Karakter Gambar (Emoji), Akar Hilangnya Kesopanan Bertutur

Wahyu Agung Prihartanto
Saya karyawan Pelindo III, Pendidikan Master Marine PIP Semarang, Pengamat & Penulis Kepelabuhanan & Sosial
Konten dari Pengguna
10 November 2021 10:57 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wahyu Agung Prihartanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber foto: pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto: pixabay.
ADVERTISEMENT
Subyek, predikat, objek, keterangan. Larikan standar kalimat yang selalu terngiang diajarkan oleh guru-guruku sejak sekolah dasar hingga menengah atas. Pembiasaan di sekolah dan luar sekolah terpatri dalam bertutur, bertanya, menjawab, hingga menulis surat untuk pacar sekalipun. Kesabaran dalam berkomunikasi melalui penulisan maupun tuturan menumbuhkan empati, semangat, dan saling menghargai.
ADVERTISEMENT
Suatu waktu seorang teman menyindirku, “Ini bukan pesan singkat, tapi pesan panjang.” Alih-alih pesan singkatku dianggap terlalu panjang dan ndakik-ndakik alias terlalu resmi. “Seperti bicara dengan pejabat pemerintah!” selorohnya. Tetap saja saya jawab, “Mohon maaf kalau kepanjangan,” “Karena saya menghargai anda,” pungkasku.
Mungkin, masih banyak di antara anda mengalami penggalan gaya tutur seperti yang saya alami. Apalagi zaman milenial yang serba cepat, lugas, perkembangan perkomunikasian tersamar dengan kerja kerja kerja, nyaris tidak ada waktu berpesan singkat atau telepon. Kalimat “Maaf, saya sedang sibuk,” atau “Hubungi saya nanti sore,” atau “Nanti hubungi kembali.” Dan lain-lain, yang intinya menuntut ekstra kesabaran.
Bahkan, sekitar sembilan atau sepuluh tahun terakhir gambar-gambar atau sticker semakin masif menggantikan kalimat-kalimat perpesanan. Kurang lebih 50 bentuk karakter gambar yang tidak semua kita pahami. Dengan dalih karakter gambar memudahkan pengguna media sosial mengungkap suatu perasaan ketika anda sedang bertukar berita serta berkomentar.
ADVERTISEMENT
Karakter gambar membuat perpesanan menjadi semakin bervariasi berkat hadirnya beberapa ungkapan-ungkapan lucu, oleh segmentasi usia tertentu merasa etika kesopanannya terusik. Karakter gambar dapat menggambarkan kegembiraan dan suasana hati sedang baik, dapat menggambarkan mood positif, suasana riang, dan penuh antusiasme. Dan masih banyak fungsi lainnya.
Suatu ketika, seorang teman mengirim whatsapp rekan wanita pakai karakter gambar cium pipi merona. Maksud hati menyampaikan ucapan terima kasih, tapi berbuah dampratan yang diterimanya. Teman saya dianggap merayu bahkan melecehkan orang lain yang telah berkeluarga, sangat mungkin kalau disampaikan dengan kalimat akan berbeda ceritanya.
Aneka ragam penerimaan komunikasi karakter gambar, ada yang suka, biasa-biasa saja, bahkan ada yang marah-marah. Bahkan, awalnya biasa-biasa berujung uring-uringan pun tidak sedikit. Latar belakang kemarahan didasari dari anggapan ketidakseriusan oleh simbol-simbol karakter gambar. Dampaknya kedua komunikator saling memblokir nomor selulernya.
ADVERTISEMENT
Facebook atau meta sekarang? Ungkapan kekesalan dengan meng-capture pembicaraan seluler, dan di share di beranda. Salah satu meminta foto selvi dengan karakter gambar dan dibalas oleh lawan bicaranya dengan sticker kepala binatang. Perang mulut pun tidak terelakkan, dan hasil pertengkaran whatsapp mereka diunggah di beranda facebook. Hmm….
Sebagian orang memanfaatkan karakter gambar minta dipijat untuk penyelewengan praktik kebugaran. Pesan morilnya sebaiknya tidak perlu memakai simbol-simbol tersebut jika tidak benar-benar kenal dengan pengirim simbol. Dapat kita bayangkan hal ini menimpa kepada anak-anak atau penghidung belang, maka dampak perzinaan semakin subur.
Gestur keheranan seringkali menghasilkan perangkap, bingung antara tidak tahu atau pura-pura tidak tahu. Dalam situasi kerumitan bahkan pekerjaan yang membutuhkan kedetailan, kondisi ini sangat berbahaya. Frasa-frasa kalimat aktif dan pasif sangat berdominan, dan jangan sekali-kali menggunakan karakter gambar meragukan dalam berinteraksi.
ADVERTISEMENT
Saya pribadi pernah mendapat teguran karena suatu kesalahan. Tingkat kesalahan terbilang besar, ekspresi spontan dari lawan bicara sebatas menepuk jidat. Karena sudah kenal baik, teguran ini saya anggap tidak serius, hingga akhirnya saya tidak dapat memenuhi target perbaikan yang ditetapkan. Kerugian besar saya alami saat itu hanya karena meremehkan karakter gambarnya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi individu terhadap individu lain tergantung hubungan di antara keduanya. Hubungan baik dan akrab membangun persepsi jauh lebih mudah karena sama-sama mengenal dan memiliki pengetahuan di antaranya. Jika terjadi sebaliknya hanyalah berujung kepada menebak-nebak, dan ini sangat berbahaya.
Penggunaan karakter gambar membuat persepsi seseorang berubah. Dengan pesan teks yang sama para subjek kelompok eksperimen mempersepsi secara berbeda dari subjek kelompok kontrol hanya karena adanya karakter gambar. Penggunaan karakter gambar saat penerima tanpa karakter gambar, kebanyakan dari mereka tidak berhasil menginterpretasikan emosi dan atensi yang dimaksud pengirim pesan. Subjek penerima pesan berkarakter gambar memiliki interpretasi berbeda dibanding subjek penerima pesan berkarakter gambar.
ADVERTISEMENT
Salam sehat selalu.
Wahyu Agung Prihartanto, Penulis dari Sidoarjo.