Konten dari Pengguna

Kasus Diabetes di Indonesia Meroket: Apa yang Salah?

Viranosa Ariana Hafsari
Seorang mahasiswa Politeknik Statistika STIS
10 Januari 2025 14:41 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Viranosa Ariana Hafsari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
*Sumber gambar : Canva
zoom-in-whitePerbesar
*Sumber gambar : Canva
ADVERTISEMENT
Diabetes menjadi masalah kesehatan global yang semakin mengkhawatirkan, tidak terkecuali di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, angka penderita diabetes melitus (DM) di tanah air mengalami lonjakan yang signifikan. IDF Diabetes Atlas 2021 menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan kelima dunia dalam jumlah penderita diabetes, dengan lebih dari 19 juta kasus yang terdiagnosis. Laporan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Kementerian Kesehatan pada tahun 2023 menunjukkan prevalensi diabetes melitus (DM) pada semua usia penduduk Indonesia mencapai 1,7% dari sampel (n) tertimbang sebesar 877.531 orang. Angka ini diprediksi akan terus meningkat seiring waktu dengan perubahan gaya hidup yang ada di masyarakat.
ADVERTISEMENT

Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah suatu kondisi yang ditandai dengan tingginya kadar gula (glukosa) dalam darah secara terus-menerus. Diabetes Melitus secara umum dibagi menjadi dua, yaitu Diabetes Melitus tipe 1 dan Diabetes Melitus tipe 2. Pada dasarnya, diabetes melitus tipe 1 disebabkan oleh reaksi autoimun terhadap protein sel pulau pankreas, sedangkan diabetes melitus tipe 2 yang disebabkan oleh gabungan variabel genetik yang berhubungan dengan masalah dalam sekresi insulin, insulin resistensi dan faktor lingkungan seperti obesitas, kelebihan atau kekurangan makan, olahraga, stres, dan penuaan (Ozougwu et al.)

Lalu, apa yang salah? Mengapa kasus diabetes terus meroket di Indonesia?

1. Perubahan Gaya Hidup yang Tidak Sehat
Salah satu faktor utama yang mendorong meningkatnya angka diabetes adalah perubahan gaya hidup masyarakat. Dulu, pola makan sayur, buah, dan makanan segar menjadi hal biasa dalam kehidupan sehari-hari. Namun, dengan pesatnya urbanisasi dan kemajuan teknologi, kebiasaan makan pun berubah. Masyarakat lebih sering mengonsumsi makanan olahan, cepat saji, serta minuman manis yang tinggi gula dan kalori. Mengutip dari goodstat.id, minuman berenergi dan minuman soda sebagai dua minuman kemasan paling manis, yakni dengan kandungan gula sebesar 25 gram dan 27 gram atau setara dengan 1,6-1,8 sendok makan.
ADVERTISEMENT
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi gula pasir per kapita per minggu mencapai 1.030 ons pada tahun 2024. Hal ini berarti satu orang di Indonesia mengonsumsi sekitar 147 gram gula pasir per hari. Belum lagi konsumsi gula dari sumber-sumber yang lain baik gula alami maupun gula buatan. Meskipun angka ini turun dibanding tahun 2023 tetapi masih jauh melebihi anjuran Kementerian Kesehatan RI yaitu batas konsumsi gula maksimal 50 gram atau setara dengan 4 sendok makan per hari.
Selain pola makan, gaya hidup juga berperan besar. Kesibukan masyarakat di era sekarang ini membuat banyak orang yang menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar ponsel, komputer, atau televisi tanpa berolahraga cukup. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan bahwa kurangnya aktivitas fisik adalah salah satu faktor risiko utama yang berkontribusi terhadap berkembangnya penyakit tidak menular, termasuk diabetes.
ADVERTISEMENT
2. Ketidaktahuan dan Kurangnya Edukasi Kesehatan
Banyak masyarakat yang masih kurang memahami penyebab, risiko dan bagaimana cara mencegah diabetes. Kebanyakan penyebab orang-orang di daerah maju terkena diabetes adalah sudah mengetahui namun kurang aktivitas gerak, berbeda dengan masyarakat di daerah terpencil yang kurang menerima penyuluhan atau sosialisasi. Penyuluhan tentang pentingnya pola makan sehat dan gaya hidup aktif belum merata, terutama di daerah-daerah yang lebih terpencil. Kebanyakan orang baru menyadari bahwa mereka menderita diabetes setelah penyakit ini berkembang cukup parah.
Menurut International Diabetes Federation (IDF), hampir 2/3 orang dengan diabetes di Indonesia tidak mengetahui bahwa mereka mengidap penyakit tersebut. Ketidaktahuan ini sering menyebabkan diabetes tidak terdeteksi sejak dini, sehingga pengobatan menjadi lebih sulit dan mahal. Di Indonesia, hal ini diperparah dengan minimnya akses terhadap layanan kesehatan preventif di daerah-daerah terpencil.
ADVERTISEMENT
3. Faktor Genetik dan Keturunan
Tidak dapat dipungkiri bahwa faktor genetik juga menjadi penyebab penyakit ini. Diabetes tipe 2, yang lebih sering ditemukan di Indonesia, memiliki keterkaitan erat dengan faktor keturunan. Menurut American Diabetes Association (ADA), jika seseorang memiliki orang tua atau kerabat dekat yang menderita diabetes, mereka berisiko lebih tinggi untuk mendapat kondisi serupa. Namun, meskipun faktor genetik berperan, pola hidup yang sehat tetap menjadi langkah utama untuk mencegah berkembangnya diabetes, bahkan pada mereka yang memiliki riwayat keluarga.
4. Keterbatasan Akses ke Perawatan Kesehatan
Meskipun di Indonesia sudah ada berbagai upaya untuk meningkatkan layanan kesehatan, akses terhadap perawatan medis yang tepat tetap menjadi tantangan, terutama di daerah-daerah terpencil. Banyak penderita diabetes yang kesulitan mendapatkan pemeriksaan rutin atau pengobatan yang diperlukan untuk mengelola kondisi mereka. Hal ini semakin memperburuk dampak dari penyakit ini apabila tidak ditangani dengan tepat. Apalagi jika kondisi diabetes sudah parah sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
ADVERTISEMENT

Tanggung Jawab Bersama

Lonjakan kasus diabetes di Indonesia membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak. Pemerintah perlu memperkuat kebijakan kesehatan, termasuk peningkatan akses terhadap pengobatan, serta edukasi yang lebih mengenai pencegahan diabetes. Program-program penyuluhan di sekolah, tempat kerja, dan komunitas harus diperluas. Dari anak-anak sampai orang tua harus mempunyai kesadaran sejak dini tentang pentingnya pola hidup sehat.
Tidak hanya itu, industri makanan dan minuman juga harus turut berperan dalam mengurangi konsumsi gula yang berlebihan. Penetapan regulasi yang jelas terkait pembatasan kadar gula dalam produk-produk konsumen bisa menjadi langkah efektif untuk menekan angka penderita diabetes. Sejauh ini, Kementerian Kesehatan RI telah mencanangkan program "CERDIK" (Cek kesehatan rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet sehat dengan kalori seimbang, Istirahat cukup, Kelola stres). Akan tetapi implementasinya perlu terus ditingkatkan agar tercipta masyarakat yang sehat dan bugar.
ADVERTISEMENT

Kesimpulan

Kasus diabetes di Indonesia memang sedang meroket. Oleh karena itu, semua pihak baik individu, keluarga, masyarakat, maupun pemerintah, harus bekerja sama untuk mencegah diabetes ini semakin menyebar. Menjaga pola makan sehat, berolahraga secara teratur, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan rutin adalah kunci untuk menanggulangi masalah ini. Dengan langkah yang tepat, kita bisa menurunkan angka diabetes dan meningkatkan angka kesehatan masyarakat Indonesia.
Referensi :
1. American Diabetes Association (ADA). Risk Factors for Type 2 Diabetes. https://diabetes.org
2. Badan Pusat Statistik (BPS). Rata-Rata Konsumsi Gula per Kapita di Indonesia Tahun 2024. https://bps.go.id
3. International Diabetes Federation (IDF). IDF Diabetes Atlas 2021. https://idf.org
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023. https://kemkes.go.id
ADVERTISEMENT
5. Ozougwu, J.C., et al. "The Pathogenesis and Pathophysiology of Type 1 and Type 2 Diabetes Mellitus." Journal of Physiology and Pathophysiology, Vol. 4, No. 4, 2013, pp. 46–57.
6. Riskesdas. Laporan Riskesdas 2018. https://riskesdas.litbang.kemkes.go.id
7. WHO. "Physical Activity and Non-Communicable Diseases." https://who.int
8. GoodStat.id. "Kandungan Gula dalam Minuman Kemasan." https://goodstat.id