Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mendua untuk Guardiola
26 September 2018 20:44 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari Vyatra Joseph tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perawakannya seperti para pemain tanah andalusia pada umumnya (walaupun ia adalah putra catalan) tak begitu kekar cenderung kecil. Tapi diusianya yang sudah tak lagi muda, satu-satunya fisik usia yang terlihat menua hanyalah rambutnya yang tak lagi tumbuh lebat dan memutih, ia lantas memilih memotong tipis rambutnya yang membuatnya terlihat maskulin. Oh iya janggutnya juga sudah nampak memutih sih.
ADVERTISEMENT
Pakaian-pakaian fashionable yang melekat di badannya, membuat-nya tampak seperti pragawan yang menjadikan technical area sebagai catwalk pribadi. Rasanya kita sama-sama sepakat, selera fashion Guardiola memang top. Guardiola memang menghibur mata. Sekalipun di beberapa berita ia mengaku yang memilih pakaian adalah istrinya.
Berbicara soal Guardiola, bukan semata-semata permainan atraktif yang membuat saya memujanya. Karakter yang ia punya sama pentingnya dengan interpretasi permainan menghibur yang ia tampilkan. Ia sama keras kepalanya dengan pelatih kelas dunia lainnya, batu. Tak percaya tanya saja pada Ibrahimovic.
Ia tidak melenggak-lenggok, tapi melompat berteriak saat melihat para pemainnya tak menjalankan instruksinya, atau kecewa kepada sang pengadil, sambil sesekali bersitenggang dengan pelatih tim lawan atau asisten wasit, kemudian mengepalkan tangan saat timnya mencetak gol, dan ikut merayakannya.
ADVERTISEMENT
Masuk ke dalam ruang ganti saat pertandingan akan dimulai atau jeda antar babak, apa yang ia ucapkan adalah sabda dan dogma yang wajib dipatuhi. Ia bisa berapi-api sekaligus penuh simpati memberikan instruksi. Saat ia berteriak di ruang ganti, semua seketika menjadi sunyi.
Ia tak pernah takut berseteru tapi cukup mendayu- dayu. Saat ia kehilangan sahabat terbaiknya Tito Villanova, ada tatapan nanar dan kosong di matanya. Konon katanya ia sudah menangis sejadi-jadinya sebelumnya. Saat David Silva absen karena sang anak sakit, ia memotivasi seluruh pemain City untuk mempersembahkan kemenangan pada pemain Spanyol itu.
Dalam hiruk pikuk dunia, manusia yang cerdas santun dan tampak kalem adalah idola (tapi rasanya tidak bagi saya), ia adalah manusia keras kepala yang selalu mengundang puji dan puja. Sebagian membencinya, sebagian lagi memujinya. Yah saya jelas bagian yang kedua, tentunya.
ADVERTISEMENT
Joseph Pep Guardiola namanya, salah satu murid terbaik Johan Cruyff yang menemui takdirnya menyempurnakan permaianan atraktif penuh pesona ala Belanda menjadi tiki taka gunung jiwa.
Saya ingat-ingat lagi tidak banyak kekecewaan dalam kehidupan yang saya jalani. Akan tetapi, belum melihat Guardiola membesut tim kesayangan saya, bisa jadi adalah salah satu kekecewaan. Ahhh kurang ajar. Apalagi melihat ia menukangi si tetangga biru, ini semacam perih saat melihat gebetan gagal jatuh di pelukan.
Saya tak pernah anti dengan sepak bola negatif, bermain bertahan dengan orientasi kemenangan, justru cenderung ikut mengerenyitkan dahi ketika moralis sepak bola menyerang meludahi sepak bola bertahan sebagai sebuah seni yang jauh dari kesan artistik.
Namun saya hanya manusia biasa yang juga berharap sepak bola memanjakan mata. Sepak bola pada akhirnya memang sebuah hiburan. Guardiola, adalah salah satu perancang hiburan terbaik dalam jagad sepak bola. Ini fakta, titik.
ADVERTISEMENT
Bisa jadi ia hanyalah murid dari si gila lain-nya bernama Bielsa, tapi ia pantas untuk jemawa. Ia menyempurnakan segalanya dengan gelar-demi gelar yang membuat para pendukung tim yang dibesutnya memaklumi sakit jiwa yang terus dipeliharanya.
Sepak bola sederhana, namun memanjakan mata yang ia tampilkan bersama tim yang ditanganinya bisa jadi tidak sesederhana kelihatanya. Ada sejuta ayat suci yang harus dipatuhi.
Pemain tidak boleh memberikan umpan pendek dengan jarak lebih tiga meter, atau bagaimana ia membagi lapangan ke dalam beberapa zona lengkap dengan fungsi dan posisi jelas tak bisa seenaknya dinalar akal manusia biasa adalah sebagian dari ayat suci tersebut. Suatu ketika Thiery Henry mencoba menjaili ayat suci itu, setelah ia mencetak gol dan membuat Barcelona unggul, lantas dia berakhir di bangku cadangan menyaksikan timnya berlaga di sisa pertandingan.
ADVERTISEMENT
Saat ia pertama kali menginjakkan kaki di tanah Britania, dan cenderung kurang maksimal di musim perdananya banyak yang sangsi. Sepak bola Inggris terlalu kuno untuk direkonstruksi menjadi sepak bola yang jauh lebih menghibur mata. Tentunya ini ungkapan sembrono mengingat Jose Mourinho dan Rafa Benitez sudah terlebih dulu merekonstruksi Kick and Rush yang agak "nganu" itu.
Saat itu saya tak lantas jemawa, justru itu adalah bom waktu yang tinggal menunggu meledak. Guardiola sedang merangkai peledak berkekuatan tinggi yang sama sekali belum kita sadari. Tunggu saja, saat ia mulai siap merangkai bom dan memencet pelatuknya. Musim kemarin adalah bukti nyata.
Benar ia belum maksimal di kancah Eropa. Uang memang tidak lantas membeli segalanya. Chelsea butuh 9 tahun menjadi raja Eropa sejak petrodollar king Roman menghujani Stamford Bridge dengan cek tanpa nomer seri, pun demikian dengan City. Tapi percayalah jika beberapa tahun kedepan City menjadi raja Eropa, kita tahu satu nama yang ikut berjasa.
ADVERTISEMENT
Hasil minor di awal Liga Champions bisa jadi membuat para pesaing City tertawa. Saat mantan duo Manchester ikut-ikutan meramaikan suasana, dunia maya menggelegar, tapi saya justru khawatir Guardiola sedang merangkai bom yang jauh lebih dahsyat.
Sungguh saya masih membayangkan City cukup khilaf dan memecatnya dan ia mau menyebrang ke Manchester merah yang pada akhirnya muak dengan 'si bengal' dari Setubal.
Salam
Ditulis sesaat setelah Manchester United melucu dilaga Carabao Cup.
====
Sumber Gambar
eurosport.com