Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Cristiano Ronaldo: Sebuah Romansa yang Dewasa
10 September 2021 11:10 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Vyatra Joseph tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mari kita berkelana ingatan ke 2009. Saya lupa kapan tepatnya, yang jelas saat itu window transfer. Seingat saya kala itu adalah tahun kedua saya berkuliah. Obrolan angkringan kala itu bertema “Ronaldo pindah ke Real Madrid”. Bersama teman-teman sesama pendukung Manchester United kala itu, kami duduk mengunyah sate usus dan nasi kucing dengan dirundung duka.
ADVERTISEMENT
Kesunyian merasuk, lantas percakapan yang muncul seperti sekumpulan laki-laki yang baru ditinggal pasangannya. Ucapan “sok” tegar bersaut-sautan “kita akan baik-baik saja” tim ini akan tetap menjadi juara tanpa Ronaldo sekalipun. Denial.
Beberapa musim setelahnya, segala ketakutan terbukti. Prestasi Manchester United juga tidak bagus-bagus amet. Tangguh, tapi tetap saja keropos. Manchester United tidak setangguh sebelum-sebelumnya. Syukur ada Sir Alex Ferguson disana, jika tidak kami sudah berbagi ketabahan sejak lama, dengan pendukung tim semenjana dari London Utara.
Setahun sebelumnya Manchester United baru saja merajai eropa dan dunia, tidak sampai mengulangi treble winner musim 98-99, tetapi menyandingkan gelar liga domestik dan Liga Champions, cukup menjadikan kepala tegak dan mengakui diri sebagai fans united. Di musim berjalan, gelar domestik baru saja dipertahankan. Baju merah dengan lembang setan, semacam fashion statement kemanapun pergi.
ADVERTISEMENT
Pria cungkring berambut keriwil yang di musim-musim sebelumnya lebih banyak mengundang pertanyaan dengan stepover dan segala gocekan tidak perlu, menjadi pria yang jauh lebih dewasa dalam pertandingan. Semua tanda centang untuk memenuhi kriteria GOAT, perlahan ia penuhi. Pencetak gol terbanyak iya, team player iya. Saya tak berharap sikap rendah hati dan kalem dari-nya. Membosankan.
Ini Cristiano Ronaldo, bukan Richard Gere atau Tom Hanks dengan tatapan kalem, menghanyutkan dan jauh dari hingar bingar sikap arogan. Ini Ronaldo, yang dalam wawancara menyebut Namanya sebagai pemain terbaik dunia Ketika Rio Ferdinand menyebut Maradona dan Anderson melawak dengan menyebut namanya sendiri (entah dia hanya ikut-ikut karena bermasalah dengan bahasa, atau memang terlalu senang berkomedi).
ADVERTISEMENT
Siapapun akan sepakat, ia memang ambisius, seorang pemenang. Rasanya aneh bagi saya, sikap kalem dengan tatapan mata menghanyutkan muncul dari manusia yang suka "menyiksa" para pemain belakang dan penjaga gawang lawan. Ia kejam dan meninggalkan malu yang akhirnya diderita para pemain lawan.
Kemudian ia pergi. Semusim dua musim, bermusim-musim. Kami dibuai penantian, yang tak kunjung henti. Setiap kali muncul isu ia tak betah di Madrid, kami berharap ia kembali dan membawa kejayaan. Prestasi seadanya kadang membuai fans sebegitunya.
Sudah berapa kali saya terjerumus milis dan diskusi-diskusi fana tentang kemungkinan ia kembali dalam waktu dekat. Saat ia memutuskan ke Turin, patah hati kedua kali tak terhindari. Walaupun tak sehancur yang pertama. Perlahan saya kebal akan harapan yang sia-sia.
ADVERTISEMENT
Kita semua terbiasa atau lebih tepatnya membiasakan diri melihat penerusnya adalah pria yang hanya memiliki kaki kanan untuk menjalankan aksinya, sementara kaki kirinya sepertinya hanya ganjalan agar ia bisa berdiri layaknya manusia, ya dia Antonio Valencia.
Bermusim-musim, kita berharap Rashford, Martial dan Lingard bertransformasi menjadi new Ronaldo. Saat Rashfrod begitu eksplosif muncul secercah harapan, saat Martial meliuk-liuk kita berharap akan ada dua Ronaldo baru, walapun Martial… yah tetap Martial. Lingard… aduh saya lupa kelebihannya selain menjadi dancer professional.
Lantas beberapa hari lalu, saat isunya santer ia akan ke Manchester City, saya kebal seolah tak peduli, ada hal lain yang lebih penting untuk dijadikan ketakutan. Walaupun jelas akan terselip sedikit kekecewaan. Melihat Guardiola ada di sana saja, kepala saya sudah pusing apalagi jika Ronaldo bekerja sama dengan-nya.
ADVERTISEMENT
Sepakbola yang saya pahami memang kadang semenyedihkan itu, murung dan jauh dari kebahagiaan, tapi kita semua dibutakan oleh fanatisme. Saya tidak luput dari dosa itu. Pendukung sepakbola punya logika bebal yang tak dapat begitu saja di nalar manusia.
…
Malam itu, saat berita transfer Ronaldu muncul, saya sedang bercengkrama sambil meneguk minuman. “Ah masa minum ini doang bikin halusinasi” begitu pikir saya. Paginya setelah secangkir kopi meredakan kantuk, baru semua jelas dan nyata. Ada secercah Bahagia dan asa “Ini musim kami”.
Sehari-dua hari kemudian, barulah muncul semacam ganjalan dalam pikiran, untuk apa memenuhi satu striker lagi, saat Manchester United lebih membutuhkan gelandang bertahan. Sekalipun Martial, Cavani, dan Rashford belum meyakinkan, ada pos lain yang jauh lebih kritikal. Duh Sedemikian sulitnya berdamai, ini semua adalah panic buying. Logika dan Nalar beradu dengan Hati yang terlanjur larut dalam romansa.
ADVERTISEMENT
Siapa yang tidak akan panik melihat Ronaldo mendarat di Manchester biru, psikologis pendukung Manchester United mana yang tak akan terganggu melihat fakta itu. Sudah nihil gelar bermusim-musim belakangan, masih pula menerima nestapa, idola berpindah klub. Sudah jatuh tertima tangga begitu peribahsanya.
Ole dan barisan manajemen sendiri cukup paham kekhawatiran itu. Rio Ferdinand, Patrice Evra dan juga mantan pemain yang terlibat dalam proses perpindahan ini rasanya cukup sadar efek negatif yang akan ditimbulkan jika Ronaldo berlatih di Etihad Campus. Sang begawan (Sir Alex Fergusun) pun turun tangan. Dimulailah misi mulia, memulangkan sang legenda.
Terpujilah Ed Woodward di masa akhir baktinya sedikit peduli dengan pendukung, Keluarga Glazer-pun nampaknya ingin berperan menajdi malaikat sesekali. Walaupun secara kalkukalsi harga untuk mendapatkan Ronaldo jelas tidak ada apa-apanya dengan dana yang dimiliki klub ini. Investasi berupa dana bisa jadi dipertanyakan, tapi tidak dengan investasi rasa.
ADVERTISEMENT
Usianya tak lagi muda, harganya juga tak ada setengahnya dibandingkan dengan Lukaku dan Grealish yang sama sekali belum jadi apa-apa, tetapi ia tetap Ronaldo. Di kala usianya sudah 36 tahun, angka dan fakta tidak bisa ditiadakan begitu saja.
Setelahnya, sampai hari ini, entah kenapa saya tak kunjung merasa ada perasaan cinta yang meledak-ledak. Antusiasme tak begitu saja hilang, tapi perasaan jatuh cinta seperti anak muda yang dimabuk asmara, tak kunjung datang. Dengan puisi-puisi manis, dengan lagu-lagu romantis, bahkan dengan semangat membara selalu ingin berjumpa. Pokoknya ingin terus bertemu dan melihat dari dekat apa yang dilakukan pasangan.
Dalam kasus ini saya sama sekali tidak tertarik membuka linimasa, atau update berita tentang Ronaldo. Nomor punggung yang akan ia pakai. Bagaimana proses ia memulai Latihan perdana, dan seterusnya-dan seterusnya. Saya lebih khawatir kala Varane tidak kunjung resmi mengupdate posting IGnya sebagai pemain baru Manchester United.
ADVERTISEMENT
Harapan dia akan membawah kejayaan tetap terjaga, Ronaldo adalah manusia ambisius yang ucapannya bisa dipegang. Hati saya kemudian terenyuh saat ia memposting foto dengan salah satu kalimat “History has been written past and history will be written once again! You have my word!.
Mungkin inilah jatuh cinta manusia dewasa, tak lagi menyala-nyala dan bergejolak seperti anak muda. Sebuah komitmen “You have my word” jauh lebih romantis, jauh dari sekadar ledakan-ledakan romansa yang bisa jadi fana.
Ronaldo tetaplah Ronaldo, ambisinya akan jauh lebih dari penting ketimbang romansa apapun, tapi selama memiliki tujuan yang sama, apa salahnya berbagi hati untuk sebuah tujuan mulia bersama. Begitu bukan? Ah entah lah ya. Kita tunggu saja.
ADVERTISEMENT
Salam
Ditulis sambil menanti akhir pekan.