Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Krisis Moneter vs Krisis Logistik
25 September 2021 21:08 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Antok Roed tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini, perhatian kita tertuju pada rencana pemerintah untuk penggabungan empat Operator Pelabuhan di Indonesia. Prakarsa ini didasarkan pada arahan Presiden tentang percepatan proyek strategis nasional dalam masa pandemi COVID-19 dan surat keputusan Menteri BUMN.
ADVERTISEMENT
Sejujurnya saya juga tidak mahir banget tentang teori penggabungan lembaga nasional yang begini-begini. Paling-paling saya hanya bisa menengok ke belakang dengan mencari sejarah yang sama walau tidak serupa.
Mudah-mudahan seiring berjalannya penyusunan tulisan saya bisa memahami.
Semoga ….
Kalau tidak salah, di sekitar tahun 1999 jagad raya perbankan kita dihebohkan dengan penggabungan 4 bank besar nasional, EXIM, BBD, BDN, dan BAPINDO. Pasti di antara kalian ada yang kenal, dengar atau bisa jadi tidak tahu sama sekali kabar tersebut.
Saat ini keempat bank itu telah hilang ditelan zaman, menyisakan BNI, Mandiri.
“Ada lagi gak ya?” Itu dulu deh, nanti menyusul kalau tiba-tiba ingat.
Nah, ternyata keempat bank tersebut melebur secara mandiri, dengan nama Bank Mandiri. Tentu kita bisa bayangkan bagaimana rumitnya menyatukan budaya kerja, teknologi, rentang kendali, karyawan, nasabah, dan keluarga.
ADVERTISEMENT
Anggap saja, total nasabah bank segaris-sebangun dengan lima puluh persen rakyat Indonesia. Lalu, nasabah punya istri dan anak. Lantas mereka ambil uang untuk berdagang, kemudian dijual ke pembeli, dan pembeli punya keluarga untuk mengonsumsi yang dibeli.
Jadinya berlapis-lapis dan betumpuk-tumpuk. Bagaimana kalau sampai salah kelola, maka ribuan atau jutaan akan terputus rantai ekosistem ekonominya.
Keempat bank memiliki kekuatan dan kemampuan berbeda-beda. Bagi si-kuat no problem, tapi bagi si-lemah apakah harus pasrah tawakal dikemudikan yang kuat. Mestinya tidak begitu. Sekalipun lemah mereka punya gedung, punya karyawan, dan punya nasabah setia.
Sebuah sumber mengatakan, pada awal penggabungan empat bank ribuan karyawan terdampak pembebastugasan. Bagaimana nasib anak istrinya? Aset, tanah dan bangunan pastinya juga dibeli dari uang negara, meskipun mengontrak uang sewanya juga uang dari pajak rakyat.
ADVERTISEMENT
Sepertinya, tidak bisa main-main kelola seperti ini. Seharusnya ada dasar pijakan kuat guna melindungi hajat hidup orang banyak. Manifestasi kepentingan kebanyakan adalah negara sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UUD 1945.
Resultantnya keberadaan peraturan pemerintah sangat mutlak adanya.
Berbicara UUD, berarti aturan tertinggi negara. Kecuali, bapak atau ibu petinggi negara yang terhormat berniat menggantinya atau amandemen.
Efek langsung dan tidak langsung, rakyatlah yang akan terdampak. Tidak bisa satu kementerian, dan kudu lintas kementerian bersinergi secara demokratis merumuskan dan menetapkan prakarsa hajat hidup ini.
Anak-anakku yang terlahir dari rahim yang sama, sah untuk beda pendapat. Rakyat sebagai orang tua tinggal mengawasi, membantu, memfasilitasi, dan mendamaikan kalau ada yang berkelahi.
Peristiwa penggabungan bank saat itu bermula dari sandiwara krisis moneter yang mendera negara, dan mengkhawatirkan. Dampaknya trust nasabah anjlok secara masif, dan menarik seluruh dananya.
ADVERTISEMENT
Kondisi meresahkan saat itu akhirnya diputuskan penggabungan beberapa bank. Selalu ada sebab dan akibat dari kondisi ekonomi nasional yang terus memburuk dari waktu ke waktu.
***
Lalu, krisiskah perlogistikan kita saat ini?
Jakarta–Kementerian Perhubungan terus berupaya melancarkan transportasi untuk logistik, karena dapat menjadi penopang bangkitnya perekonomian Indonesia yang tengah terpuruk akibat pandemi COVID-19. Hal tersebut disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi hari ini (Senin, 7/6). (Sumber: Kementerian Perhubungan RI)
Pandemi COVID-19 mendera negara kita bahkan hampir seluruh negara di dunia, tetapi logistik tidak boleh berhenti. Kenapa? Bagaimana bisa menggerakkan obat-obatan, bagaimana pasien dapat makan dan minum kalau tanpa logistik. Pendek kata, logistik justru semakin bertumbuh saat wabah berlangsung. Sejatinya, logistik nasional tidak ada yang perlu dirisaukan.
ADVERTISEMENT
Mari berenung! Apakah penggabungan operator Pelabuhan cukup memenuhi gangguan aspek epoleksosbudhankam. Kalau iya, tahap berikutnya seberapa dampak terhadap faktor produksi, finansial, pajak, hukum, pemasaran, dan sumber daya manusia.
Jika pada kesimpulannya, masih dirasakan mudharat melampaui manfaat, maka hemat saya untuk tidak sungkan-sungkan memundurkan selangkah untuk strategi langkah kedepan.
Terakhir, starting point penggabungan seyogyanya kiblat utamanya pada peraturan pemerintah yang berpihak kepada perlindungan minoritas, karyawan, serta kepentingan rakyat yang lebih luas.
(*) Wahyu Agung Prihartanto, Praktisi Pelabuhan dari Sidoarjo