Konten dari Pengguna

Menyikapi Konser BMTH: Memahami Tantangan dan Membangun Budaya Positif

Wahid Oktovian
Saya Mahasiswa Universitas Pembangunan Veteran Jakarta - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik - Ilmu Komunikasi
9 Desember 2023 13:06 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wahid Oktovian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi menonton konser. Foto: Thibault Trillet/pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi menonton konser. Foto: Thibault Trillet/pexels
ADVERTISEMENT
Konser musik memiliki peran besar dalam ajang mempromosikan grup-grup musik nasional Indonesia ke masyarakat luas, bahkan sampai mendatangkan wisatawan mancanegara. Tahun 2023 peminat konser musik di Indonesia sangat melonjak, banyak sederet jadwal konser musik nasional maupun internasional yang banyak bermunculan dan ramai diminati penonton.
ADVERTISEMENT
Meningkatnya minat konser musik di Indonesia ini disebabkan oleh banyaknya penonton yang ingin self reward, self love, maupun self healing dimana penonton ingin mengurangi hormon stress yang dialaminya dan sebagai hiburan dengan menonton konser musik di waktu luang.
Menurut Hidayatullah (2021), Pada zaman ini, pertunjukan musik dianggap sebagai salah satu cara untuk menghormati musisi favorit, tetapi juga membuka peluang-peluang besar dalam dunia industri hiburan. Konser musik menjadi ajang di mana penggemar tidak hanya dapat menikmati penampilan musisi kesayangan, tetapi juga terlibat dengan perilaku konsumtif yang signifikan.
Perilaku konsumtif merupakan praktik pembelian yang lebih cenderung dipengaruhi oleh keinginan daripada kebutuhan esensial. Dalam hal ini, pembelian barang lebih didorong oleh keinginan yang bersifat memuaskan hasrat, tanpa adanya kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini dapat dilihat sebagai cara di mana individu mengalokasikan sumber daya mereka untuk menghadiri konser, membeli merchandise, atau berpartisipasi dalam pengalaman musik secara konsumtif sebagai bagian dari identitas budaya yang dibangun melalui pengalaman musik (Gumulya, 2013).
Pertunjukan musik, tidak hanya sekadar rangkaian nada dan lirik, tetapi telah menjadi ritual budaya populer yang mengikat jutaan penggemar musik dalam satu pengalaman bersama. Dari generasi ke generasi, kita telah menyaksikan bagaimana musik dan konser menjadi pilar budaya yang membangun jembatan antara individu dan kelompok, menciptakan identitas bersama yang kuat.
Menurut Shamad (2023), Budaya populer merupakan hasil dari globalisasi, bagaimana globalisasi yang bergerak terus menerus dapat menciptakan pengaruh saling mendalam antar budaya. Elemen budaya yang tercipta dapat berupa pada fashion, musik, transportasi, gaya hidup dan sebagainya. Budaya populer ini terletak pada keterlibatan media massa serta pada elemen lain yang memainkan peran penting dalam membentuk realitas masyarakat dan cara masyarakat memandang budaya.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya industri media sebagai sumber informasi, masyarakat menjadi lebih mudah mengetahui tentang suatu acara dan mereka memiliki kemampuan untuk menyampaikan preferensi mereka. Hal ini disebabkan oleh adanya globalisasi yang telah mengubah teknologi, memudahkan proses komunikasi, dan memfasilitasi informasi (Fauziah & Setiawan, 2023)
Fenomena konser musik yang sedang terjadi saat ini merupakan budaya populer yang sedang trend di Indonesia. Budaya populer ini terbentuk melalui globalisasi yang dapat tercermin dalam konser musik yang diselenggarakan di Indonesia. Sehingga, budaya populer ini tidak bisa lepas dari peran media, di mana media ini berperan sebagai penghubung ke masyarakat luas.
Melalui konser ini, elemen seperti musik, gaya penampilan, dan interaksi dengan penggemar dapat menciptakan ikatan budaya yang dapat memperluas pengalaman budaya masyarakat Indonesia. Konser yang diadakan juga memiliki pengaruh bagi para penggemar musik untuk dapat merangkul dan berinteraksi dengan berbagai lapisan budaya lokal.
ADVERTISEMENT
Untuk menciptakan konser yang di “impikan” tentunya harus memastikan bahwa ketersediaan infrastruktur yang memadai dan sistem keamanan yang efektif untuk menciptakan lingkungan yang aman dan memuaskan bagi semua pihak yang terlibat.
Pernahkah anda bayangkan ketika anda menikmati waktu luang dengan menyaksikan konser musik secara langsung dan membeli tiket yang harganya cukup menguras kantong, tetapi secara tiba-tiba di tengah anda menyaksikan konser musik terjadi kendala-kendala teknis, konser berhenti secara mendadak, dan terjadi kerusuhan saat konser.
Hal tersebut sangat tidak adil untuk anda menikmati waktu luang bukan? Yang tadinya ingin mencari kesenangan justru malah menambah stress dan merugikan diri anda bukan?
Tayangan video Tiktok. Foto: @dheaanditas
Hal inilah terjadi pada grup musik luar negeri yaitu Bring Me The Horizon (BMTH) yang digelar di Beach City International Stadium, Ancol, Jakarta Utara, pada 10 November 2023 dan menjadi perbincangan hangat di media sosial pada beberapa waktu lalu. Bring Me The Horizon (BMTH) ini adalah grup musik bergenre metal, pop rock yang berasal dari Inggris.
ADVERTISEMENT
Sekadar informasi, Bring Me The Horizon (BMTH) ini grup musik yang dibentuk pada tahun 2004 yang digawangi Oliver Sykes (Vokal), Lee Malia (Gitar), Jordan Fish (Keyboard), Matt Kean (Bass), dan Matt Nichols (Drum). Album debut pertamanya, Count Your Blessings yang rilis pada tahun 2006 menuai kritik pedas, hal tersebut dikarenakan lirik dalam album ini cenderung agresif dan kontroversial, sering kali mencakup tema-tema kekerasan.
Tak hanya itu, pada album ini menampilkan gaya deathcore yang sangat ekstrem, dengan vokal scream yang keras, breakdown yang intens, dan tempo yang cepat sehingga mendapatkan kritikan pedas. Sehingga mereka harus mengubah gaya musiknya dari kontroversial tersebut dengan keluarnya album Suicide Season pada tahun 2008 yang di mana ini merupakan titik balik kreativitas dari grup musik itu mulai menuai kritikan dan nilai komersial yang cukup baik. Grup musik asal inggris tersebut telah merilis sekitar 6 album dari tahun 2006 sampai sekarang.
ADVERTISEMENT
Kembali pada permasalahan utama, dalam ranah seni musik konser seringkali dianggap sebagai ritual kolektif. Para penggemar musik bersatu untuk merayakan musik, merasakan getaran energi yang tak tertandingi serta tak terbendungkan, dan memicu gelombang euphoria. Namun, tidak selamanya panggung konser menjadi tempat harmoni dan kegembiraan semata, tetapi tak jarang juga menjadi medan ketegangan yang mencengangkan bahkan menjadi kehancuran.
Dalam gelombang euphoria tersebut, terkadang muncul fenomena yang tidak terduga dan tidak diinginkan. Konser yang digelar di Indonesia baru-baru ini dari Bring Me The Horizon (BMTH) menandai sebuah peristiwa kontroversial, di mana histeria massa dan ketegangan di antara penggemar menjadi sorotan utama.
Konser BMTH yang seharusnya menjadi panggung bagi kegembiraan dan kebahagiaan, berubah menjadi panggung konflik dan ketegangan. Fenomena ini mengundang pertanyaan mendalam tentang bagaimana peristiwa ini mencerminkan dinamika budaya populer dan sejauh mana kesiapan infrastruktur konser dalam menghadapi gelombang emosi yang dapat meluap dari penggemar setia musik.
ADVERTISEMENT
Mari kita membuka tirai peristiwa ini dan meresapi dimensi yang lebih dalam dari konser yang seharusnya menjadi puncak kegembiraan musik berubah menjadi konflik. Seberapa jauh budaya populer telah merasuki esensi konser, dan bagaimana hal tersebut dapat memicu respons yang tak terduga dari penggemar yang begitu setia? Inilah perjalanan kita menuju pemahaman yang lebih mendalam tentang hubungan antara budaya populer dan kesiapan infrastruktur yang dapat menciptakan momen bersejarah atau kontroversial.
Pertunjukan musik dari BMTH kali ini menimbulkan insiden histeria massa dan kericuhan antar para penggemar dengan pihak penyelenggara acara. Mengapa hal tersebut terjadi? Hal ini terjadi dikarenakan, bagaimana kesiapan infrastruktur yang seharusnya menjadi peran penting dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan suatu acara justru menjadi faktor utama penyebab insiden tersebut.
ADVERTISEMENT
Infrastruktur yang tidak memadai, seperti venue panggung tidak sesuai standar, menciptakan masalah seperti getaran-getaran pada video monitor, speaker, dan elemen lain di venue. Kondisi ini menjadi sumber kekhawatiran, terutama bagi vokalis Oliver Sykes, yang merasa bahwa hal ini dapat mengakibatkan risiko yang tidak diinginkan.
Kurangnya kesiapan infrastruktur ini dipicu karena ketidaksiapan dari promotor acara sehingga para kru dan penyelenggara acara secara mendadak memberhentikan konser yang baru tampil sekitar kurang lebih satu jam itu untuk menghindari risiko yang lebih parah. Keprihatinan akan keselamatan dan kenyamanan menjadi faktor utama dalam keputusan untuk menghentikan konser.
Hal ini tentunya membuat konser BMTH memanas karena para penonton marah dan tidak terima konser diberhentikan begitu saja tanpa alasan yang jelas, dikarenakan promotor hanya memberikan alasan bahwa ada masalah pada bagian stage.
ADVERTISEMENT
Kekecewaan penonton terhadap pemberhentian konser menimbulkan aksi protes penonton yang menyebabkan kerusuhan dan bentrokan dengan promotor. Bahkan, terdapat aksi melempar botol dan ada beberapa video viral di media sosial yang memperlihatkan penonton naik ke venue panggung merusak alat-alat musik serta properti acara.
Beranda di Instagram. Foto : @ravelentertaiment
Ketidakpuasan penonton atas penghentian konser dengan menuntut dan berteriak untuk me-refund uang yang telah dibayarkan untuk pembelian tiket. Sebagai respons terhadap tuntutan penonton, pihak promotor bertanggung jawab atas kejadian yang terjadi dan melakukan refund uang pada tiket hari kedua konser dengan full dan refund uang tiket hari pertama dengan proporsional sebesar 25%.
Dari kasus konser tersebut dapat disimpulkan bahwa ranah attitude para penonton musik di Indonesia masih belum sepenuhnya siap untuk menghadapi konser-konser yang mengundang grup musik luar negeri. Bentuk kekecewaan dan ketidakpuasan penonton terhadap kondisi konser tersebut mencerminkan sejumlah tantangan dalam menyelenggarakan acara musik internasional di Indonesia. Namun, tindakan brutal dan tindakan keras dari para penonton untuk meluapkan emosinya tidaklah menjadi solusi yang efektif.
ADVERTISEMENT
Penulis memahami kekecewaan penonton, namun menyoroti bahwa tindakan kekerasan atau tindakan yang merugikan dapat menciptakan trauma bagi grup musik lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa penonton juga perlu belajar bagaimana mengekspresikan ketidakpuasan mereka secara konstruktif dan beradab, serta memahami bahwa keadaan tertentu mungkin di luar kendali langsung penyelenggara acara.
Di sisi lain, penyelenggara acara juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa infrastruktur dan persiapan lainnya memenuhi standar yang diharapkan sehingga para penonton dapat menikmati pertunjukan tanpa hambatan atau risiko yang tidak perlu.
Dalam dunia konser musik, terciptanya pengalaman yang sukses dan aman melibatkan keseimbangan yang baik antara harapan penonton dan persiapan penyelenggara acara. Kunci keberhasilan terletak pada kemampuan penyelenggara untuk memahami dan merespons harapan penonton dengan memastikan kesiapan infrastruktur yang memadai. Hal ini tidak hanya membentuk budaya populer yang lancar, tetapi juga menjadi concern utama bagi pihak penyelenggara, memastikan bahwa konser berjalan tanpa hambatan dan memberikan pengalaman positif bagi semua pihak yang terlibat.
ADVERTISEMENT