Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Bahaya Tersembunyi Obat Bebas dan Urgensi Regulasi Kesehatan
20 April 2025 15:03 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebuah penelitian di Jepang pada tahun 2024 menganalisis lebih dari 14.000 obat bebas yang beredar di pasaran dan menemukan bahwa 8,7% obat bebas tersebut berpotensi menyebabkan dosis yang mematikan jika dikonsumsi secara berlebihan, 21,1% berpotensi menyebabkan dosis toksik. Obat-obatan untuk kulit, psikotropika, dan kesehatan masyarakat menjadi kategori dengan potensi dosis mematikan tertinggi. Di Amerika Serikat, obat bebas seperti acetaminophen dapat menyebabkan kerusakan hati serius jika dikonsumsi berlebihan. Overdosis acetaminophen dilaporkan menjadi salah satu penyebab utama gagal hati akut. Obat batuk dan pilek yang mengandung dextromethorphan (DXM) sering disalahgunakan, terutama di kalangan remaja, dan dapat menyebabkan berbagai efek samping serius, termasuk masalah pernapasan, kehilangan kesadaran, kejang, halusinasi, dan bahkan kematian pada dosis yang sangat tinggi.
ADVERTISEMENT
Obat bebas, atau sering juga disebut Over-The-Counter (OTC) merupakan golongan obat yang dijual bebas kepada masyarakat umum tanpa memerlukan resep dokter. Obat ini umumnya digunakan untuk mengatasi gejala penyakit ringan yang dapat dikenali dan diobati sendiri oleh masyarakat. Di Indonesia, obat bebas ditandai dengan logo lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam pada kemasannya. Obat bebas dirancang agar mudah diakses oleh masyarakat untuk penanganan awal keluhan kesehatan ringan.
Berbagai jenis obat bebas yang umum dikonsumsi oleh masyarakat, dapat dikategorikan berdasarkan kegunaannya. Obat bebas untuk pereda nyeri (analgesik) dan penurun demam (antipiretik) berupa parasetamol, ibuprofen, dan aspirin (asam asetilsalisilat). Obat bebas untuk flu dan batuk berupa dekongestan (misalnya, pseudoefedrin, fenilefrin), antihistamin (misalnya, loratadine, cetirizine, CTM/chlorpheniramine maleate), penekan batuk (antitusif) (misalnya, dekstrometorfan), dan kombinasi obat flu. Obat bebas untuk gangguan pencernaan berupa antasida (misalnya, aluminium hidroksida, magnesium hidroksida, kalsium karbonat), obat diare (misalnya, loperamide, attapulgite), dan laksatif (pencahar) ringan (misalnya, bisacodyl dalam dosis rendah). Obat bebas vitamin dan suplemen mineral berupa berbagai jenis multivitamin dan vitamin tunggal (seperti vitamin C, vitamin D, vitamin B kompleks), dan suplemen mineral (seperti zat besi, kalsium). Obat luar yang tergolong sebagai obat bebas, misalnya antiseptik dan disinfektan (misalnya, povidone-iodine, alkohol), perban dan plester, krim dan salep antijamur (misalnya, miconazole, clotrimazole), krim dan salep antialergi/Anti-gatal (misalnya, hidrokortison dosis rendah), obat gosok dan balsam.
ADVERTISEMENT
Salah satu risiko dari penggunaan obat bebas tanpa konsultasi dengan tenaga kesehatan dan tenaga medis (dokter, apoteker) adalah diagnosis mandiri yang keliru. Hal ini terjadi ketika seseorang mencoba mengidentifikasi sendiri penyakit atau kondisi kesehatannya berdasarkan gejala yang dirasakan, lalu memilih dan menggunakan obat bebas yang dianggap sesuai. Meskipun terkesan praktis, praktik ini menyimpan berbagai bahaya tersembunyi. Banyak penyakit memiliki gejala yang serupa, terutama pada tahap awal. Misalnya, demam bisa menjadi gejala infeksi virus biasa, tetapi juga bisa menjadi indikasi penyakit yang lebih serius seperti infeksi bakteri, demam berdarah, atau bahkan penyakit autoimun. Seseorang tanpa pengetahuan medis yang memadai akan kesulitan membedakannya. Gejala seperti demam tinggi, nyeri dada, sesak napas, sakit perut hebat, atau perdarahan abnormal adalah sinyal dari tubuh bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Mengonsumsi obat bebas untuk meredakan gejala ini tanpa mengetahui penyebabnya sama dengan mematikan alarm, padahal masalahnya masih ada dan mungkin semakin memburuk di balik layar.
ADVERTISEMENT
Meskipun obat bebas dirancang untuk penggunaan yang aman tanpa resep dokter, potensi bahaya tetap ada jika penggunaannya tidak tepat dan melebihi dosis yang dianjurkan. Ketidakpahaman terhadap dosis dan aturan pakai dapat berakibat fatal. Kemasan obat bebas mencantumkan informasi penting mengenai dosis yang dianjurkan berdasarkan usia dan kondisi, frekuensi penggunaan (berapa kali sehari), cara penggunaan (sebelum atau sesudah makan, dengan air atau tidak), dan durasi maksimal penggunaan. Informasi ini adalah panduan utama untuk penggunaan yang aman dan efektif.
Mengonsumsi obat bebas melebihi dosis yang tertera pada kemasan dengan harapan mendapatkan efek yang lebih cepat atau lebih kuat sangat berbahaya dan dapat menyebabkan overdosis. Obat bebas umumnya ditujukan untuk mengatasi gejala ringan dan bersifat sementara. Penggunaan obat bebas melebihi durasi yang dianjurkan pada kemasan tanpa konsultasi dokter dapat menutupi kondisi yang lebih serius atau menyebabkan efek samping jangka panjang. Misalnya, penggunaan dekongestan hidung semprot terlalu lama dapat menyebabkan rebound congestion (hidung tersumbat kembali menjadi lebih parah).
ADVERTISEMENT
Salah satu aspek yang seringkali diabaikan dalam penggunaan obat bebas adalah potensi terjadinya interaksi obat. Interaksi obat terjadi ketika dua atau lebih zat yang masuk ke dalam tubuh (baik obat bebas, obat resep, suplemen herbal, makanan, atau minuman) saling memengaruhi cara kerja masing-masing. Interaksi ini bisa meningkatkan atau menurunkan efektivitas salah satu atau kedua obat, atau bahkan menimbulkan efek samping yang berbahaya. Mengonsumsi beberapa jenis obat bebas sekaligus, meskipun untuk gejala yang berbeda, dapat meningkatkan risiko interaksi. Banyak obat bebas mengandung bahan aktif yang serupa atau bekerja pada sistem tubuh yang sama. Kombinasi yang tidak tepat dapat menyebabkan dosis berlebihan dari zat tertentu atau efek samping yang tidak terduga.
ADVERTISEMENT
Mengonsumsi ibuprofen atau naproxen bersamaan dengan aspirin dapat mengurangi efek perlindungan jantung dari aspirin dosis rendah. Kombinasi ini juga dapat meningkatkan risiko perdarahan lambung. Dekongestan dapat meningkatkan tekanan darah. Jika dikonsumsi bersamaan dengan obat penurun tekanan darah, efektivitas obat tekanan darah dapat berkurang, sehingga tekanan darah menjadi tidak terkontrol. Antihistamin generasi pertama memiliki efek sedatif (menyebabkan kantuk). Mengonsumsinya bersamaan dengan obat penenang atau alkohol dapat meningkatkan efek kantuk secara signifikan, mengganggu konsentrasi, dan meningkatkan risiko kecelakaan.
Meskipun obat bebas sering dianggap aman karena kemudahannya didapatkan tanpa resep dokter, penting untuk dipahami bahwa semua obat, termasuk obat bebas, memiliki potensi efek samping. Efek samping ini mungkin ringan dan sementara pada sebagian orang, tetapi pada kelompok tertentu atau dalam kondisi tertentu, efek samping obat bebas bisa menjadi lebih serius dan tidak terduga. Setiap obat, termasuk obat bebas, bekerja dengan memengaruhi proses kimiawi dalam tubuh. Efek yang diinginkan adalah mengatasi gejala atau penyakit, tetapi interaksi obat dengan sistem tubuh juga dapat menimbulkan efek lain yang tidak diinginkan, inilah yang disebut efek samping.
ADVERTISEMENT
Kesalahan dalam memberikan dosis obat bebas pada anak-anak sangat umum dan dapat menyebabkan efek samping serius akibat overdosis (seperti keracunan parasetamol atau efek samping antihistamin yang berlebihan). Lansia seringkali lebih sensitif terhadap efek obat karena perubahan fungsi organ (hati dan ginjal) yang melambat, sehingga obat lebih lama berada dalam tubuh dan efeknya lebih kuat. Banyak obat bebas dapat menembus plasenta dan memengaruhi perkembangan janin atau masuk ke dalam ASI dan memengaruhi bayi. Penggunaan obat bebas selama kehamilan dan menyusui harus sangat hati-hati dan sebaiknya atas rekomendasi dokter. Beberapa obat bebas yang dianggap aman untuk orang dewasa bisa berbahaya bagi janin atau bayi. Meskipun jarang, seseorang dapat memiliki alergi terhadap kandungan zat aktif atau bahan tambahan dalam obat bebas. Reaksi alergi bisa berupa ruam kulit, gatal-gatal, bengkak, hingga reaksi anafilaksis yang mengancam jiwa.
ADVERTISEMENT
Salah satu ancaman kesehatan global yang semakin meningkat adalah resistensi antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat, termasuk melalui akses obat bebas tanpa resep dokter, merupakan faktor utama yang mempercepat perkembangan resistensi bakteri. Antibiotik adalah obat yang dirancang untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Obat ini tidak efektif melawan infeksi virus (seperti flu, pilek, sebagian besar sakit tenggorokan).
Penggunaan antibiotik untuk infeksi virus adalah tindakan yang sia-sia dan justru berbahaya. Infeksi bakteri yang dulunya mudah diobati dengan antibiotik standar menjadi lebih sulit atau bahkan tidak mungkin diobati. Dokter harus menggunakan antibiotik lini kedua atau lini terakhir yang seringkali lebih mahal, memiliki lebih banyak efek samping, dan mungkin kurang efektif. Infeksi yang resisten terhadap antibiotik dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah, komplikasi yang lebih sering terjadi, dan masa penyembuhan yang lebih lama.
ADVERTISEMENT
Meskipun sebagian besar obat bebas tidak menimbulkan risiko ketergantungan atau penyalahgunaan yang signifikan, ada beberapa jenis obat bebas tertentu yang memiliki potensi untuk disalahgunakan dan bahkan menyebabkan ketergantungan fisik atau psikologis jika digunakan secara tidak tepat dan dalam dosis yang berlebihan. Kodein adalah opioid lemah yang memiliki efek menekan batuk dan juga dapat menimbulkan efek euforia dan relaksasi.
Penggunaan obat batuk sirup yang mengandung kodein dalam dosis tinggi atau frekuensi yang melebihi anjuran dapat menyebabkan ketergantungan fisik dan psikologis. Gejala putus obat (withdrawal) dapat timbul jika penggunaan dihentikan secara tiba-tiba setelah penggunaan jangka panjang atau dosis tinggi. Penyalahgunaan kodein juga dapat menyebabkan efek samping serius seperti gangguan pernapasan, konstipasi parah, dan penurunan kesadaran. Di beberapa negara, obat batuk berkodein sudah termasuk dalam golongan obat keras yang memerlukan resep dokter karena potensi penyalahgunaannya.
ADVERTISEMENT
Meskipun sudah ada regulasi terkait peredaran dan penjualan obat bebas, analisis menunjukkan bahwa efektivitasnya harus ditingkatkan dan terdapat beberapa celah yang perlu diperbaiki untuk melindungi kesehatan masyarakat secara lebih optimal. Regulasi saat ini lebih fokus pada aspek perizinan dan persyaratan penjualan, tetapi kurang detail dalam mengatur aspek lain seperti pembatasan jenis obat yang boleh dijual bebas secara luas, batasan jumlah pembelian, atau kewajiban apoteker/tenaga kesehatan di apotek untuk memberikan konseling yang lebih aktif terkait penggunaan obat bebas. Pengawasan terhadap penjualan obat bebas di berbagai tempat (tidak hanya apotek) tidak merata dan kurang intensif. Penjualan di warung kelontong atau minimarket, misalnya, tidak diawasi seketat di apotek, padahal potensi penyalahgunaan atau informasi yang tidak tepat dapat terjadi di mana saja.
ADVERTISEMENT
Mengingat potensi bahaya tersembunyi dari penggunaan obat bebas yang tidak tepat, diperlukan tindakan kebijakan yang lebih komprehensif dan tegas untuk melindungi kesehatan masyarakat. Implementasi desakan kebijakan di atas secara komprehensif dan terkoordinasi sangat penting untuk menciptakan regulasi kesehatan yang lebih ketat dan efektif terkait penggunaan obat bebas. Tujuannya adalah untuk menyeimbangkan kemudahan akses dengan perlindungan kesehatan masyarakat, memastikan bahwa obat bebas digunakan secara aman, tepat, dan bertanggung jawab, serta meminimalkan potensi bahaya tersembunyi yang dapat merugikan kesehatan individu dan masyarakat luas.