Konten dari Pengguna

Peran NATO dalam Peristiwa Cyber Attack Rusia di Kawasan Eropa

Kayla Putri Virmindra
Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23 Oktober 2022 19:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kayla Putri Virmindra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.pexels.com/photo/close-up-view-of-system-hacking-5380618/
zoom-in-whitePerbesar
https://www.pexels.com/photo/close-up-view-of-system-hacking-5380618/
ADVERTISEMENT
Konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina membawa banyak dampak yang tidak hanya terjadi pada aspek ekonomi, politik, kerja sama antarnegara, dan lainnya tetapi secara spesifik juga pada dampak Cyber Security. Globalisasi telah membawa banyak dampak yang besar dalam kemajuan-kemajuan dalam aspek yang ada di dunia, salah satunya adalah kemajuan dalam bidang teknologi dan dunia siber. Perkembangan dan perbaikan dalam bidang ini terjadi secara terus menerus dan sangat berpengaruh pada kehidupan sehari-hari setiap aktor dalam ranah Hubungan Internasional dari cara mereka berkomunikasi, bertukar pendapat atau informasi semuanya telah berubah menjadi digital. Isu Cyber Security menjadi perhatian dalam Hubungan Internasional akibat dari perubahan-perubahan signifikan yang dibuatnya.
ADVERTISEMENT
Jika kita definisikan, Cyber Security berarti sebuah ancaman yang datang bukan melalui cara konvensional seperti perang yang menggunakan militer dan senjata, tetapi kesempatan ancaman ini justru datang dari sesuatu yang bersifat digital dan menyangkut teknologi komputer serta segala jenis teknologi digital lainnya. Sejak tahun 2014, Rusia sudah menargetkan berbagai jenis Cyber Attack kepada Ukraina. Serangan yang signifikan dimulai pada tanggal 13 Maret 2014 beberapa hari sebelum dilakukannya referendum tentang status Krimea. Serangan siber sepanjang 8 menit dengan cara destabilisasi jaringan komputer milik Ukraina untuk mengalihkan perhatian masyarakat Ukraina akan datangnya pasukan asal Rusia di Krimea.
Terdapat banyak jenis serangan siber yang Rusia lakukan dalam kurun waktu yang terjadi secara terus menerus dari tahun 2014 hingga 2022. Seperti serangan malware yang bernama "NotPeyta" pada bulan Juni 2017 yang dikategorikan sebagai serangan siber paling merusak dalam sejarah. Malware "NotPetya" ini menyerang pembangkit listrik tenaga nuklir di Chernobyl, sejumlah 13.000 perangkat yang digunakan oleh lembaga publik, bank, surat kabar, transportasi, bisnis, infrastruktur, dan lainnya. Virus malware ini juga menyerang hingga skala global yang memengaruhi 65 negara dan sekitar 50.000 sistem di dalam perusahaan Eropa dan Amerika Serikat seperti perusahaan FedEx, Maersk, dan Merck. Terdapat banyak kerugian yang ditimbulkan oleh virus malware tersebut seperti kerugian keuangan sebesar US$10 miliar.
ADVERTISEMENT
Serangan siber Rusia terus berlanjut sampai 24 Februari 2022 bersamaan dengan upaya penyerangan Rusia pada Ukraina, serangan-serangan ini terus berdatangan pada Ukraina, menyerang sistem dan satelit komunikasi satu jam sebelum terjadinya invasi yang dilakukan oleh Rusia. Serangan malware bernama "IsaacWiper" diluncurkan oleh Rusia dengan tujuan untuk menahan para pengungsi yang ingin masuk ke Romania serta untuk memblokir akses jasa keuangan dan ketenagaan. Cyber Attack ini masih terus dilakukan hingga bulan Mei tahun 2022.
Rusia menggunakan kemampuan teknologi mereka yang tinggi untuk menyebarkan virus malware, melakukan hacking dalam website-website pemerintah serta ranah pendidikan, ekonomi, urusan luar negeri, dan lain-lain. Selain upaya-upaya malware dan hacking, Rusia juga melakukan phising pada email pemerintah serta militer dan berbagai organisasi milik Ukraina, mereka juga dapat mengakses data-data pribadi dan penting seluruh masyarakat Ukraina. Tercatat pada tanggal 14 Maret 2022, Rusia menyebarkan virus malware yang bernama "CaddyWiper" kepada sistem-sistem dalam berbagai organisasi milik Ukraina dalam sektor pemerintah dan keuangan. Tidak lama setelah malware ini tersebar, sebuah pesan hoax ditayangkan di salah satu saluran televisi Ukraina yang berisi tentang klaim bahwa Presiden Ukraina pada saat itu yang bernama Volodymyr Zelenskyy memerintahkan masyarakat Ukraina untuk menyerah kepada Rusia. Sebuah video deep-fake Presiden Volodymyr Zelenskyy juga disebarkan lewat situs telegram.
ADVERTISEMENT
Lantas bagaimana peran dan posisi NATO sebagai organisasi keamanan internasional yang berfokus pada wilayah Atlantik Utara mengulurkan bantuan mereka kepada banyaknya serangan Rusia kepada Cyber Security milik Ukraina? Seperti yang sudah kita ketahui, NATO (North Atlantic Treaty Organization) adalah sebuah pakta atau organisasi yang dilahirkan pascaperang Dunia II. Tujuan utama mereka saat diresmikan adalah untuk menjauhkan hegemoni Uni Soviet dari wilayah Atlantik Utara serta menjaga keamanan dan perdamaian di Eropa.
NATO berdiri dengan lahirnya Perjanjian Washington yang disahkan pada tanggal 4 April 1949. Terdapat 14 pasal dalam perjanjian tersebut tetapi ada beberapa pasal yang seringkali difokuskan dalam bagaimana NATO membantu untuk menyelesaikan isu-isu yang menimpa negara anggotanya. Salah satu pasal yang paling sering digunakan sebagai latar belakang dari bantuan-bantuan yang diberikan oleh NATO adalah pasal 5 dalam Perjanjian Washington. Pasal ini merupakan security commitment dari masing-masing negara karena isinya yang bermaksud tentang persetujuan seluruh negara anggota untuk membantu saat terdapat satu atau lebih negara anggota yang mendapat serangan bersenjata dari negara lain. Pertanyaan terbesar kita di sini adalah bisakah serangan tidak bersenjata seperti Cyberwarfare yang dilakukan oleh Rusia kepada Ukraina diaplikasikan pada penerapan pasal 5 oleh NATO?
ADVERTISEMENT
NATO membuat pasal-pasal tersebut dengan pandangan bahwa serangan itu bersifat nyata dan bisa terlihat dampak serta pergerakannya. Tetapi, serangan-serangan berbasis siber ini dapat dikategorisasikan sebagai serangan bersenjata jika dampak yang dirasakan oleh negara yang diserang bersifat sangat serius. Dengan kata lain, pasal 5 bisa mengizinkan NATO untuk membantu tetapi hanya saat para negara mengganggap situasi tersebut “perlu” untuk ditangani dan menyesuaikan dengan hukum domestic negara yang terkena serangan siber tersebut.
Pada tahun 2014, NATO mengumumkan bahwa serangan berbasis siber merupakan salah satu misi utama dalam prinsip pertahanan kolektif mereka. Hal ini menunjukkan bahwa NATO dapat turun tangan dalam membantu Ukraina dalam serangan-serangan siber yang dikirim oleh Rusia. Namun, kembali lagi pada negara anggota dan keputusan mereka untuk membantu Ukraina. Selain hanya beberapa negara yang bersedia untuk memberikan bantuan pada Ukraina, keterbatasan kemampuan juga menjadi faktor akan sulitnya membendung serangan berbentuk siber karena keahlian Rusia serta penyangkalan Rusia sendiri terhadap serangan-serangan siber yang telah mereka lakukan dan juga serangan siber seringkali sulit untuk diprediksi kedatangannya.
ADVERTISEMENT
Meskipun terdapat keterbatasan, NATO tetap mencoba untuk menjaga keamanan dan perdamaian negara anggotanya. NATO telah memberi banyak bantuan pada Ukraina dalam menangani serangan siber, seperti meningkatkan kapabilitas teknis Ukraina agar mereka bisa menangani atau menangkal serangan siber, negara-negara anggota juga turut membantu seperti bantuan Estonia untuk mengirim spesialis siber ke Ukraina serta bantuan-bantuan lainnya seperti memperbaiki strategi pertahanan siber Ukraina, memberi Ukraina akses kepada berita-berita dan informasi terbaru tentang Cyber Security agar Ukraina dapat melihat serta memprediksi jikalau terdapat potensi serangan baru dari Rusia kedepannya.