Masa Depan Pelabuhan di Indonesia

Wahyu Agung Prihartanto
Saya karyawan Pelindo III, Pendidikan Master Marine PIP Semarang, Pengamat & Penulis Kepelabuhanan & Sosial
Konten dari Pengguna
4 April 2023 8:50 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wahyu Agung Prihartanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Cruise Berthed (Foto dari kamera pribadi).
zoom-in-whitePerbesar
Cruise Berthed (Foto dari kamera pribadi).
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lansekap Pelabuhan sedang menghadapi lima kekuatan baru, persaingan antar pengelola pelabuhan, kompetitor pelabuhan, persaingan global, daya tawar pengguna pelabuhan, serta kekuatan tawar-menawar penyedia layanan pelabuhan (Sumber: IBRD/World Bank, tahun 2007). Kemunculan pelabuhan-pelabuhan baru tampak terasa sejak awal abad 21. Alih-alih, pertumbuhan pelabuhan untuk kelancaran logistik, tapi justru menciptakan menurunnya daya beli masyarakat.
ADVERTISEMENT
Lima puluh tahun terakhir pelabuhan mulai berbenah. Hampir satu setengah abad pelabuhan fokus sebagai akses keluar/masuk barang, tanpa melakukan pembenahan ke dalam. Sementara, persaingan usaha pada tingkat regional dan global menuntut pelabuhan meningkatkan produktivitasnya. Meskipun biaya pelabuhan relatif kecil, karena biaya transportasi laut dan darat tinggi akhirnya logistik nasional menjadi tidak efisien.
Pasca dibukanya keran permudahan perizinan Badan Usaha Pelabuhan (BUP), mendorong pemilik modal mendirikan pelabuhan baru di sekitar pelabuhan eksisting. Pendirian pelabuhan baru membutuhkan biaya tidak kecil, seperti pengadaan, produksi, promosi, dan pengangkutan dll. Sektor swasta lebih mengutamakan aspek komersial, dampaknya masyarakat menanggung biaya angkutan sangat besar setiap melalui pelabuhan baru tersebut.
Memperhatikan kondisi seperti di atas, sampai hari ini biaya logistik di Indonesia masih menduduki peringkat tertinggi dibanding negara-negara dalam satu kawasan. Pertumbuhan pelabuhan baru memang dibutuhkan untuk menciptakan kompetisi yang sehat di antara pengelola pelabuhan. Namun, jika tidak bersinergi dengan BUP dalam satu kawasan, maka yang paling terdampak adalah masyarakat pengguna jasa ke pelabuhan.
Ilustrasi pelabuhan perdagangan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Pelabuhan merupakan titik persinggungan daratan dan perairan dengan batas-batas tertentu untuk kegiatan pemerintahan dan usaha pelabuhan. Kegiatan ke pelabuhan seperti tambat kapal, naik turun penumpang, bongkar muat barang, serta labuh kapal. Fasilitas-fasilitas tersebut harus memenuhi standar keselamatan dan keamanan pelayaran yang memadai, agar proses perpindahan intra dan antar moda transportasi berjalan dengan efektif dan efisien.
ADVERTISEMENT
Pengelolaan transportasi laut yang baik dan efisien sangat penting untuk meningkatkan daya saing ekonomi sekaligus keutuhan NKRI. Biaya pengangkutan barang akan murah hanya melalui laut, apalagi ¾ wilayah Indonesia adalah perairan (laut). Integrasi antar penyedia usaha pelabuhan penting, agar biaya angkut dapat dikendalikan, dan pada gilirannya menekan disparitas harga barang di satu daerah dengan lainnya.
BUP mengambil peran dalam menyepakati tarif yang akan berlaku bersama pengguna jasa sebelum diajukan ke kementerian terkait untuk ditetapkan. Sektor-sektor usaha yang menjadi wewenang pemerintah tetap dikonsultasikan, namun secara bertahap kontrol birokrasi mulai dikurangi, agar BUP dan pengelola pelabuhan lainnya semakin mandiri. Hak swasta mendapatkan bagi hasil atas pemanfaatan asetnya berdasarkan tarif yang berlaku di BUP.
ADVERTISEMENT
PP No. 61 tahun 2009, mengatur bahwa pelabuhan mempunyai peran sebagai simpul jaringan transportasi, pintu gerbang ekonomi, alih moda transportasi, penunjang kegiatan perdagangan, distribusi, produksi serta konsolidasi barang. Dalam simpul jaringan transportasi, BUP melakukan klasterisasi kapal atau muatan kepada sektor swasta sesuai kapasitas fasilitasnya. Tentunya, tidak bisa dilepaskan dari “Rencana Induk Pelabuhan” (RIP) yang telah ditetapkan pemerintah.
RIP daratan meliputi dermaga, gudang, lapangan penumpukan, terminal, fasilitas limbah, bunker, pemadam kebakaran, dll. Sementara perairan, meliputi alur pelayaran, area labuh, kolam pelabuhan, area olah gerak, perairan alih muat kapal, perairan pandu, dll. BUP memegang konsesi aset negara, maka BUP wajib membayar sewa dalam bentuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) kepada negara. Sebagai wajib pungut, BUP melakukan pemungutan kepada sektor swasta sebagai titipan PNBP.
Suasana di Pelabuhan Tanjung Priok yang dikelola PT Pelindo II, saat crane membongkar muat peti kemas dari kapal-kapal kargo. Foto: Wendiyanto Saputro/kumparan
Biaya logistik tinggi tercermin dalam harga barang yang terdistorsi lebih mahal dari harga barang yang sama. Diperlukan koordinasi berbagai pihak, mulai pemerintah, pelaku industri, unsur pengangkutan, dan masyarakat dalam menurunkan biaya logistik. Kerja sama sektor swasta melalui pemenuhan infrastruktur penunjang, guna menjawab kebutuhan kapal besar, merupakan salah satu bentuk sinergi.
ADVERTISEMENT
Pengiriman barang dalam jumlah besar akan lebih efisien menggunakan kapal besar, sehingga ongkos angkut barang dapat ditekan, yang bermuara pada efisiensi biaya logistik. Sinergi antar pengelola pelabuhan juga dapat mencegah perburuan rente, sehingga pembengkakan ongkos angkut barang dapat dikendalikan. Ketika sistem logistik nasional lebih efisien, dengan sendirinya akan menurunkan biaya logistik ke tingkat yang wajar.
Penurunan biaya logistik akan meningkatkan permintaan barang oleh konsumen, sehingga produsen terpacu meningkatkan produksi barang, secara tidak langsung mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Sehingga keberadaan BUP sebagai leading sector adalah mutlak, roda usaha sektor swasta berkembang. Akhirnya, harapan Pelabuhan Indonesia menuju world class port segera terwujud.