Konten dari Pengguna

Dapatkah Regulasi Mengatasi Ancaman Mikroplastik dalam Kantong Teh Celup?

wahyu andrianto
Aktivitas: Anggota Aktif World Association for Medical Law, Dosen Tetap FHUI, Konsultan Hukum Kesehatan
26 Desember 2024 14:36 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Mikroplastik dalam kantong teh celup adalah isu yang tak bisa diabaikan. Konsumen berhak atas informasi dan pilihan yang tepat. Industri dan pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan solusi yang aman dan berkelanjutan.”
ADVERTISEMENT
Teh celup mudah disiapkan. Cukup celupkan kantong teh ke dalam air panas, tunggu beberapa saat, dan teh siap dinikmati. Tidak perlu menyaring ampas teh seperti pada penyeduhan teh daun tradisional. Kantong teh mudah dibawa kemana-mana, sehingga ideal untuk bepergian, di kantor, atau saat beraktivitas di luar rumah. Setiap kantong teh berisi takaran teh yang sama, sehingga menghasilkan rasa yang konsisten setiap kali diseduh. Penggunaan kantong teh mengurangi risiko tumpahan dan berantakan dibandingkan dengan menyeduh teh daun. Kepraktisan ini menjadikan teh celup sebagai pilihan yang populer. Popularitas teh celup menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam penggunaannya.
Mikroplastik adalah partikel plastik dengan ukuran sangat kecil, umumnya berukuran kurang dari 5 milimeter (mm). Ukuran ini membuatnya sulit dilihat dengan mata telanjang dan dapat mencemari berbagai lingkungan. Mikroplastik dapat berasal dari berbagai sumber, yang dapat dikelompokkan menjadi dua kategori utama, yaitu mikroplastik primer dan mikroplastik sekunder. Mikroplastik primer diproduksi secara sengaja dalam ukuran mikro untuk tujuan tertentu misalnya, mikrobeads (butiran plastik kecil yang digunakan dalam produk perawatan pribadi seperti sabun cuci muka, pasta gigi, dan scrub), serat mikro (serat sintetis yang terlepas dari pakaian, tekstil, dan jaring ikan), dan resin industri (serpihan plastik yang digunakan dalam proses manufaktur). Mikroplastik sekunder terbentuk dari degradasi atau fragmentasi plastik yang lebih besar menjadi potongan-potongan kecil akibat proses fisik, kimia, dan biologis, misalnya, pecahan botol plastik, kantong plastik, dan kemasan lainnya serta serpihan ban kendaraan.
ADVERTISEMENT
Penelitian tentang dampak mikroplastik bagi kesehatan manusia masih berlangsung. Partikel mikroplastik yang masuk ke dalam tubuh dan terakumulasi di jaringan dapat memicu reaksi peradangan. Jika berlangsung lama, peradangan ini menyebabkan kerusakan jaringan dan organ. Misalnya, mikroplastik yang terhirup dapat mengiritasi paru-paru dan saluran pernapasan, memicu masalah pernapasan seperti asma atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Beberapa jenis mikroplastik mengandung bahan kimia tambahan seperti Bisphenol A (BPA) dan phthalates diketahui bersifat karsinogenik atau berpotensi menyebabkan kanker. Paparan jangka panjang terhadap bahan kimia ini melalui mikroplastik meningkatkan risiko perkembangan kanker. Bahan kimia yang terkandung dalam mikroplastik, seperti BPA, mengganggu sistem endokrin, yaitu sistem yang mengatur hormon dalam tubuh. Gangguan pada sistem endokrin menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk gangguan reproduksi, perkembangan, dan metabolisme. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mikroplastik memengaruhi sistem kekebalan tubuh, berpotensi menyebabkan stres oksidatif dan perubahan DNA. Hal ini melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan penyakit. Mikroplastik yang tertelan, mengiritasi saluran pencernaan dan menyebabkan masalah pencernaan seperti pembengkakan usus. Mikroplastik yang terhirup, terakumulasi di paru-paru dan saluran pernapasan, menyebabkan gangguan pernapasan seperti sesak napas, batuk, dan mengi.
ADVERTISEMENT
Kantong teh celup umumnya terbuat dari beberapa jenis bahan. Kertas dengan lapisan plastik (polietilen) adalah jenis yang umum untuk kantong teh celup. Kertas yang digunakan adalah jenis kraft yang diputihkan (meskipun saat ini industri kemasan pangan umumnya tidak lagi menggunakan klorin sebagai pemutih). Kertas ini kemudian dilapisi dengan plastik jenis polietilen (PE) yang berfungsi sebagai perekat panas agar kantong teh dapat disegel. Selain kertas dengan lapisan plastik, beberapa kantong teh celup terbuat sepenuhnya dari plastik, dengan beberapa jenis yang umum digunakan adalah nilon, Polietilen Tereftalat (PET), dan Asam Polilaktat (PLA). Ketiga jenis plastik ini berpotensi melepaskan mikroplastik ke dalam air panas. Jumlah mikroplastik yang dilepaskan dapat bervariasi tergantung pada jenis plastik, suhu air, dan lama perendaman.
ADVERTISEMENT
Pelepasan mikroplastik dari kantong teh celup terjadi melalui beberapa mekanisme, terutama terkait dengan degradasi dan fragmentasi bahan kantong teh akibat paparan air panas. Suhu tinggi air panas mempercepat degradasi polimer plastik dalam kantong teh. Proses ini menyebabkan ikatan antar molekul plastik melemah dan terputus, sehingga melepaskan partikel-partikel mikroplastik. Air panas juga menyebabkan hidrolisis, yaitu reaksi kimia antara air dan plastik yang memecah ikatan polimer dan menghasilkan partikel mikroplastik. Pergerakan dan gesekan kantong teh dalam air saat diseduh (misalnya saat diaduk atau diperas) menyebabkan fragmentasi mekanis, yaitu pemecahan fisik kantong teh menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, termasuk mikroplastik. Semakin lama kantong teh direndam dalam air panas, semakin banyak mikroplastik yang dilepaskan. Hal ini karena proses degradasi dan hidrolisis terus berlangsung selama perendaman.
ADVERTISEMENT
Penelitian yang sering dirujuk mengenai mikroplastik dalam teh celup adalah penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di McGill University di Montreal, Kanada, dan dipublikasikan di jurnal Environmental Science & Technology pada tahun 2019. Penelitian ini secara signifikan meningkatkan kesadaran publik tentang potensi paparan mikroplastik dari minuman sehari-hari. Penelitian ini menemukan bahwa satu kantong teh plastik (terbuat dari nilon atau PET) yang diseduh dalam air panas pada suhu sekitar 95°C (mendekati suhu air mendidih) melepaskan sekitar 11,6 miliar partikel mikroplastik dan sekitar 3,1 miliar partikel nanoplastik. Para peneliti membandingkan jumlah mikroplastik yang ditemukan dalam teh celup dengan jumlah yang ditemukan dalam makanan dan minuman lain, seperti air kemasan. Mereka menemukan bahwa jumlah mikroplastik dalam teh celup jauh lebih tinggi, bahkan ribuan kali lipat. Temuan ini penting karena menunjukkan bahwa teh celup, terutama yang menggunakan kantong plastik, menjadi sumber paparan mikroplastik yang signifikan bagi manusia.
ADVERTISEMENT
Indonesia mempunyai regulasi yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), terkait kemasan pangan. Peraturan yang mengatur tentang kemasan pangan di Indonesia adalah Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Salah satu poin penting dalam Peraturan BPOM No. 20 Tahun 2019 adalah pengaturan tentang batas migrasi zat berbahaya dari kemasan ke dalam pangan. Migrasi adalah perpindahan zat-zat kimia dari kemasan ke dalam makanan atau minuman yang dikemas. Misalnya, Bisphenol A (BPA), yaitu zat kimia yang digunakan dalam pembuatan plastik polikarbonat. Batas migrasi BPA diatur, misalnya untuk kemasan air minum dalam galon polikarbonat, batas migrasinya adalah 0,6 ppm (parts per million). Batas migrasi ini ditetapkan untuk memastikan bahwa jumlah zat kimia yang berpindah ke dalam pangan masih dalam batas aman dan tidak membahayakan kesehatan. Batas migrasi berbeda-beda untuk setiap jenis zat dan jenis pangan, tergantung pada potensi risiko dan karakteristik pangan. BPOM memiliki peran penting dalam pengawasan dan penegakan hukum terkait kemasan pangan, baik berupa pengawasan pre-market maupun pengawasan post-market. Pengawasan pre-market merupakan evaluasi keamanan kemasan pangan sebelum diedarkan di pasar. Sedangkan, pengawasan post-market merupakan pengambilan sampel dan pengujian kemasan pangan yang beredar di pasar untuk memastikan kesesuaian dengan peraturan. Penegakan hukum dilakukan terhadap pelaku usaha yang melanggar peraturan, antara lain dengan memberikan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, perintah penarikan produk dari peredaran, dan pembekuan atau pencabutan izin usaha.
ADVERTISEMENT
Beberapa negara telah menerapkan regulasi yang ketat terkait kemasan pangan dengan fokus pada keamanan dan perlindungan konsumen. Uni Eropa memiliki kerangka regulasi yang komprehensif tentang bahan dan artikel yang bersentuhan dengan makanan (Food Contact Materials/FCM). Regulasi utama adalah Regulation (EC) No 1935/2004, yang menetapkan persyaratan umum untuk semua FCM. Selain itu, terdapat regulasi spesifik untuk jenis bahan tertentu, seperti plastik (Regulation (EU) No 10/2011), dan zat-zat tertentu, seperti BPA. Prinsip utama dalam regulasi Uni Eropa adalah bahwa FCM tidak boleh melepaskan komponennya ke dalam makanan dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia atau menyebabkan perubahan yang tidak dapat diterima dalam komposisi makanan. Di Amerika Serikat, regulasi kemasan pangan diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) berdasarkan Federal Food, Drug, and Cosmetic Act (FD&C Act). FDA mengatur bahan yang bersentuhan dengan makanan sebagai "Food Contact Substances" dan memerlukan premarket approval untuk penggunaan baru. Produsen dapat mengajukan notifikasi kepada FDA untuk penggunaan FCS baru. FDA kemudian mengevaluasi keamanan bahan tersebut. Jepang memiliki regulasi yang ketat tentang kemasan pangan berdasarkan Food Sanitation Act. Jepang menetapkan standar spesifik untuk berbagai jenis bahan kemasan dan zat kimia yang digunakan dan menekankan pengujian serta sertifikasi kemasan pangan untuk memastikan keamanan.
ADVERTISEMENT
Peraturan BPOM No. 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan merupakan langkah maju yang penting dalam mengatur keamanan kemasan pangan. Namun, dalam konteks perlindungan terhadap bahaya mikroplastik secara spesifik, terdapat beberapa celah yang perlu diidentifikasi. Peraturan saat ini lebih fokus pada migrasi zat-zat kimia spesifik seperti BPA, phthalates, dan logam berat. Peraturan tersebut belum secara eksplisit mengatur tentang pelepasan dan dampak mikroplastik sebagai partikel fisik. Artinya, meskipun ada batasan untuk bahan kimia penyusun plastik, belum ada batasan atau metode pengujian standar untuk mengukur jumlah partikel mikroplastik yang lepas dari kemasan. Belum adanya definisi yang seragam dan metode pengujian standar yang diakui secara internasional untuk mengukur dan mengidentifikasi mikroplastik dalam pangan dan minuman, menyulitkan penerapan regulasi secara efektif. Regulasi yang lebih komprehensif diperlukan untuk mengatasi paparan mikroplastik dari berbagai sumber. Dari sisi masyarakat, edukasi dan kesadaran masyarakat tentang bahaya mikroplastik serta cara mengurangi paparan masih perlu ditingkatkan. Masyarakat perlu diberikan informasi yang akurat dan mudah dipahami tentang sumber-sumber paparan mikroplastik serta cara memilih produk yang lebih aman.
ADVERTISEMENT
Sumber foto: https://pixabay.com/id/photos/tee-cangkir-teh-kantong-teh-cangkir-1740871/