Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menganggap Ucapan Terima Kasih sebagai Kampungan
2 Juli 2024 7:10 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Antok Roed tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam keseharian, ucapan "terima kasih " adalah salah satu bentuk kesopanan paling mendasar. Sejak kecil, orang tua dan guru mengajarkan kita bahwa ini adalah bagian dari norma sosial. Namun, seiring berjalannya waktu dan perubahan budaya, ada fenomena di mana sebagian orang menganggap ungkapan "terima kasih" sebagai kampungan atau kuno. Mengapa hal ini terjadi dan apa dampaknya terhadap kehidupan sosial kita?
ADVERTISEMENT
Perubahan nilai dan budaya dalam masyarakat modern sering memengaruhi cara kita berkomunikasi dan berinteraksi. Di era digital dan media sosial saat ini, komunikasi menjadi semakin singkat dan informal. Banyak orang lebih sering menggunakan pesan singkat atau emoji untuk menyampaikan rasa terima kasih. Ungkapan "terima kasih" berganti menjadi "thanks," "thx," atau hanya emotikon tersenyum.
Tren ini terlihat sebagai bagian dari evolusi bahasa dan komunikasi yang beradaptasi dengan teknologi. Namun, sebagian orang, terutama generasi tua atau mereka yang menghargai tata krama tradisional, menganggap perubahan ini sebagai penurunan standar kesopanan. Mereka melihat penggunaan ungkapan formal seperti "terima kasih" sebagai bentuk penghormatan yang mulai pudar.
Stigma Sosial dan Persepsi "Kampungan"
Penggunaan istilah "kampungan" sebagai pengganti kalimat untuk menggambarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan standar elite. Dalam konteks ini, orang-orang yang beranggapan semacam itu, sebenarnya hanya ingin menunjukkan bahwa mereka bagian dari kelompok sosial progresif. Fenomena ini mencerminkan keinginan untuk mengidentifikasi diri dengan kelompok tertentu yang menganggap dirinya lebih maju atau berkelas.
ADVERTISEMENT
Stigma sosial terhadap ungkapan "terima kasih" sebagai sesuatu yang kampungan juga dapat muncul dari pandangan tertentu. Mereka menganggap bahwa sopan santun tradisional tidak relevan lagi dengan dunia yang serba cepat dan praktis. Orang menganggap, bahwa mengucapkan terima kasih dengan cara yang formal, sebagai buang-buang waktu atau usaha yang tidak penting.
Implikasi terhadap Kehidupan Sosial
Ketika ungkapan "terima kasih" sebagai kampungan, terdapat risiko bahwa nilai-nilai sopan santun dan penghargaan dalam interaksi sosial kian meredup. Ungkapan rasa terima kasih bukan hanya tentang kata-kata, tetapi juga tentang menunjukkan penghargaan dan rasa hormat terhadap orang lain. Ketika mengabaikan hal ini, hubungan sosial bisa menjadi lebih dingin dan kurang personal.
Di sisi lain, perubahan ini juga bisa tampak sebagai adaptasi terhadap konteks komunikasi yang baru. Dalam dunia yang semakin sibuk, terdapat kebutuhan untuk menyederhanakan cara berterima kasih tanpa mengurangi makna di baliknya. Selama esensi dari rasa terima kasih tetap ada, bentuk penyampaiannya bisa lebih fleksibel dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
ADVERTISEMENT
Menemukan Keseimbangan dalam Komunikasi
Untuk mencapai keseimbangan antara tradisi dan modernitas, masyarakat perlu lebih memahami dan menghargai konteks komunikasi. Salah satu cara melalui pengajaran generasi muda tentang pentingnya sopan santun, tanpa memaksa mereka untuk sepenuhnya mengikuti cara-cara lama. Misalnya, kita bisa mengajarkannya bahwa mengucapkan "terima kasih" adalah cara menunjukkan rasa hormat dan penghargaan. Meskipun, penyampaiannya bisa dengan cara yang lebih adaptif dengan zamannya.
Selain itu, penting juga untuk menghargai keberagaman tentang cara berterima kasih. Setiap generasi dan kelompok sosial memiliki cara berbeda dalam mengekspresikan rasa terima kasih. Hal ini, anggap saja sebagai kekayaan budaya, bukan sebagai penurunan nilai-nilai kesopanan.
Menghargai Perubahan dan Tradisi
Menghargai perubahan tidak berarti mengabaikan tradisi. Sebaliknya, kita bisa belajar dari cara-cara baru untuk memperkaya cara kita berterima kasih dalam mempererat hubungan sosial. Contohnya, dalam situasi formal atau dengan orang yang lebih tua, kita bisa tetap menggunakan ungkapan "terima kasih" secara penuh. Sementara itu, sebagai kewajaran berkomunikasi sehari-hari dengan teman sebaya atau di media sosial, menggunakan istilah singkat dan informal.
ADVERTISEMENT
Inti dari ucapan terima kasih adalah menunjukkan apresiasi dan rasa hormat. Oleh karena itu, penting untuk mengingat esensi ini dalam segala bentuk komunikasi. Terlepas dari cara penyampaiannya, yang terpenting adalah ketulusan dan niat baik di balik ucapan tersebut. Dengan demikian, kita bisa menjaga nilai-nilai kesopanan dan saling menghargai dalam interaksi sosial kita.
Kesimpulan
Ungkapan "terima kasih" adalah bagian integral dari budaya sopan santun yang bermulai sejak dini. Meskipun, terdapat perubahan dalam cara berkomunikasi, sehingga membuat ungkapan ini terkadang dianggap kampungan. Namun, terpenting bahwa esensi dari rasa terima kasih adalah penghargaan dan penghormatan.
Masyarakat perlu menemukan keseimbangan antara mengikuti perkembangan zaman dan mempertahankan nilai-nilai kesopanan yang mendasar. Pada akhirnya, bentuk komunikasi mungkin berubah, tetapi nilai-nilai yang mendasarinya harus tetap terjaga. Dalam menghadapi perubahan zaman, kita perlu bijak dalam menyikapi perubahan nilai dan budaya.
ADVERTISEMENT
Menganggap ucapan "terima kasih" sebagai kampungan adalah cerminan dari pergeseran nilai yang terjadi dalam masyarakat. Tetapi, melalui pemahaman yang tepat dan fleksibilitas dalam berkomunikasi, kita dapat menjaga esensi dari rasa terima kasih. Masyarakat yang mampu menghargai tradisi sekaligus beradaptasi dengan perubahan adalah masyarakat yang kuat dan kohesif.
Pada akhirnya, nilai-nilai kesopanan dan penghargaan harus tetap menjadi bagian integral dari interaksi sosial kita, apa pun bentuk penyampaiannya.