islam.
Dalam Islam, ada yang disebut dengan majelis ummat. Majelis ummat ini merupakan salah satu bagian dalam struktur pemerintahan. Fungsinya mirip dengan fungsi DPR saat ini, namun yang membedakannya adalah tujuan dan standarnya.
ADVERTISEMENT
Anggota majelis ummat umumnya diisi oleh ulama yang merupakan para pemikir politik yang mumpuni dibidangnya, sehingga setiap isu politik maupun masalah-masalah yang terjadi ditengah masyarakat akan dianalisa dengan cermat. Tugas lain dari majelis ummat ini yaitu melakukan koreksi dan kritik pada penguasa apabila ada kebijakan atau aturan-aturan yang tidak sesuai dengan syairat atau mendzalimi masyarakat. Tidak akan didapati anggota majelis ummat yang bermewah-mewah apabila ada masyarkatnya yang hidup miskin, para anggota majelis ummat pun hanya akan diupah sesuai dengan kemampuannya dan kubutuhan hidupnya.
Sekalipun secara fungsional mirip dengan parlemen dalam sistem sekarang, namun secara fundamental jauh berbeda, karena setiap pejabat publik dalam pemerintahan Islam melaksanakan tugas atas dasar mengemban amanah dengan tujuan meraih ridho Allah.
ADVERTISEMENT
Allahua'lam.