Konten dari Pengguna

Dulu Jatah Makan Sering Terbuang, Kini Dirikan Katering Online Untung Rp 75 Juta

Viral Food Travel
Berita viral seputar Food dan Travel
26 Mei 2020 17:51 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Viral Food Travel tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Cynthia Tenggara, pendiri Berry Kitchen (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Cynthia Tenggara, pendiri Berry Kitchen (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setiap pengalaman bekerja pasti memiliki makna tersendiri. Begitu pula yang terjadi dalam kehidupan Cynthia Tenggara selaku pendiri dan pemilik bisnis kuliner Berry Kitchen. Semula, perempuan lulusan Universitas Pelita Harapan ini sama sekali tidak memiliki latar belakang pendidikan bisnis.
ADVERTISEMENT
Namun karena dorongan sang suami dan kejeliannya melihat peluang, ia bisa membuat katering online yang mendapatkan omzet Rp 75 juta per bulannya. Perjuangannya di awal bisa dibilang keras karena hanya laku 20 boks saja setiap harinya.
Seperti apa kisah inspiratif yang dilakukan Cynthia dalam mendirikan bisnis kuliner kateringnya ini?
Menu Berry Kitchen. (Foto: Dok. Berry Kitchen)
Setelah lulus menjadi sarjana Ilmu Komunikasi, Cynthia pernah bekerja di beberapa perusahaan mulai dari televisi, hingga perhotelan sebagai marketing, sales, dan public relations. Selama itu, ia melihat kondisi pertumbuhan perusahaan yang signifikan terutama banyak start-up yang berkembang.
Kemudian ia memutuskan untuk keluar dari pekerjaan sebagai karyawan dan mulai mencoba peruntungan bisnis. Tahun 2012 di Indonesia sedang gencar-gencarnya pendirian start-up di bidang pakaian dan juga situs jual beli online. Lalu ia mencoba memutar otak untuk mencari ide baru yang diperlukan, dan bisa berkembang baik di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Alhasil ia memutuskan untuk mendirikan bisnis kuliner karena pengalamannya selama bekerja menjadi karyawan yang kerap mendapatkan jatah katering. Namun selama itu pula ia merasa bosan karena menu makanan yang disantapnya setiap hari. Bahkan, tak jarang pula jatah makan siangnya terbuang karena merasa tidak nyaman dengan menunya.
Cynthia Tenggara, pendiri Berry Kitchen (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
Sejak saat itu ia dan sang suami Jason Lamuda mulai mengumpulkan uang untuk dijadikan modal. Mula-mula Cynthia mencari koki yang bisa diandalkan untuk membantunya karena ia mengaku enggak bisa memasak.
Koki yang masuk dalam daftar relasi Cynthia ada 10 namun hanya 1 saja yang mau membantunya dalam merealisasikan idenya. Bayangkan saja ide dan konsepnya sejak awal sudah kuat, yakni memungkinkan pelanggan untuk memilih menu sendiri.
ADVERTISEMENT
Untuk memasarkan produknya, di awal ia mulai melakukan kegiatan sosialisasi pada para pelanggan baru. Cynthia pun menyambangi kantor demi kantor hingga setiap acara, sembari membawa produk sebagai tester.
Tampilan menu makan siang di Berry Kitchen. (Foto: Dok. Berry Kitchen)
Semula ia mendapatkan pelanggan dari keluarga terdekat yang memesan tidak lebih dari 20 boks setiap harinya. Namun berkat kegigihan dan kesabarannya, Cynthia kini bisa mendapatkan pesanan sejumlah 4.000 boks per hari, dengan harga satuan sekitar Rp 25 ribu. Ia membutuhkan waktu 6 bulan untuk melakukan riset sebelum membuka kateringnya ini.
Berjualan melalui website, setiap hari ia menawarkan 15 menu pilihan, lengkap dengan jumlah kalori yang terkandung di dalamnya. Ia juga menerima pesanan menu dalam bentuk siap makan yang masuk dalam daftar paket, juga bahan mentah yang dilengkapi dengan panduan memasak. Cynthia juga menawarkan camilan dalam ukuran boks untuk pelanggannya.
ADVERTISEMENT
Mulai dari pukul 6 hingga 9 pagi, tim Berry Kitchen di Jakarta Barat mulai memasak lalu dilanjutkan dengan pengepakan dan akhirnya dikirimkan oleh kurirnya. Ia hanya ingin membantu para pekerja di Jakarta yang mengalami kesulitan dalam menu makanan yang enak setiap harinya.
Setelah satu tahun berdiri, di awal bisnis kuliner Berry Kitchen sempat mendapatkan bantuan dana Rp 16,6 miliar dari sebuah perusahaan venture capital dari Amerika Serikat. Ibu dari satu anak ini selalu membawa sang buah hati ketika bekerja dan mengawasi dapurnya di kawasan Tanjung Duren.
Kini usahanya bisa membawa perempuan kelahiran 11 September 1985 kepada omzet Rp 75 juta per bulannya. Wah memang perjuangan tidak ada yang mengkhianati hasil, ya.
ADVERTISEMENT
Kalau kamu bagaimana? Apakah berniat untuk merintis bisnis kuliner seperti yang Cynthia Tenggara lakukan?