Refleksi dan Tantangan Kemerdekaan RI di Masa Pandemi

Wahyu Tri Wibowo
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
Konten dari Pengguna
19 Agustus 2021 17:04 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wahyu Tri Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Seorang pengunjung memberi hormat ke bendera Merah Putih yang  dipasang di Poetoek Suko, Trawas, Mojokerto, Jawa Timur, Minggu (16/8/2020). Foto: Zabur Karuru/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pengunjung memberi hormat ke bendera Merah Putih yang dipasang di Poetoek Suko, Trawas, Mojokerto, Jawa Timur, Minggu (16/8/2020). Foto: Zabur Karuru/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tak terasa waktu demi waktu sudah terlewati, masa silam telah menjadi sebuah kenangan. Namun euphoria terhadap peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia akan selalu dikenangan oleh seluruh rakyat Indonesia. Terlihat banyaknya bendera warna-warni, umbul-umbul dipasang dengan meriah dan bendera Sang Merah Putih tegak berdiri di sudut-sudut rumah. Dalam kemeriahan tersebut biasanya diisi juga dengan lomba-lomba untuk memperingati momentum semangat kemerdekaan Republik Indonesia. Namun hal ini sudah tak tampak lagi sejak beberapa tahun terakhir ini, karena dampak dari Pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Apalagi tahun ini bukanlah sebuah sukacita kemerdekaan yang kita sambut, rasa suka cita tersebut kali ini telah menjelma menjadi sebuah suasana keheningan, sekali lagi karena hari ini masih dalam masa pandemi COVID-19 yang tak kunjung usai. Akan tetapi, ini bukanlah akhir roda dari perjalanan, karena sebuah tantangan negeri ini telah menanti kita dan tentunya kita dapat merefleksikan semangat kemerdekaan ke-76 ini dengan perjuangan yang baru. Perjuangan bangsa ini belumlah usai dan para pejuang telah merelakan jiwa raga mereka untuk kita hari ini yang dapat menghirup udara kebebasan dari tangan para penjajah dan kita harus isi dengan siap menghadapi problematika yang ada.
Lawan Pandemi
Tantangan dimulai ketika hadirnya Pandemi Virus COVID-19, yang membuat kondisi baru ini harus segera diperjuangkan. Melawan Pandemi bak bagai sebuah peperangan masa silam, maka dari itu perlu taktik jitu untuk memenangkan. Namun kita harus sadari, serdadu yang menyerbu kita bukanlah penjajah lagi, akan tetapi sebuah virus yang mematikan bernama corona virus (COVID-19). Kita harus memegang teguh dengan semangat kemerdekaan untuk bersama-sama melawan pandemi COVID-19, segala upaya sesuai peran masing-masing perlu digalakkan, seperti sebagai pelajar kita harus membiasakan diri dengan sistem pembelajaran yang ada, sebagai masyarakat luas patuhi prokes (protokol kesehatan) yang ada, dan terus dukung program vaksinasi yang telah diprogramkan.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, hal yang sering kali kita terlewat adalah dalam memilah isu, berita, opini yang menyesatkan yang menambah keriuhan pandemi ini kita harus pandai dan lebih bijak untuk hal tersebut. Karena hal inilah yang nantinya akan menyulitkan kita dalam melawan pandemi ini. Menilik masalah pandemi perlu kompetensi khusus yaitu di bidang kesehatan, bukan secara merta mempercayai orang tokoh atau orang awam yang dapat menyampaikan berita-berita secara membabi buta yang selanjutnya malah menjadi blunder dan menyesatkan.
Dengan hal tersebut kita ikut serta mendukung peran dari tenaga kesehatan sebagai garda terdepan ataupun prajurit dalam melawan pandemi ini. Pemerintah juga haruslah memikirkan solusi konkret untuk melakukan percepatan dan pemulihan masa pandemi maupun pasca-pandemi. Jikalau semua mengerti soal peran masing-masing dan bersama memperjuangkan tantangan, pandemi ini sebuah keniscayaan, kita ada menuju kemenangan melawan pandemi ini.
Ilustrasi kaum millenial bermain sosial media. Foto: Shutter Stock
Generasi New Main
ADVERTISEMENT
Tantangan selanjutnya yang harus disiapkan adalah menyiapkan generasi bangsa yang unggul. Pondasi bangsa yang kuat terletak pada para penerus bangsa ini. Maka perlu disiapkan, ibarat pondasi yang kuat agar tak mudah runtuh ketika terkena terpaan angin. Namun, angin tersebut sudah nampak terlihat jelas di depan mata, ketika hadirnya zaman baru yang penuh kemuktahiran dengan sistem digitalisasi. Bak dua mata uang logam, memiliki dua sisi yang berbeda ketika membahas kehadiran digitalisasi, banyak keuntungan yang di dapat jika kita bijak dalam menggunakan, namun juga tak sedikit dampak negatif yang timbulkan. Salah satunya dampak negatif yang ditimbulkan oleh kehadiran media sosial. Dari berbagai penelitian maupun survei rata-rata mengatakan pengguna media sosial dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
ADVERTISEMENT
Hal ini membuat informasi yang ditimbulkan media sosial sangat masif dan efektif. Apalagi ketika masa-masa pandemi ini kita sangat ketergantungan dengan informasi secara online dari media sosial ini. Namun celakanya berbagai manfaat media tersebut juga terdapat dampak yang mengkhawatirkan bagi penerus bangsa ini. Informasi berupa cacian makian bak seperti sudah dijajankan sedemikian rupa di media sosial. Tanpa sadari kita sudah teracuni hasutan keburukan yang akan membelunggu kita. Terkadang edukasi sudah tak diindahkan lagi oleh pengguna media sosial pada saat ini.
Barang yang tabu berubah menjadi barang laris di sana, itulah yang terungkap ketika melihat realitas media sosial dalam kacamata dampak negatif yang ditimbulkan. Realitas pada hari ini terlihat anak muda gampang memakai cacian sebagai eksistensi pergaulan mereka di media. Mirisnya fakta dan kebenaran tak lagi yang utama, namun yang terkesan sensitif, erotis, yang akan mendapat perhatian lebih dan reward.
ADVERTISEMENT
Nilai etis dan kesopanan tidaklah penting dalam moralitas di zaman sekarang dan trendsetter menjadi kiblat para pengguna media sosial. Inilah wajah dampak negatif media sosial di negeri ini yang mayoritas besar pengguna adalah kaum milenial dan para penerus bangsa ini. Apalagi hegemoni dan kuasa media sosial berdampak pada media konvensional yang sejatinya mempunyai aturan yang ketat untuk menerbitkan suatu informasi. Itu dibuktikan dengan sajian-sajian berita di beberapa media yang mulai pada hari ini melakukan sistem Clickbait dan ini menjadi nomer unggulan mereka dalam meraih pembaca sebanyak-banyaknya.
Langkah tersebut karena satu alasan kuat yaitu sebuah adidaya dan berorientasi pada omzet "cuan" yang akan bisa menghidupi media tersebut. Kalau sudah demikian, kode Etik Jurnalistik pun sudah tak menjadi pagar hidup yang menjaga marwah media kini dan terkesan hanya sebagai formalitas belaka. Iya inilah opini yang bisa tergambar pada hari ini tantangan. Ke depan masihlah panjang kita harus bijak dalam menentukan dan memilih penyedia infomasi apa pun. Dalam pemaparan tersebut terungkap generasi sekarang mempunyai tantangan yang lebih kompleks dan baru. Demikian, maka perlulah upaya dan pendekatan baru untuk menyiapkan generasi yang unggul.
ADVERTISEMENT
Penulis : Wahyu Tri Wibowo
Penggiat Media & Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta