Nia-Usman Unggul 48% dalam Real Count Pilbup Bandung 2020, Quick Count Meleset?

Wahyu Ari Wicaksono
Newsteller and writerpreneur.
Konten dari Pengguna
10 Desember 2020 15:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wahyu Ari Wicaksono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Data "real count" KPUD di Pilkada Bandung. Berdasar data per pk 22.00 semalam, Kubu pasangan Nia-Usman ternyata unggul perolehan suara dalam Pilkada Kab. Bandung 2020 - Sumber Foto: Dok. Timses Nia-Usman
zoom-in-whitePerbesar
Data "real count" KPUD di Pilkada Bandung. Berdasar data per pk 22.00 semalam, Kubu pasangan Nia-Usman ternyata unggul perolehan suara dalam Pilkada Kab. Bandung 2020 - Sumber Foto: Dok. Timses Nia-Usman
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Salah satu komoditas yang potensial untuk dieksplorasi dalam sebuah kontestasi Pilkada adalah rasa penasaran manusia. Rasa penasaran ini seringkali begitu membuncah sehingga membutuhkan jawaban yang secepatnya. Karena itulah salah satu pekerjaan yang ramai di saat Pilkada baru saja digelar adalah jasa quick count.
ADVERTISEMENT
Sebagai produk akademis dan ilmiah, quick count merupakan hal yang rasional dan memiliki landasan teori yang kuat. Karena itulah quick count halal untuk dilaksanakan, dengan konsekuensi dan pemahaman bahwa hasilnya bisa saja meleset atau tak akurat.
Karena itu, yang banyak ditekankan oleh berbagai pihak terkait quick count tersebut adalah jangan menganggap bahwa quick count pastilah benar. Hasil akhir yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya secara hukum dan legal tetaplah hasil real count yang dilakukan oleh penyelenggara resmi Pilkada itu sendiri.
Harus selalu disadari bahwa hitung cepat (quick count) yang dilakukan oleh berbagai lembaga survei internal, lokal, nasional bahkan internasional, tak selalu akurat. Bahkan, tak jarang bisa meleset jika perbedaan suara antara kandidat yang berlaga ketat. Terlebih jika lembaga survei tersebut dikontrak atau dibayar kandidat yang berkontestasi sehingga hasilnya bisa bias dan bertendensi karena semuanya tergantung pada profesionalitas dan moralitas lembaga survei tersebut. Jadi, yang bisa menjadi panduan tepercaya untuk hasil perolehan suara sebuah kontestasi ini lagi-lagi adalah perhitungan nyata (real count) yang dilakukan KPUD dan KPU.
ADVERTISEMENT
Contohnya adalah data "real count" KPUD di Pilkada Bandung. Berdasarkan data per pukul 22.00 semalam, kubu pasangan Nia-Usman ternyata unggul perolehan suara dalam Pilkada Kab. Bandung 2020. Tercatat, Nia-Usman memperoleh 542.650 suara atau 48% dari data masuk, sementara 130.520 suara atau 47,98% dari data pemilih tetap (DPT) 2.356.412 orang.
Sayangnya, sampai saat ini, belum diperoleh angka pasti berapa persen yang menggunakan hak pilih dalam masa pandemi COVID-19 ini. Melengkapi data "real count" tadi, terlihat paslon Yena-Atep meraih 136.662 suara (13%) dan Dedi Supriatna-Sahrul Gunawan memperoleh 452.208 suara (40%). Hingga saat ini data yang masuk masih dinamis.
Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa data "real count" tentunya sangat berbeda dengan "quick count" yang diambil berdasarkan data acak, karena perolehan data "real count" adalah hasil suara yang sesungguhnya dengan bukti C-1 dari setiap TPS.
ADVERTISEMENT
Menanggapi maraknya rilis quick count yang beredar langsung di hari pencoblosan, maka ketua timses Nia-Usman bernomor urut 1, Cecep Suhendar menyatakan agar khalayak tidak terkecoh dengan hasil "quick count" yang telah dirilis salah satu lembaga survei ternama.
"Bagaimana bisa klaim kemenangan hanya melalui data 'random' atau acak. Pemilih sudah pasti bakal percaya hasil 'real count' yang formalnya akan diumumkan pihak KPU," ujarnya mengingatkan.
Gusar dengan hal tersebut, Cecep mengimbau pihak KPU Kab. Bandung untuk segera melakukan langkah-langkah persuasif terkait hasil Pilkada Kab. Bandung saat ini yang bisa meresahkan masyarakat tersebut.
"Bukankah penyampaian hasil 'quick count' melanggar etika pemilihan umum?" Cecep mempertanyakan.
Karena itulah KPUD atau malah KPU harus bersikap tegas terkait publikasi quick count yang terkadang meresahkan, sekaligus mengedukasi masyarakat agar memahami bahwa quick count bukanlah hasil akhir yang sesungguhnya. (*)
ADVERTISEMENT