Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Ancaman Kesehatan dalam Ultra Processed Food (UPF) dari Persepsi UU Kesehatan
10 April 2025 14:53 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pada tahun 2021-2022), terjadi peningkatan konsumsi makanan ultra-proses secara signifikan di Indonesia, terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Disebutkan bahwa 40-50% kalori harian anak-anak dan remaja berasal dari makanan olahan dan ultra-proses. Sari dan Rachmawati (artikel "Bahaya Tersembunyi Makanan Ultra-Proses: Faktor Risiko Utama Gagal Ginjal di Indonesia: Scoping Review" tahun 2020) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia sering mengonsumsi makanan kemasan dan minuman bersoda yang kaya akan gula tambahan dan bahan aditif lainnya (Sumber: artikel "Bahaya Tersembunyi Makanan Ultra-Proses: Faktor Risiko Utama Gagal Ginjal di Indonesia: Scoping Review" tahun 2020). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018 menunjukkan bahwa konsumsi beberapa jenis UPF pada penduduk usia ≥15 tahun dengan frekuensi ≥1 kali/hari. UPF ini meliputi makanan mengandung penyedap rasa, mie instan/makanan instan/makanan instan lainnya, dan minuman berkarbonasi.
ADVERTISEMENT
Sebuah penelitian mengenai pola konsumsi makanan di Jakarta pada tahun 2014 menemukan bahwa makanan ultra-proses menyumbang 19,5% dari total berat makanan yang dikonsumsi. Dalam hal asupan nutrisi, UPF menyumbang: Energi (15,7%), Karbohidrat (16,7%), Protein (14,2%), Lemak (12,6%), Sodium (18,4%), Sukrosa (31,3%) (Sumber: "Processed and Ultraprocessed Food Consumption Pattern in the Jakarta Individual Food Consumption Survey 2014"). Penelitian pada anak sekolah usia 10-12 tahun di Surabaya menemukan adanya variasi dalam tingkat konsumsi UPF. (Sumber: "Association of Ultra-Processed Food Consumption and Body Mass Index for Age among Elementary Students in Surabaya 2020").
Ultra Processed Food (UPF) adalah kategori makanan yang berada pada tingkat pemrosesan tertinggi dalam sistem klasifikasi makanan NOVA. Sistem dikembangkan oleh Carlos Augusto Monteiro dan membagi makanan menjadi empat kelompok berdasarkan tingkat dan tujuan pemrosesannya, yaitu Makanan yang Tidak Diproses atau Diproses Minimal (Unprocessed or Minimally Processed Foods), Bahan-Bahan Kuliner Olahan (Processed Culinary Ingredients), Makanan Olahan (Processed Foods), dan Makanan Olahan Ultra (Ultra Processed Foods - UPF).
ADVERTISEMENT
Kelompok pertama adalah Makanan yang Tidak Diproses atau Diproses Minimal (Unprocessed or Minimally Processed Foods), termasuk buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, daging segar, ikan, telur, dan susu. Makanan ini telah mengalami proses minimal seperti pembersihan, pengeringan, penggilingan, pendinginan, atau pasteurisasi, tanpa penambahan bahan lain selain bahan alami itu sendiri. Kelompok kedua adalah Bahan-Bahan Kuliner Olahan (Processed Culinary Ingredients), adalah bahan-bahan yang diekstrak, dimurnikan, atau diproses dari makanan Kelompok Unprocessed or Minimally Processed Foods atau dari alam. Contohnya adalah minyak sayur, mentega, gula, garam, tepung, dan madu. Bahan-bahan ini biasanya digunakan dalam kombinasi dengan makanan Kelompok Unprocessed or Minimally Processed Foods untuk menyiapkan makanan.
Kelompok ketiga adalah Makanan Olahan (Processed Foods), dibuat dengan menambahkan bahan-bahan dari Kelompok Processed Culinary Ingredients (seperti garam, gula, minyak) ke makanan dari Kelompok Unprocessed or Minimally Processed Foods. Tujuannya adalah untuk mengawetkan makanan atau mengubah kualitas organoleptiknya. Contohnya adalah sayuran atau buah-buahan kalengan, ikan asin, keju, roti yang baru dipanggang, dan daging yang diawetkan. Kelompok keempat adalah Makanan Olahan Ultra (Ultra Processed Foods – UPF). UPF adalah formulasi industri yang biasanya terbuat dari lima atau lebih bahan. Bahan-bahan ini merupakan zat yang diekstraksi atau diturunkan dari makanan (seperti pati termodifikasi, lemak terhidrogenasi, isolat protein, gula invert), bersama dengan aditif yang dirancang untuk membuat produk lebih enak, menarik, dan tahan lama.
ADVERTISEMENT
Karakteristik utama UPF adalah, diproduksi di pabrik dengan proses industri, mengandung banyak bahan tambahan, kandungan bahan alami yang sedikit atau tidak ada, didesain sangat menarik dan praktis, dan pemasaran yang agresif. Contoh UPF di antaranya, minuman ringan bersoda dan berpemanis buatan, makanan ringan kemasan (keripik, snack manis, biskuit), sereal sarapan yang manis, permen dan cokelat batangan, roti dan kue produksi massal dengan banyak bahan tambahan, makanan siap saji beku (pizza instan, nugget ayam), mie instan dan sup instan, saus dan dressing kemasan dengan banyak bahan tambahan, daging olahan (sosis, nugget, hot dog), yogurt dengan tambahan perasa dan pemanis buatan.
Konsumsi berlebih Ultra Processed Food (UPF) berkaitan dengan berbagai dampak negatif terhadap kesehatan. Penelitian menunjukkan hubungan yang kuat antara konsumsi UPF yang berlebih dengan peningkatan risiko obesitas, kelebihan berat badan, dan peningkatan lingkar pinggang pada berbagai kelompok usia. UPF cenderung tinggi kalori, gula tambahan, lemak tidak sehat (terutama lemak trans dan lemak jenuh), dan garam. Kandungan serat dan nutrisi mikronya seringkali rendah. Selain itu, UPF dirancang agar sangat lezat dan memicu keinginan untuk makan berlebihan, serta dapat mengganggu mekanisme rasa kenyang alami tubuh. Studi menemukan bahwa konsumsi UPF yang berlebih secara signifikan meningkatkan risiko diabetes tipe 2. Kandungan gula tambahan yang tinggi dalam UPF dapat menyebabkan lonjakan gula darah dan resistensi insulin. Lemak tidak sehat dan kurangnya serat juga berkontribusi terhadap gangguan metabolisme glukosa.
ADVERTISEMENT
Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi UPF yang berlebih dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung, stroke, dan hipertensi. Kandungan garam yang tinggi dalam UPF dapat meningkatkan tekanan darah. Lemak tidak sehat dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL) dan trigliserida, yang merupakan faktor risiko penyakit jantung. Peradangan kronis yang dipicu oleh UPF juga dapat merusak pembuluh darah. Bukti menunjukkan bahwa konsumsi UPF yang berlebih dapat meningkatkan risiko beberapa jenis kanker, termasuk kanker payudara, kanker usus besar, dan kanker prostat. Beberapa mekanisme, termasuk peradangan kronis, obesitas (yang merupakan faktor risiko berbagai jenis kanker), dan adanya bahan tambahan makanan tertentu dalam UPF.
Penelitian terbaru menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi UPF yang berlebih dengan peningkatan risiko depresi, kecemasan, dan masalah kesehatan mental lainnya. Dampak UPF pada mikrobiota usus (gut microbiome), peradangan sistemik, dan kekurangan nutrisi penting yang berperan dalam fungsi otak. Rendahnya kandungan serat dan tingginya kandungan bahan tambahan dalam UPF dapat berdampak negatif pada kesehatan pencernaan. Beberapa studi menemukan bahwa konsumsi UPF yang berlebih dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian dini akibat berbagai penyebab.
ADVERTISEMENT
Meskipun Indonesia memiliki berbagai peraturan terkait keamanan pangan dan kesehatan, regulasi yang ada saat ini dinilai belum memadai untuk mengatasi masalah Ultra Processed Food (UPF) secara komprehensif. Regulasi pangan di Indonesia, termasuk yang ada sebelum UU Kesehatan 2023, cenderung fokus pada kandungan nutrisi makro (karbohidrat, protein, lemak) dan mikro (vitamin, mineral) serta keamanan pangan dari kontaminasi fisik, kimia, dan biologi. Belum ada definisi hukum yang jelas dan spesifik mengenai "Ultra Processed Food" berdasarkan kriteria pemrosesan industri dan bahan-bahan tambahan yang menjadi ciri khasnya. Tanpa definisi yang jelas, sulit untuk menerapkan regulasi yang ditargetkan secara khusus pada kategori makanan ini.
Peraturan yang ada lebih menekankan pada informasi nilai gizi (misalnya, melalui label nutrisi). Meskipun hal ini penting, informasi ini tidak cukup bagi konsumen untuk memahami tingkat pemrosesan suatu produk. Pemasaran dan promosi UPF, terutama yang ditujukan kepada anak-anak, seringkali sangat agresif dan menggunakan strategi yang menarik namun tidak selalu memberikan informasi yang sehat. Regulasi terkait iklan makanan dan minuman mungkin belum cukup kuat untuk membatasi pemasaran UPF yang tidak sehat, terutama di platform digital. Padahal, UU Kesehatan mengamanatkan upaya perlindungan kesehatan masyarakat, termasuk dari informasi dan promosi yang menyesatkan atau tidak sehat.
ADVERTISEMENT
UPF mengandung berbagai macam bahan tambahan makanan (aditif) seperti pewarna, perasa, pengemulsi, pengawet, dan pemanis buatan. Meskipun ada regulasi mengenai jenis dan batas penggunaan aditif yang diizinkan, belum ada pembatasan khusus atau pelarangan untuk jenis aditif tertentu yang secara ilmiah semakin dikaitkan dengan dampak negatif pada kesehatan, terutama dalam konteks konsumsi UPF yang tinggi. Padahal, UU Kesehatan menekankan pada keamanan dan mutu produk kesehatan, yang seharusnya mencakup bahan-bahan dalam makanan.
Seharusnya, diwujudkan regulasi yang spesifik dan efektif untuk mengatasi masalah Ultra Processed Food (UPF). Substansi dari regulasi ini meliputi: pelabelan yang jelas dan informatif tentang kandungan UPF; pembatasan pemasaran dan promosi UPF, terutama yang ditujukan kepada anak-anak; pajak untuk produk UPF tertentu yang dianggap sangat tidak sehat; subsidi untuk makanan segar dan sehat; standar nutrisi yang lebih ketat untuk produk makanan; dan kampanye edukasi publik tentang bahaya UPF.
ADVERTISEMENT
UPF bukan sekadar makanan instan, melainkan ancaman laten bagi kesehatan generasi kini dan nanti. Regulasi yang spesifik dan tegas merupakan keharusan untuk mencegah penyakit kronis yang dipicu oleh konsumsi UPF berlebihan.