Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Konten dari Pengguna
“Brain Rot”: Skandal Kesehatan Otak dan Tantangan Regulasi
15 Desember 2024 12:52 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Brain rot" mengungkap dampak serius dari konsumsi konten digital yang berlebihan terhadap kesehatan otak. Melalui kolaborasi multisektor, regulasi yang tepat, dan peningkatan literasi digital, dapat dicegah "brain rot" dan dibangun masa depan digital yang lebih sehat."
ADVERTISEMENT
"Brain rot" adalah istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan penurunan kondisi mental atau intelektual seseorang akibat konsumsi berlebihan konten digital yang berkualitas rendah atau bersifat negatif. Istilah ini sering dihubungkan dengan efek negatif dari terlalu banyak menghabiskan waktu di media sosial, menonton video pendek, atau bermain game yang tidak merangsang otak. Salah satu referensi awal terhadap konsep "brain rot" ditemukan dalam buku karya Henry David Thoreau yang berjudul, "Walden" (1854). Thoreau mengkritik kebiasaan masyarakat yang lebih memilih hal-hal sederhana daripada pemikiran yang kompleks. Dalam "Walden", Thoreau tidak secara eksplisit menggunakan istilah "brain rot", tetapi esensi kritiknya relevan dengan konsep tersebut. Thoreau mengasingkan diri di tepi Walden Pond untuk menjalani hidup sederhana dan merenung. Melalui eksperimen hidupnya ini, ia mengkritik masyarakat pada masanya yang terlalu mengejar materialisme dan kesenangan instan, sehingga mengabaikan pengembangan diri dan pemikiran yang mendalam. Meskipun ditulis lebih dari 150 tahun yang lalu, pemikiran Thoreau dalam "Walden" masih relevan dengan tantangan yang dihadapi di era digital. Kritik Thoreau terhadap masyarakat konsumtif dan pentingnya pengembangan diri menjadi dasar yang kuat untuk memahami konsep "brain rot".
ADVERTISEMENT
Istilah "brain rot" mengalami kebangkitan kembali di era digital, seiring dengan meningkatnya konsumsi konten online. Dengan mudahnya orang mengakses informasi dan hiburan secara instan. Akibatnya, muncul kekhawatiran dampaknya terhadap kemampuan berpikir kritis dan mendalam. Pengakuan resmi dari Oxford University Press sebagai "Word of the Year 2024" semakin memperkuat relevansi istilah "brain rot" dalam percakapan publik.
Penyebab utama "brain rot" antara lain adalah terlalu banyak terpapar berita buruk, gosip, atau konten yang memicu emosi negatif; doomscrolling, yaitu kebiasaan terus-menerus menggulir layar mencari berita buruk atau konten yang tidak relevan; terlalu banyak mengonsumsi konten tanpa melakukan aktivitas yang merangsang otak seperti membaca, belajar, atau memecahkan masalah; dan penggunaan gadget sebelum tidur sehingga mengganggu kualitas tidur.
ADVERTISEMENT
Istilah "brain rot" menjadi perhatian global karena mencerminkan kekhawatiran yang semakin meningkat mengenai dampak negatif dari konsumsi konten digital yang berlebihan. Konsumsi konten negatif atau berlebihan dapat memicu emosi negatif yang berdampak buruk pada kesejahteraan mental. "Brain rot" dikaitkan dengan masalah kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan gangguan tidur. Banyak orang melaporkan kesulitan berkonsentrasi, menurunnya daya ingat, dan kesulitan dalam menyelesaikan tugas setelah menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar. Hal ini berdampak pada produktivitas dan kualitas hidup secara keseluruhan serta penurunan kemampuan berpikir kritis dan analitis. Kecenderungan untuk menghabiskan lebih banyak waktu di dunia maya juga dapat mengurangi interaksi sosial di dunia nyata. Hal ini dapat menyebabkan perasaan kesepian dan terisolasi. Selain dampak pada kesehatan mental, "brain rot" dapat berdampak pada kesehatan fisik seperti masalah mata, gangguan tidur, dan obesitas akibat gaya hidup yang kurang aktif.
ADVERTISEMENT
"Brain rot" menggambarkan dampak nyata dari konsumsi konten digital yang berlebihan dan tidak berkualitas terhadap kesehatan otak. Otak memiliki berbagai area yang bertanggung jawab atas fungsi kognitif seperti perhatian, memori, dan pemecahan masalah. "Brain rot" dapat menyebabkan penurunan kemampuan kognitif yang berdampak terhadap berbagai hal, di antaranya kesulitan berkonsentrasi, terutama untuk fokus pada satu tugas dalam waktu yang lama; kesulitan mengingat informasi baru atau mengingat kembali informasi yang sudah dipelajari, kemampuan belajar menurun, dimana proses belajar menjadi lebih lambat dan kurang efektif; sulit untuk berpikir secara kritis dan mencari solusi atas masalah; kreativitas menurun yang ditandai dengan sulitnya ide-ide baru untuk muncul dan sulit untuk berpikir "out of the box"; dan lebih mudah merasa bosan, lelah, atau tertekan. Paparan cahaya biru dari layar gadget sebelum tidur dapat mengganggu produksi melatonin, hormon yang mengatur siklus tidur. Hal ini menyebabkan kesulitan tidur dan kualitas tidur yang buruk, yang pada gilirannya memengaruhi fungsi kognitif. Konsumsi konten negatif atau membandingkan diri dengan orang lain di media sosial dapat memicu stres dan kecemasan yang berkepanjangan. Stres kronis dapat merusak sel-sel otak dan mengganggu fungsi kognitif.
ADVERTISEMENT
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan gadget berlebihan dapat mengubah struktur dan fungsi otak, terutama pada area yang terkait dengan perhatian, pengambilan keputusan, dan emosi. "Brain rot" dapat menyebabkan penurunan volume grey matter dan perubahan konektivitas otak. Grey matter adalah bagian otak yang bertanggung jawab atas fungsi kognitif seperti berpikir, mengingat, dan emosi. Studi menunjukkan bahwa penggunaan gadget berlebihan dapat menyebabkan penurunan volume grey matter di beberapa area otak. Selain itu, "brain rot" menyebabkan perubahan konektivitas otak. Otak terdiri dari miliaran sel saraf yang saling terhubung membentuk jaringan. Konsumsi konten digital yang berlebihan dapat mengubah pola konektivitas antara sel-sel saraf ini, terutama di area yang terkait dengan perhatian, motivasi, dan pengambilan keputusan. Otak dapat menjadi kecanduan terhadap rangsangan yang diberikan oleh media sosial, sehingga sulit untuk berhenti mengaksesnya. Hal ini dapat mengganggu kehidupan sehari-hari dan produktivitas.
ADVERTISEMENT
"Brain rot" jika dibiarkan terus-menerus, dapat memberikan dampak buruk terhadap berbagai aspek kehidupan. "Brain rot" dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk membangun dan mempertahankan hubungan sosial yang sehat serta menurunkan produktivitas.
"Brain rot" merupakan fenomena baru yang muncul seiring dengan perkembangan teknologi digital. Karena sifatnya yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek kehidupan maka perlu dirancang regulasi dengan hati-hati. Edukasi dan literasi digital merupakan fondasi penting dalam mengatasi masalah "brain rot". Dengan memberikan pemahaman yang baik mengenai teknologi dan cara penggunaannya yang sehat, maka individu dapat dibekali dengan kemampuan untuk memanfaatkan teknologi secara optimal dan menghindari dampak negatifnya. Edukasi membantu individu memahami risiko yang terkait dengan penggunaan gadget yang berlebihan dan konten digital yang tidak sehat. Edukasi juga dapat membantu membentuk kebiasaan digital yang sehat, seperti mengatur waktu penggunaan gadget, memilih konten yang berkualitas, dan menjaga keseimbangan antara dunia digital dan dunia nyata. Melalui literasi digital, individu diajarkan untuk berpikir kritis, mengevaluasi informasi, dan membedakan fakta dari fiksi.
ADVERTISEMENT
Regulasi konten digital adalah upaya untuk mengontrol jenis konten yang beredar di dunia maya. Tujuannya adalah untuk melindungi pengguna dari konten yang berbahaya, tidak sesuai, atau berpotensi merusak kesehatan mental. Regulasi dapat melindungi pengguna, terutama anak-anak dan remaja, dari konten yang tidak pantas seperti pornografi, kekerasan, atau ujaran kebencian. Regulasi dapat membantu mengurangi penyebaran informasi yang salah atau menyesatkan. Dengan adanya regulasi, platform digital akan lebih bertanggung jawab dan terdorong untuk menyediakan konten berkualitas dan bermanfaat. Platform digital, seperti media sosial, situs web, dan aplikasi, memainkan peran besar dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya, platform-platform ini juga berkontribusi pada masalah "brain rot" atau penurunan kemampuan kognitif akibat konsumsi konten digital yang berlebihan dan tidak berkualitas. Oleh karena itu, platform digital memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengatasi masalah ini.
ADVERTISEMENT
Kolaborasi multisektor adalah kerja sama yang melibatkan berbagai pihak dengan melibatkan pemerintah, industri teknologi, lembaga pendidikan, organisasi kesehatan, dan masyarakat sipil. Masalah "brain rot" sangat kompleks dan melibatkan berbagai aspek kehidupan, sehingga tidak dapat diatasi oleh satu sektor saja. Hal ini dikarenakan setiap sektor memiliki sumber daya, keahlian, dan jaringan yang berbeda-beda. Dengan melibatkan berbagai perspektif, keputusan yang diambil akan lebih komprehensif dan efektif. Kolaborasi memungkinkan pemanfaatan sumber daya secara optimal.
Dalam era digital yang serba cepat, "brain rot" muncul sebagai tantangan baru bagi kesehatan masyarakat. Konsumsi konten digital dapat berdampak signifikan pada kesehatan otak. Regulasi harus dapat mewujudkan keseimbangan antara inovasi teknologi dan perlindungan pengguna. Solusi komprehensif membutuhkan pendekatan multidisiplin yang melibatkan pemerintah, industri, dan masyarakat."
ADVERTISEMENT