Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Bubur Suro, Santapan Ramadhan Khas Masjid Suro Palembang
24 April 2021 15:32 WIB
Tulisan dari Wisnu Akbar Prabowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bubur suro adalah makanan tradisional khas masyarakat kota Palembang yang selalu hadir menghangatkan bulan Ramadhan. Bubur ini terbuat dari campuran beras dan berbagai bumbu masak berupa bumbu sop serta daging. Dan uniknya, bubur suro juga ditambahkan susu kental manis sebagai penyedap rasanya. Bubur ini selalu disajikan saat menjelang buka puasa di Masjid Al-Mahmudiyah atau Masjid Suro Jl. Ki Gede Ing Suro, Kelurahan 30 Ilir, Kecamatan Ilir Barat II, Palembang, Sumatera Selatan.
ADVERTISEMENT
Nama bubur suro itu sendiri diambil dari nama daerah tempat Masjid Al-Mahmudiyah berada. Masyarakat lebih mengenali daerah Kelurahan 30 Ilir itu dengan sebutan Suro, sehingga mereka menamai masjid dan bubur itu sesuai dengan nama daerahnya.
Pada pukul dua siang di kediaman Mahmuddin (70), salah satu pengurus Masjid Suro, nampak kepulan uap panas yang berasal dari dandang aluminium yang dipanaskan di atas kompor gas. Dandang tersebut digunakan oleh Hasyim, pengurus Masjid Suro untuk menanak bubur suro. Hasyim mengaduk bubur tersebut di depan teras Pak Mahmud, sapaan akrab Mahmuddin, ditemani oleh peluh yang mengalir di badannya.
Tangan kanannya memegang sudap kayu dan tampak berurat ketika mengaduk adonan bubur tersebut. Ia tanpa henti memutar-mutar adonan bubur yang dimasak agar tidak menjadi kerak di dandang. Bersama Pak Mahmud, dirinya kerap kali bergantian dalam proses pembuatan bubur suro.
ADVERTISEMENT
“Saya di sini membantu Pak Mahmud, karena memasak bubur ini tidak sebentar dan nggak bisa ditinggal,” ujarnya sembari mengaduk.
Hasyim terus melanjutkan pekerjaannya hingga sekitar pukul tiga sore, saat Pak Mahmud pulang ke rumahnya. Hasyim mengatakan kalau bubur tersebut sudah siap diberi bumbu.
Pak Mahmud bergegas masuk dan mengambil sekaleng susu. Dia kemudian menuangkan susu tersebut ke dalam adonan bubur suro.
Pak Mahmud sempat bergurau dengan mengatakan kalau bubur dicampur susu adalah hal yang unik dan lucu. Penggunaan susu sebagai bahan tambahan bubur suro adalah hal yang baru di Ramadhan tahun ini. Sebelumnya, bubur suro belum pernah dicampur dengan susu. Menurut Pak Mahmud, dengan ditambah susu tersebut membuat cita rasa bubur suro menjadi lebih enak.
ADVERTISEMENT
“Ya warga sempat menolak, katanya bubur kok dikasih susu. Tapi waktu dicoba rasanya jadi lebih enak dan akhirnya terus dikasih susu,” jelas Pak Mahmud.
Setelah susu selesai dimasukkan, bumbu yang “sebenarnya” siap untuk dicampur ke dalam adonan bubur suro. Pak Mahmud kembali masuk ke dalam biliknya untuk mengambil bumbu tersebut.
Bumbu yang dikenal dengan sebutan bumbu malbi itu merupakan campuran dari berbagai rempah-rempah yang digunakan dalam pembuatan bumbu sop. Pak Mahmud menambahkan kecap serta daging sebagai tambahan penyedap rasa.
“Ini namanya bumbu malbi, biasanya dipakai untuk menemani nasi minyak. Tapi di sini saya juga menggunakan ini sebagai bumbu bubur suro,” jelas Pak Mahmud.
Setelah bumbu selesai dimasukkan ke dalam dandang oleh Pak Mahmud, kini saatnya untuk mengaduk adonan bubur yang perlahan-lahan berubah warna menjadi kecoklatan.
ADVERTISEMENT
Sekitar 15 menit diaduk, Pak Mahmud menyelesaikan pekerjaannya dengan mematikan kompor dan menutup dandang tempat adonan bubur itu dimasak. Ia dengan segera mencabut regulator gas dari tabungnya.
Hasyim kemudian bergegas meninggalkan kediaman Pak Mahmud untuk memanggil warga guna membawa bubur masak tersebut ke area masjid. Tak butuh waktu lama, beberapa warga mendatangi rumah Pak Mahmud membawa dua buah wadah besar. Wadah tersebut nantinya akan digunakan untuk membawa bubur suro.
“Buburnya dibagi ke dua wadah berbeda, yang satu untuk warga umum yang mau mengambil (secara gratis), satunya untuk berbuka bersama di Masjid Suro,” ujar Pak Mahmud.
Setelah dipisahkan, kedua wadah berisi bubur tersebut digotong menuju Masjid Suro oleh warga. Di sana, bubur akan dibagikan secara gratis bagi warga yang ingin menyantapnya di rumah.
ADVERTISEMENT
Menurut Pak Mahmud, proses memasak bubur suro ini dulunya bertempat di masjid. Di sana, bubur dimasak oleh para pengurus masjid kala itu. Namun sejak dua tahun belakangan ini, proses memasak bubur suro dipindahkan ke tempat tinggal Pak Mahmud.
“Dulunya ada marbot (pengurus) masjid yang menjadi tukang masaknya. Tapi dua tahun terakhir ini dia jatuh sakit, jadi saya yang menggantikannya,” kata Pak Mahmud.
Pak Mahmud sengaja mengambil tempat di rumahnya agar mempermudah dirinya dalam proses memasak, mulai dari perendaman beras, peracikan bumbu, hingga proses mengaduk dan mencampurkan bubur bersama dengan bumbunya. Seluruh tahapan itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar baginya. Untungnya, segala bahan yang dibutuhkan sudah disediakan oleh pengurus masjid serta dan kadangkala warga datang ke kediamannya untuk berdonasi.
ADVERTISEMENT
“Pertama beras direndam dari jam tujuh pagi. Terus setelah Dzuhur baru dimasak sampai menjelang Asar. Sedangkan kalau bumbunya itu yang meracik istri saya,” lanjut dia.
Sedangkan untuk popularitas bubur suro sendiri, menurut Pak Mahmud porsi masaknya akan terus dikurangi seiring waktu. Pada awal bulan Ramadan, sebanyak 5 kg beras habis ditanak menjadi bubur. Jumlah tersebut diperkirakan cukup untuk dibagi hingga 70 porsi kecil. Namun menjelang akhir bulan suci, banyaknya beras yang dimasak dapat dikurangi menjadi 4 kg.
“Semakin lama semakin berkurang, ya itu wajar saja karena orang-orang kita kan cepat bosan,” ujarnya sambil bergurau.
Pembuatan bubur suro sendiri biasa dihentikan sehari atau dua hari menjelang idul fitri karena diisi dengan persiapan menyambut hari raya.
ADVERTISEMENT
Ketika Asar telah usai, warga berduyun-duyun mendatangi Masjid Suro membawa wadah masing-masing untuk mengambil bubur suro yang segera dibagikan di teras samping masjid. Mayoritas merupakan anak-anak yang tinggal di wilayah sekitar Masjid Suro.
Hiruk-pikuk anak-anak tersebut meramaikan suasana masjid. Mereka saling berebut antrean untuk mendapatkan bubur suro terlebih dahulu. Tak jarang, pengurus masjid harus merapikan barisan mereka agar tidak bertabrakan.
Tak butuh waktu lama, sebanyak satu wadah besar bubur suro habis dibagikan kepada warga. Pengurus itu pun langsung membereskan tempat tersebut untuk nantinya digunakan sebagai tempat berbuka bersama.
Bubur suro disajikan sebagai menu utama berbuka di masjid itu bersama dengan takjil dan kudapan-kudapan lainnya. Begitu juga dengan buah-buahan dan minuman dingin. Semua hidangan tersebut dibagi dalam wadahnya masing-masing, yang kemudian disusun memanjang sepanjang teras Masjid Suro.
Tak hanya warga sekitar yang berkumpul, seringkali ada pengunjung dari luar desa yang menyempatkan diri untuk berbuka di Masjid Suro guna menyicipi rasa bubur tersebut.
ADVERTISEMENT
Setelah azan Maghrib berkumandang, warga dengan sigap menyegerakan diri untuk membatalkan puasanya. Sembari menyantap bubur suro, para jemaah buka bersama itu juga bergurau satu sama lain, menghangatkan suasana buka bersama kala itu.