Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kevin Sanjaya Sukamuljo Tidak Bernasib Sama dengan Lee Yong Dae
3 September 2018 12:26 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
Tulisan dari Vini Damayanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“The Flying Kevin”, itulah julukan yang pertama saya dengar bagi Kevin Sanjaya Sukamuljo. Saat itu, saya membaca berita tentang kiprah pebulu tangkis Indonesia di ajang Kejuaraan Dunia Junior 2013 yang berlangsung di Thailand. Meski di ajang tersebut Kevin hanya meraih perak bersama Masita Mahmudin, sosoknya tetap menjadi buah bibir. Ia mencuri perhatian penonton bulu tangkis di Thailand karena hobi melompat dan berlarian di lapangan. Hasilnya, atlet asal Banyuwangi ini dijuluki ‘The Flying Kevin’.
ADVERTISEMENT
Saya kembali mendengar nama Kevin ketika ia berpasangan dengan Greysia Polii di ajang Indonesia Open 2014. Secara mengejutkan, Kevin/Greysia mengalahkan juara ganda campuran Olimpiade London Zhang Nan/Zhao Yunlei di babak pertama. Penonton bulu tangkis, termasuk saya, mulai memperhatikannya. Namun, puncak rasa penasaran saya terhadap sosok Kevin terjadi ketika ia menjuarai turnamen Chinese Taipei Grand Prix 2015 untuk sektor ganda putra bersama Marcus Fernaldi Gideon (Sinyo). Begitu melihat di YouTube pertandingan mereka, saya sangat terhibur karena mereka bermain agresif, penuh semangat, dan haus kemenangan. Di dalam hati saya berkata, mereka suatu saat akan menjadi pemain besar.
Ternyata tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk bersinar. Di tahun 2016 mereka berhasil juara di turnamen yang levelnya berbeda. Mulai dari GP Gold (level rendah) yaitu Malaysia Masters, super series yaitu India Open dan Australia Open, hingga super series premier (level tertinggi) di China Open. Bagi saya, keberhasilan mereka menjuarai turnamen dari yang terendah hingga tertinggi secara bertahap menunjukkan kualitas mereka sebagai pemain kelas atas. Sayang, saat itu mereka belum lolos Olimpiade Rio karena berdasarkan perhitungan poin kualifikasi tidak masuk 12 besar.
ADVERTISEMENT
Prediksi saya menjadi kenyataan. Di tahun 2017 Kevin bersama Sinyo menjuarai 7 turnamen super series, termasuk gelar bergengsi All England dan Super Series Final di Dubai. Ini membuat mereka menjadi pemain ganda putra tersukses sepanjang masa, melebihi Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong yang meraih gelar 6 gelar Super Series di tahun 2015! Tahun ini mereka sudah mengoleksi empat gelar sekelas super series, ditambah meraih medali emas di Asian Games!
Melihat permainan Kevin dari waktu ke waktu, saya merasa ia makin matang dan percaya kepada Sinyo. Dulu, saya melihat Kevin sering mengambil bola—bahkan yang seharusnya menjadi bola Sinyo. Mungkin, ia tidak bermaksud menguasai, hanya refleks melakukannya. Namun makin lama, saya melihat ia sudah mulai berbagi peran dengan Sinyo—mungkin kekompakkan dan saling percaya inilah yang membuat pasangan dengan julukan minions ini menjadi pemain peringkat 1 dunia selama lebih dari satu tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Secara teknik, menurut saya Kevin memang luar biasa. Pukulan-pukulannya tidak bisa ditebak lawan. Belum lagi, gerakannya sangat cepat. Kadang, saat lawan belum memukul bola, Kevin sudah berlari ke arah tepat bola bergulir nantinya. Dari belakang, tahu-tahu ia bisa sudah di depan dalam hitungan detik. Tidak heran, ia dan Sinyo dijuluki minions oleh fans, karena meski bertubuh kecil (dengan tinggi 169 – 170 cm) tetaplah lincah dan bergerak cepat. Saat menjadi runner up kejuaraan dunia 2013, Kevin memang pernah berkata, “meski bertubuh kecil, saya punya kemauan dan kemampuan besar.” Sepertinya, Kevin sukses membuktikan kalau bertubuh kecil tidak menghambat seseorang untuk juara.
Secara mental, Kevin juga pekerja keras dan pantang menyerah. Ini terbukti di ajang Asian Games. Saat ia dan Sinyo tertinggal 12-17 dari Fajar/Rian di set 3 babak final, ia terlihat sering menyemangati Sinyo untuk mengejar poin. Akhirnya, mereka juara dengan skor 24-22. “Saya menangis ketika menang karena mendapat mukjizat dari Tuhan. Ternyata Tuhan sebaik itu memberi hal yang nyaris mustahil,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya talenta Kevin yang menjadi sorotan, tapi juga keusilannya di lapangan. Saat bermain, ia kerap bersikap seolah-olah mau memukul bola lawan yang ia yakin akan keluar. Ketika lawan mengajukan protes, Kevin akan langsung melakukan konfrontasi. Ia pun paling sering terlihat adu urat dengan pemain Denmark, seperti pasangan Mathias Boe/Carsten Mogensen dan Mads-Conrad Petersen/Mads Pieler Kolding, dan juga pasangan Tiongkok, Li Junhui/Liu Yuchen.
Namun menurut pengakuan Kevin, ia tidak akan melakukannya jika lawan tidak terlebih dulu mengganggunya. Yang teranyar adalah ketika minions melawan pasangan Li/Liu di final beregu putra di ajang Asian Games 2018. Setelah mengalahkan pasangan Tiongkok ini, Kevin memegang telinganya sambil menghadap Liu Yuchen seakan-akan ingin mendengarkan ucapan Liu. “Ia yang memulai selalu teriak sambil melihat ke saya. Maksudnya apa? Saya hanya mau mendengarnya. Saya tidak memancing, karena mereka duluan. Baguslah, ini justru memotivasi saya,” ujarnya seperti yang tertera di situs PBSI.
ADVERTISEMENT
Penjelasan Kevin ini didukung oleh sang pelatih, Herry IP. Sesaat setelah minions juara Super Series Final 2017, Koh Herry mengungkapkan pendapatnya tentang sang anak didik. “Kalau ada yang bilang arogan, itu cuma keliatan di lapangan saja. Padahal tidak begitu. Kevin jangan diganggu, kalau diusik duluan ia akan membalas ke lawannya. Kevin kalau di luar lapangan baik dan sopan, kok, normal saja seperti yang lain.”
Memang, pemain yang bertalenta itu memiliki kepribadian unik. Taufik Hidayat, misalnya, juga kerap disebut arogan, termasuk ketika ia memutuskan mundur dari turnamen Hong Kong Open 2006 saat melawan Lin Dan di perempat final. Menurut Taufik, ia mundur karena hakim garis mencuranginya. Namun menurut saya, selama kelakuan mereka tidak sampai menyakiti orang lain, dan disertai prestasi, masih bisa dimaafkan, he he he.
ADVERTISEMENT
Kevin memang sudah menjadi pemain top dan mendapat banyak bonus atas prestasinya. Namun, pemain 23 tahun ini sempat jatuh bangun ketika memulai kariernya di bulu tangkis. Berawal dari hobi—karena sering melihat ayahnya bertanding bulu tangkas—Kevin kecil bertekad untuk menjadi pemain dunia. Ia pun mengikuti audisi PB Djarum di tahun 2006, namun gagal. Bukan berarti Kevin menyerah. Tahun berikutnya, ia kembali mencoba audisi dan sukses menjadi salah satu pemain di klub PB Djarum. Ia sempat down karena tidak berkembang di nomor tunggal putra—hingga pelatih melihat ia cocok bermain di nomor ganda. Kevin yang sempat dilatih Sigit Budiarto selama di PB Djarum ini akhirnya ditarik ke pelatnas di tahun 2013 dan menjadi pemain sukses seperti sekarang.
Harapan saya, Kevin akan terus konsisten dengan prestasinya. Jika suatu saat bisa bertemu Kevin, saya ingin berkata kepadanya, “buktikan kepada netizen yang nyinyir, kalau kamu bukanlah Lee Yong Dae”. Apa kaitannya Kevin dengan Lee Yong Dae? Banyak netizen yang menyamakan mereka, karena sama-sama berbakat dan juara di banyak turnamen dalam setahun. Namun, meski Lee Yong Dae sudah meraih banyak gelar di sepanjang kariernya, ia selalu gagal di turnamen besar. Hingga masa pensiunnya setelah olimpiade Rio, Lee Yong Dae belum pernah meraih gelar juara Asian Games, juara dunia, dan juara Olimpiade untuk sektor ganda putra. Netizen di luar negeri yang tidak menyukai Kevin berharap Kevin akan mengalami nasib yang sama. Untungnya, Kevin sudah membuktikan dia lebih unggul dibanding Yong Dae, yaitu meraih medali emas di Asian Games 2018. Selanjutnya, saya harapkan ia juga bisa meraih gelar juara dunia dan olimpiade untuk membungkam para netizen usil. Bisa dikatakan, Kevin bukan hanya aset bulu tangkis Indonesia saat ini, tapi juga masa depan. Tentunya, kita berharap ia dan Sinyo bisa mengibarkan Bendera Merah Putih di podium tertinggi di Olimpiade 2020 yang akan berlangsung di Tokyo!
ADVERTISEMENT
Sambil menunggu Kevin juara Olimpiade, saya juga berharap akan muncul talenta-talenta bulu tangkis lainnya. Jika Anda punya saudara, kenalan, anak, atau keponakan yang memiliki minat besar dan bakat di bulu tangkis, ajak mereka meniru jejak Kevin, yaitu mengikuti audisi PB Djarum. Sebagai komitmen mereka untuk memajukan bulu tangkis Indonesia, PB Djarum rutin mengadakan Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulutangkis tiap tahunnya.
Di tahun 2018, misalnya, audisi yang diadakan di 8 kota ini terbuka untuk atlet putra dan putri di tiga kategori, yaitu U-11 (usia 6-10 tahun), U-13 (usia 11-12 tahun), dan U-15 (usia 13-14 tahun). Jika terpilih, peserta akan mendapat pelatihan dari para mantan pemain dunia dengan fasilitas latihan internasional. Mulai dari perawatan kesehatan, ruangan fisioterapis, hingga makanan bergizi untuk para atlet. Pemain di PB Djarum juga berpeluang mengikuti turnamen internasional tanpa mengeluarkan biaya. Dapatkan informasi lengkap tentang audisi ini di https://www.pbdjarum.org/klub/beasiswa-bulutangkis. Bukan tidak mungkin, kenalan Anda akan menjadi penerus Kevin!
ADVERTISEMENT