Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Cerita Penumpang dari Luar Negeri Tiba di Bandara Soetta: Dibentak Petugas
27 September 2020 19:20 WIB
Tulisan dari Viral Food Travel tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Travel blogger Trinity pada Minggu (27/9), membuat utas tentang pengalaman tak mengenakan yang ia rasakan saat berada di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta di laman media sosial Twitter pribadinya. Kala itu ia baru saja tiba di Jakarta setelah melakukan penerbangan dari Turki.
ADVERTISEMENT
Dalam unggahannya di Twitter, Trinity menyoroti penanganan penumpang pesawat dari luar negeri ketika mendarat di Terminal 3 Bandara Soetta di saat pandemi COVID-19. Ia mengaku bahwa dirinya dan penumpang dari luar negeri lainnya diperlakukan tidak baik dan tanpa protokol kesehatan yang ketat.
"Begitu mendarat di CGK T3 kemarin sekitar jam 18.00, tau2 diserbu dengan suara orang2 teriak2 nyuruh penumpang ke arah kanan untuk duduk. Ada petugas yang membagikan kertas "klirens kesehatan" dari Kemenkes. Lha apa bedanya sama kartu kuning yak?" cuitnya lagi.
Ia mengatakan bahwa kartu kuning itu ia dapatkan saat berada di atas pesawat. Kartu kuning tersebut harus diisi setiap penumpang yang hendak mendarat ke Indonesia. Penulis buku "The Naked Traveler" itu mengungkapkan bahwa ada petugas, tentara dan polisi berteriak-teriak menyuruh semua penumpang untuk duduk dalam bahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Trinity mengatakan, sebelumnya tidak ada informasi tertulis maupun verbal apa yang harus dilakukan para penumpang. Bahkan, sebut Trinity, penumpang dibentak-bentak dan dibiarkan menumpuk tanpa ada infomasi yang jelas apa yang harus dilakukan.
''Penumpang makin lama makin menumpuk, makin rame dibentak2, sembari ga dikasih tau untuk apa n ngapain. Gue rasanya kayak sampah! Kita semua kayak lautan pengungsi illegal yang diduduki! Gimana perasaan WNA coba?,'' tutur Trinity.
Selama penumpang dibiarkan menumpuk, para petugas belum juga memberikan informasi lebih lanjut terkait prosedur yang akan dijalankan. Suasana di dalam Terminal 3 pun semakin menegang, para petugas terus berperilaku tidak baik kepada penumpang internasional.
Tak lama, ada tiga orang WNA yang dihampiri seseorang dan kemudian Trinity mengikuti mereka yang ternyata menuju jalur yang sudah dibatasi tanda PCR dan non PCR. Penumpang lain juga mengikuti mereka dan ikut antre di kedua jalur tersebut.
ADVERTISEMENT
Trinity kemudian diminta surat tes PCR, kartu kuning dan formulir tadi oleh petugas yang sebagian besar tidak pakai APD selain masker. Selain itu, hasil cek suhu ada yang ditulis beda dengan hasil cek sebenarnya.
"Abis itu antre lagi di meja kedua yang dibatasi kaca. Surat2 tadi diserahkan. Temen gue ditanya sama petugas, "Bacanya ini gimana?" krn surat PCR kami dlm bhs Inggris! Hadeuh. Lalu surat2 dicap "valid". Banyak amat kontaknya!" tulisnya lagi.
Trinity juga menggambarkan bahwa hampir seluruh penumpang tidak menerapkan protokol kesehatan dengan melakukan jaga jarak antar penumpang lain. Padahal, di ruangan itu terdapat garis batas untuk menjaga jarak.
Bukan cuma penumpang pesawat, para petugas bandara yang melakukan pemeriksaan terkait persyaratan tambahan di era new normal ini juga tidak menerapkan protokol kesehatan dengan baik. Para petugas di Terminal 3 itu tampak tidak mengenakan APD lengkap dan hanya memakai masker. Tidak hanya itu, hasil cek suhu pun ditulis berbeda dengan hasil sebenarnya.
ADVERTISEMENT
''Temen gue dicek suhunya 34,2°C tapi ditulis 36,2°C. Temen gue protes, tapi dijawab, "Ya biarin aja, bu!,'' ungkap Trinity.
Kekesalan Trinity pun kian memuncak ketika melihat tingkat kebersihan petugas sangat rendah saat menangani penumpang. Ia pun protes karena alat penjepit yang dilakukan saat saturasi oksigen tidak dibersihkan terlebih dahulu selesai dipakai oleh penumpang lain.
Sedangkan, menurut Trinity, hand sanitizer yang disediakan di area bandara di letakkan di wadah yang kokoh. Kondisi tersebut membuat wadah besi tersebut susah ditekan dan mendapat banyak sentuhan tangan. Tidak sampai di situ, usai pemeriksaan surat-surat, penumpang harus berjalan ke imigrasi dan wajib menyertakan surat-surat tadi sudah diperiksa.
Setelah melakukan berbagai macam prosedur, penumpang tidak diberi informasi yang jelas harus yang bisa diakses semua orang termasuk WNA bagaimana tata cara masuk Indonesia. Ia menyebut bahwa Formulir dan titik pemeriksaan terlalu banyak, padahal seharusnya pihak bandara memberikan penangan yang lebih ringkas sehingga mengurangi kontak fisik dengan orang lain.
ADVERTISEMENT
Namun, yang dirasakan Trinity justru sebaliknya. Penumpang internasional yang tiba di Jakarta itu justru bertemu dengan banyak orang dan bersentuhan dengan kertas-kertas yang dipegang tangan orang lain berkali-kali.
Trinity menambahkan, bahwa penyediaan hand sanitizer di Bandara Soekarno-Hatta pun sangat minim. Ia menyebut, sejak tiba di Terminal 3 hingga keluar bandara ia hanya dua hand sanitizer. Bahkan, sopir taksi yang berada di area bandara pun dibiarkan tidak memakai masker.
Trinity menyayangkan kejadian yang harus dia alami tersebut, menurutnya, pihak petugas keamanan bandara, baik tentara maupun polisi tidak bisa melakukan pelayanan dan penerapan protokol kesehatan dengan baik. Ia juga mengatakan seharusnya para tentara dan polisi tidak membentak para penumpang internasional yang tiba di Indonesia.
ADVERTISEMENT
''Yah begitulah caranya yang berasa kayak diospek. Seharusnya ada informasi yang jelas yang bisa diakses semua org WNI & WNA tentang bagaimana tata cara masuk Indonesia. Ga usah pake teriak-teriak dan bentak-bentak juga pan? It's humiliating!,'' pungkasnya.
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona .