Tradisi Lompat Batu Berasal dari Daerah Ini, Sudah Muncul Berabad Silam
Konten dari Pengguna
1 Agustus 2022 11:44
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Viral Food Travel tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kalau belum, mari bersama mengenal lebih jauh tentang tradisi yang berasal dari Nias, Sumatera Utara . Tradisi ini biasa juga disebut hombo atau fahombo. Seperti namanya, lompat batu memang secara harfiah berarti melompati tumpukan batu setinggi 2 meter. Tradisi ini hanya dilakukan oleh laki-laki untuk menunjukkan bahwa mereka telah dewasa.
Meski kedengarannya sederhana, tapi tradisi ini menjadi menarik karena dikemas secara adat. Sehingga bagi wisatawan, pertunjukkan ini sangat menarik layaknya menonton cabang perlombaan olahraga.
Sejarah Tradisi Lompat Batu
Untuk mengenal lebih jauh tentang tradisi ini, maka yang mesti diketahui terlebih dahulu adalah suku Nias, sebab tanpa mereka, tradisi ini tak akan ada. Suku Nias merupakan kelompok etnik yang bermukim di Pulau Nias.
ADVERTISEMENT
Suku Nias hidup dengan budaya megalitik. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya batu-batu besar di wilayah pedalaman Pulau Nias. Jadi, tidak heran jika akhirnya tradisi lompat batu lahir.
Tradisi lompat batu telah berlangsung sejak berabad-abad silam dan terus diwariskan secara turun-temurun kepada anak laki-laki. Lahirnya tradisi ini juga tidak lepas dari sejarah suku Nias yang sering berperang memperebutkan tanah atau masalah perbudakan. Biasanya masing-masing daerah akan membentengi wilayah dengan batu serta bambu.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari laman warisanbudaya.kemdikbud.go.id, lompat batu akhirnya menjadi tolok ukur seorang pemuda dijadikan prajurit desa. Jika pemuda bisa melompati batu tanpa menyentuh batu, maka dia akan ditunjuk sebagai pembela desa agar musuh tidak menyerang. Itulah kenapa sedari kecil, anak-anak suku Nias memang dilatih untuk lompat batu.
Biasanya latihan dilakukan dengan melompati tali terlebih dahulu, kemudian kayu, lalu melompati batu tiruan sebelum akhirnya batu sungguhan. Ketinggiannya pun diatur secara bertahap, mulai dari batu yang pendek hingga yang mencapai 2 meter.
Selain anak dilatih terus-menerus, masyarakat Nias juga percaya bahwa ada unsur mistis dalam tradisi ini. Makanya sebelum melakukan lompatan, biasanya anak harus meminta izin terlebih dahulu kepada roh leluhur agar tidak celaka.
ADVERTISEMENT
Saat ini tentu alasan peperangan tak lagi begitu relate dengan motif terus diadakannya tradisi lompat batu ini. Namun, tetap ada kebanggaan tersendiri bagi keluarga yang anaknya berhasil lompat batu. Biasanya, untuk anak yang berhasil lompat batu akan dibuatkan syukuran.
Tradisi ini juga kini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Indonesia, karena mengandung keunikan dan kekayaan budaya yang otentik. Maka dari itu, budaya ini terus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Nias dan didukung pemerintah.
(ADS)