Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Sejarah Lawang Sewu hingga Menjadi Museum Kereta Api
7 Juli 2022 12:51 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Viral Food Travel tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jika jalan-jalan ke Semarang , maka satu destinasi sejarah yang wajib dikunjungi adalah Lawang Sewu. Lupakan urban legend yang mengisahkan betapa horornya gedung Lawang Sewu, sebab sekarang jika kamu masuk, yang akan kamu temukan adalah kisah penuh sejarah dan ilmu.
ADVERTISEMENT
Yap, Lawang Sewu telah disulap menjadi museum yang menunjukkan ragam koleksi tentang kereta api di Indonesia dari masa ke masa. Dikutip dari laman heritage.kai.id, koleksi yang dipamerkan antara lain adalah koleksi Alkmaar, mesin Edmonson, Mesin Hitung, Mesin Tik, Replika Lokomotif Uap, Surat Berharga dan lain-lain.
Di museum ini juga diperlihatkan proses pemugaran gedung Lawang Sewu yang sempat terbengkalai, terdiri dari foto, video, dan material restorasi. Mendekati pintu keluar, terdapat perpustakaan yang dipenuhi buku-buku tentang kereta api.
Mungkin kamu sekarang bertanya-tanya, kok isi museumnya soal kereta api semua. Nah, itu ada hubungannya dengan sejarah pembangunan Lawang Sewu. Mau tahu sejarahnya? Simak di bawah ini, ya.
Sejarah Lawang Sewu
Lawang Sewu dibangun pada tanggal 27 Februari 1904, masih di masa kolonial Belanda. Bangunan ini difungsikan sebagai Kantor Pusat Perusahaan Kereta Api Swasta (Het Hoofdkantoor van de Nederlansch Indische Spoorweg Maatscappij-NIS). Bangunan Lawang Sewu dirancang oleh seorang arsitek asal Amsterdam, Prof. Jakob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag. Model bangunan dibuat dengan ciri dominan berupa elemen lengkung dan sederhana.
ADVERTISEMENT
Keputusan membangun Kantor Pusat NIS tentu bukan tanpa alasan. Semuanya bermula pada tahun 1867, ketika jalur kereta api pertama di Indonesia telah selesai dibangun. Jalur tersebut menghubungkan stasiun Semarang NIS dan stasiun Tanggung. Kemudian pada tahun 1873, jalur kereta api dibangun untuk menghubungkan Semarang-Solo-Yogyakarta oleh NIS, termasuk Kedungjati-Ambarawa sepanjang 206 km.
Dikutip dari laman cagarbudaya.kemendikbud, tujuan pembangunan jalur kereta api itu adalah untuk mengangkut hasil perkebunan dan pertanian dari daerah Solo dan Yogyakarta ke pelabuhan Semarang, menggantikan pedati yang saat itu menjadi angkutan tradisional.
Berkat kereta api, proses pengangkutan jadi lebih praktis, dan akhirnya perusahaan NIS semakin berkembang. Seiring dengan bertambahnya jumlah pegawai, mereka pun memutuskan untuk membangun kantor administrasi baru. Itulah cikal bakal berdirinya Lawang Sewu.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1942-1945, Lawang Sewu pernah diambil alih oleh Jepang kemudian difungsikan sebagai Kantor Jawatan Transportasi Jepang (Riyuku Sokyoku). Setelah itu Lawang Sewu sempat menjadi markas Belanda.
Namun, setelah Indonesia diakui kemerdekaannya pada tahun 1949, Lawang Sewu digunakan Kodam IV Diponegoro. Kemudian di tahun 1994, Lawang Sewu diserahkan pada Kereta Api Perumka dan menjadi PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Lawang Sewu akhirnya diubah menjadi museum seperti yang kita lihat sekarang pada tanggal 5 Juli 2011, setelah sebelumnya direstorasi oleh Persero di tahun 2009. Gedung museum ini kemudian diresmikan dengan nama Purna Pugar Cagar Budaya Gedung A Lawang Sewu.
(ADS)