Bullying Dan Dampaknya Dalam Perspektif Hukum Pidana

Virgina Destyana
Haloo! Perkenalkan saya adalah mahasiswa semester 6 dari Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang,
Konten dari Pengguna
20 Maret 2024 6:34 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Virgina Destyana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Bullying. (Design by Virgina Destyana)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bullying. (Design by Virgina Destyana)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bullying merupakan permasalahan serius yang banyak terjadi dimana-mana. Namun demikian, seluruh anak di Indonesia berhak untuk dilindungi dari tindak pidana perundungan atau intimidasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ketidaktahuan yang meluas mengenai dampak negatif bullying membuat kejahatan ini semakin umum terjadi. Korban bullying dapat menderita gangguan kecemasan, depresi, dan bahkan perasaan ingin bunuh diri. Hal ini tidak hanya berdampak pada korbannya saja, namun harus dipahami bahwa siapa pun yang melakukan tindak pidana bullying tidak akan lepas dari tanggung jawab, meskipun ia masih di bawah umur.
ADVERTISEMENT
Faktor Yang Menyebabkan Orang Melakukan Bullying
Penyebab-penyebab yang memunculkan kasus bullying cukup banyak terjadi pada remaja seperti kurangnya kemampuan dalam mengontrol perilaku, ketidakmampuan dalam mengelola emosi sehingga menimbulkan keinginan balas dendam untuk beradaptasi dengan lingkungan.
Pengertian Bullying Menurut Undang-Undang
Menurut Pasal 1 ayat 16 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang mengakibatkan penelantaran, penderitaan atau fisik, psikis, seksual dan/atau termasuk intimidasi, ancaman untuk melakukan perbuatan melawan hukum, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan. Berdasarkan pandangan di atas mengenai pengertian kekerasan dalam UU Perlindungan Anak, maka dapat disimpulkan bahwa bullying termasuk dalam bentuk kekerasan terhadap anak. Mengingat bullying merupakan tindakan kekerasan terhadap anak, maka menurut ketentuan undang-undang perlindungan anak, bullying merupakan tindak pidana. Namun di sisi lain, UU Perlindungan Anak juga memiliki aspek perdata, yaitu memberikan hak kepada anak korban kekerasan (bullying) untuk menuntut ganti rugi materiil/nonmateriil terhadap pelaku kekerasan.
ADVERTISEMENT
Perlindungan Bagi Saksi Anak Dan Yang Berhadapan Dengan Hukum
Dalam hukum Indonesia, bullying sendiri tidak diatur dalam undang-undang atau peraturan tertentu karena bullying bersifat umum. Namun jika dilihat dari pokok perkaranya, maka unsur-unsur yang termasuk tindak pidana bullying dapat dikaitkan dengan pasal-pasal yang tercantum dalam KUHP, yakni pasal 310 dan 315 tentang penghinaan, pasal 351 tentang penganiayaan, pasal 368 tentang pemerasan, dan ancaman. Jika terjadi tindak pidana perundungan, pelaku di bawah umur maka dapat dijerat dengan dasar hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya pada Pasal 54, Pasal 76 A, Pasal 76 C, dan Pasal 80. Bullying tidak hanya terfokus pada tindakan langsung atau verbal saja, namun bullying juga dapat terjadi melalui media elektronik lainnya seperti jejaring sosial. Ancaman terhadap pelaku di jejaring sosial dapat dijeratatas dasar hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, khususnya Pasal 27 ayat 3 dan 4.
ADVERTISEMENT
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 76C:"Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak." Berdasarkan pasal tersebut, anak perlu dilindungi dari kekerasan yang dilakukan oleh siapa pun, yang dalam hal ini termasuk teman-temannya (bisa juga anak di bawah umur). Hal ini merujuk pada faktor “Semua Orang” yang ada dalam pasal tersebut. tindakan kekerasan terhadap teman sebayanya dapat digolongkan sebagai anak yang berhadapan dengan hukum, sedangkan anak korban tergolong dalam anak yang berhadapan dengan hukum (anak korban).
Ancaman Hukuman Bagi Pelaku Bullying
Pasal 310 KUHP tentang perundungan mengatur barangsiapa yang merusak kehormatan atau nama baik seseorang, baik tertulis maupun tidak, diancam dengan pidana denda dan penjara paling lama satu tahun empat bulan. Pasal ini pada dasarnya adalah pasal yang menyinggung atau penghinaan tetapi sering kali digunakan untuk membingkai kasus-kasus intimidasi atau perundungan. Pasal berikutnya, yakni Pasal 311 KUHP, mengatur bahwa tersangka dapat mengajukan bukti terbalik, jika pembuktian terbalik itu tidak berhasil maka ia terancam hukuman penjara 4 tahun.
ADVERTISEMENT
Undang-undang mengatur bullying tidak hanya dalam bentuk kekerasan fisik tetapi juga kekerasan verbal. Kekerasan verbal hadir dalam berbagai bentuk, termasuk cyberbullying. UU ITE juga mengatur mengenai cyberbullying pada Pasal 45 ayat (5), yakni siapa pun yang menyebarkan informasi palsu tentang orang lain yang menimbulkan kerugian pada orang lain akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa cyberbullying termasuk dalam delik aduan sehingga hanya dapat dilaporkan oleh korban. Sementara itu, cyberbullying mulai merebak akibat kebebasan berpendapat di media sosial, dimana lelucon kini banyak disebarkan dalam bentuk “meme”. Dampak dari hal tersebut, cyberbullying pun tampaknya sudah menjadi hal yang biasa, sehingga dirasa perlu adanya peningkatan pemahaman hukum agar masyarakat sadar bahwa hal tersebut dapat berujung pada tuntutan pidana.
ADVERTISEMENT
Pada umumnya pelaku tindak pidana bullying dilakukan oleh teman korban. Oleh karena itu, jika perundungan tersebut terjadi di lingkungan sekolah, maka pelaku pelanggaran tersebut dapat dianggap sebagai anak yang berhadapan dengan hukum. Anak yang berhadapan dengan hukum menurut KUHP dibedakan menjadi: anak saksi, korban anak dan anak yang berkonflik dengan hukum. Oleh karena itu, dalam hal ini walaupun anak tersebut masih di bawah umur, namun jika ia menjadi anak yang berkonflik dengan hukum, ia tetap bertanggung jawab di hadapan hukum. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 80 UU Perlindungan Anak, pelaku perundungan diancam dengan pidana penjara 3 tahun 6 bulan atau denda Rp. 72.000.000.- Namun perlu diingat, anak-anak mempunyai hak untuk diperlakukan secara manusiawi dan dipisahkan dari orang dewasa seperti identitas mereka dirahasiakan dan mereka berhak menerima bantuan hukum. Oleh karena itu, anak dibawah umur mendapat manfaat dari pengurangan tiga perempat dari hukuman yang diharapkan. Dengan demikian, hukuman 3 tahun 6 bulan dengan denda Rp72.000.000 menjadi 2 tahun 6 bulan dan denda Rp54.000.000.
ADVERTISEMENT
Upaya Pencegahan Terjadinya Bullying
Meski sangat sedikit anak yang mengetahui apa itu bullying, namun penting untuk diketahui bahwa hukum Indonesia menerapkan asas fiksi hukum berdasarkan Pasal 81 UU Nomor 12 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa setiap orang dianggap mengetahui setiap undang-undang yang telah disahkan. Oleh karena itu, ketidaktahuan akan hal ini tidak akan mengecualikan pelaku dari tanggung jawab pidana atas tindak pidana bullying.
Untuk itu perlu diselenggarakan penyuluhan tindak pencegahan bullying sebagai representasi dari pihak akademisi, sesuai UU No. Pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 mengatur bahwa bersekolahnya anak menjadi tanggung jawab sekolah itu sendiri.
Bullying merupakan masalah serius yang terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia. Bullying adalah tindakan yang melanggar kehormatan, reputasi, atau bahkan kekerasan fisik orang lain. Lingkungan akan menjadi faktor ancaman utama. Lingkungan yang memiliki afeksi positif merupakan faktor utama dalam mencegah terjadinya bullying, dan sebaliknya, lingkungan yang negatif dapat menjadi penyebab utama terjadinya bullying.
ADVERTISEMENT
Bullying berdampak buruk pada psikologi anak, mereka bisa mengalami gangguan kecemasan, depresi, bahkan pikiran untuk bunuh diri. Hal ini tidak hanya berdampak pada korbannya, anak-anak yang melakukan bullying juga akan kehilangan hak kebebasan, bermain, berkreasi bahkan hak belajar. Oleh karena itu, upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah perundungan antara lain dengan menanamkan empati dan menegaskan bahwa pelaku perundungan tidak akan lepas dari hukum.