Dokter dan Iklan

wahyu andrianto
Aktivitas: Anggota Aktif World Association for Medical Law (WAML), Dosen Tetap Fakultas Hukum UI, Dosen Tidak Tetap beberapa Perguruan Tinggi Swasta, Pendiri dan Ketua Unit Riset Hukum Kesehatan Fakultas Hukum UI,
Konten dari Pengguna
5 April 2024 11:41 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dokter wanita. Foto: Photoroyalty/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dokter wanita. Foto: Photoroyalty/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dokter dilarang mengiklankan atau menjadi model iklan obat, alat kesehatan dan fasilitas kesehatan, kecuali iklan layanan masyarakat. Dokter dilarang mengiklankan tindakan praktik kedokterannya dalam rangka mempromosikan kepada pasien untuk menarik pasien agar tertarik dengan jasa tindakan praktik kedokteran yang ditawarkan oleh dokter tersebut. Ketentuan bagi dokter terkait dengan iklan, dapat ditinjau dari aspek hukum dan aspek etika kedokteran.
ADVERTISEMENT
Secara hukum, salah satu ketentuan yang dapat dijadikan rujukan adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1787/MENKES/PER/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan.
Larangan bagi dokter untuk mengiklankan atau menjadi model iklan yang bukan merupakan iklan layanan masyarakat dinyatakan secara tegas di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1787/MENKES/PER/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan Pasal 8 (1) yang menyatakan bahwa, ”Tenaga Kesehatan dilarang mengiklankan atau menjadi model iklan obat, alat kesehatan, perbekalan kesehatan, dan fasilitas pelayanan kesehatan kecuali dalam iklan layanan masyarakat.”
Iklan layanan masyarakat adalah iklan promosi kesehatan yang bertujuan untuk mengubah masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) atau mendukung program pemerintah dan tidak bersifat komersiil (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1787/MENKES/PER/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan Pasal 9 (1)).
ADVERTISEMENT
Tenaga kesehatan dalam ketentuan ini adalah meliputi juga dokter. Program pemerintah yang dimaksud oleh ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1787/MENKES/PER/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan Pasal 9 (1) antara lain adalah: program pengentasan masalah kesehatan yang bersifat permanen di daerah tertingal, daerah perbatasan, kepulauan terluar, dan daerah kurang diminati; program pemberantasan penyakit, program keluarga berencana, program promotif, preentif saintifikasi jamu, dan/atau program peduli kemanusiaan bencana. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1787/MENKES/PER/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan Pasal 9 (2)).
Iklan layanan masyarakat tidak boleh memperlihatkan merek dagang, alat kesehatan, perbekalan kesehatan, dan fasilitas pelayanan kesehatan. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1787/MENKES/PER/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan Pasal 9 (3)).
ADVERTISEMENT
Secara terperinci, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1787/MENKES/PER/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan Pasal 5 mengatur mengenai iklan dan/atau publikasi pelayanan kesehatan yang tidak diperbolehkan, yaitu:
a. Menyerang dan/atau pamer yang bercita rasa buruk seperti merendahkan kehormatan dan derajat profesi tenaga kesehatan;
b. Memberikan informasi atau pernyataan yang tidak benar, palsu, bersifat menipu dan menyesatkan;
c. Memuat informasi yang menyiratkan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan tersebut dapat memperoleh keuntungan dari pelayanan kesehatan yang tidak dapat dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan lainnya atau menciptakan pengharapan yang tidak tepat dari pelayanan kesehatan yang diberikan;
d. Membandingkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut dengan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, atau mencela mutu pelayanan kesehatan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya;
ADVERTISEMENT
e. Memuji diri secara berlebihan, termasuk pernyataan yang bersifat superlatif dan menyiratkan kata ”satu-satunya” atau yang bermakna sama mengenai keunggulan, keunikan atau kecanggihan sehingga cenderung bersifat menyesatkan;
f. Memublikasikan metode, obat, alat dan/atau teknologi pelayanan kesehatan baru non-konvensional yang belum diterima oleh masyarakat kedokteran dan/atau kesehatan karena manfaat dan kemanannya sesuai ketentuan masing-masing masih diragukan atau belum terbukti;
g. Mengiklankan pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang fasilitas pelayanan kesehatannya tidak berlokasi di negara Indonesia;
h. Mengiklankan pelayanan kesehatan yang dilakukan tenaga kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak memiliki izin;
i. Mengiklankan obat, makanan suplemen, atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar atau tidak memenuhi standar mutu dan keamanan;
ADVERTISEMENT
j. Mengiklankan susu formula dan zat adiktif;
k. Mengiklankan obat keras, psikotropika dan narkotika kecuali dalam majalah atau forum ilmiah kedokteran;
l. Memberi informasi kepada masyarakat dengan cara yang bersifat mendorong penggunaan jasa tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut;
m. Mengiklankan promosi penjualan dalam bentuk apa pun termasuk pemberian potongan harga (diskon), imbalan atas pelayanan kesehatan dan/atau menggunakan metode penjualan multi-level marketing;
n. Memberi testimoni dalam bentuk iklan atau publikasi di media massa; dan
o. Menggunakan gelar akademis dan/atau sebutan profesi di bidang kesehatan.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia membentuk Tim Penilaian dan Pengawasan Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan di lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk melakukan pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan peraturan ini. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1787/MENKES/PER/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan Pasal 11 (1)). Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat diberikan tindakan administratif yang berupa:
ADVERTISEMENT
a. Pencabutan surat izin operasional/surat izin praktik/surat izin kerja/surat izin profesi untuk sementara waktu paling lama 1 (satu) tahun; dan
b. Pencabutan surat izin operasional/surat izin praktik/surat izin kerja/surat izin profesi untuk selamanya.
(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1787/MENKES/PER/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan Pasal 14 (4)).
Selain tindakan administratif tersebut, tenaga kesehatan (termasuk dokter) dapat dikenakan sanksi yang ditetapkan oleh Majelis Kehormatan Etik Profesi, Majelis Disiplin Profesi, dan/atau Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit Indonesia. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1787/MENKES/PER/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan Pasal 14 (5)).
Secara etika, ketentuan yang dapat dijadikan rujukan adalah Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik Kedokteran Indonesia Pasal 4 mengatur mengenai ”Memuji diri”, dimana Setiap dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
ADVERTISEMENT
Setiap dokter wajib mempertahankan profesionalisme dalam menginformasikan kualitas kompetensi dan kewenangan diri ke sesama profesi kesehatan dan/atau publik. Wajib menjamin bahwa informasi yang dimaksudkan sesungguhnya adalah faktual dan wajib menghindari segala niat dan upaya untuk menunjukkan kehebatan diri melalui wahana/media publik seperti pertemuan ke khalayak, media massa, media elektronik dan media komunikasi berteknologi canggih lainnya.
Kode Etik Kedokteran Indonesia Pasal 4 (1)). Perbuatan yang dilarang karena bersifat memuji antara lain: Menggunakan gelar yang bukan menjadi haknya atau secara melawan hukum.
Mencantumkan gelar profesor atau gelar akademis atau sebutan keanggotaan profesi yang tidak berhubungan dengan pelayanan medis pada papan praktik, kertas resep, atribut praktik lainnya dan wahana/media publik.
Mengiklankan diri, sejawat, almamater atau fasilitas pelayanan kesehatannya yang bertentangan dengan ketentuan hukum/disiplin yang berlaku seperti: fakta tidak akurat, tidak adil, tidak berimbang, berpihak, beritikad buruk, palsu, menipu, menghasut dan menyesatkan, mencampuradukkan fakta dan opini pribadi, menonjolkan unsur kekerasan, mempertentangkan suku, agama, ras dan antar golongan, serta membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul.
ADVERTISEMENT
Mengiklankan kemampuan/kelebihan-kelebihan yang dimilikinya baik lisan maupun tulisan, dalam berbagai wahana/media publik dalam dan luar negeri yang mengandung pernyataan superlatif, menyiratkan pengertian “satu-satunya” atau maknanya sama tentang keunggulan, keunikan atau kecanggihan pelayanan yang cenderung menyesatkan, pamer yang berselera rendah/buruk yang menimbulkan kehinaan profesi, termasuk namun tidak terbatas melalui:
(a) Wawancara/siaran publik yang terencana/menulis karangan popular sendirian untuk mempromosikan/memperkenalkan ciri dan cara dirinya sebagai satu-satunya pusat perhatian dalam mengobati suatu penyakit, tanpa persetujuan tertulis Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pusat Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
(b) Tidak mencegah orang/pihak lain menyiarkan/menyebut-nyebut nama disertai foto diri dan hasil pengobatannya dalam wahana/media publik, apalagi yang bersifat permanen.
(c) Memberikan kesempatan langsung kepada orang awam menghadiri presentasi teknik baru pengobatan yang dilakukannya secara berlebihan, komersial dan/atau ajakan untuk mengunjungi/menggunakan jasa/produknya.
ADVERTISEMENT
(d) Membagi-bagikan selebaran, kartu-nama dan identitas lain yang berkesan komersial.
(e) Melakukan semua hal-hal yang tertera dalam larangan tata cara periklanan sebagaimana ketentuan yang berlaku. (Kode Etik Kedokteran Indonesia Pasal 4 (2)).
Pembinaan dan pengawasan terhadap Kode Etik Kedokteran Indonesia dilaksanakan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK). Sanksi bagi dokter yang terbukti telah melakukan pelanggaran Kode Etik Kedokteran Indonesia dapat bersifat: murni Pembinaan; Penginsafan tanpa pemberhentian keanggotaan; Penginsafan dengan pemberhentian keanggotaan; pemberhentian keanggotaan tetap (Pasal 29 Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia). Sedangkan rehabilitatif, wujudnya adalah pemulihan hak-hak profesi bagi dokter yang tidak terbukti melakukan pelanggaran etika atau bagi dokter yang telah selesai menjalani sanksi etika (Pasal 31 Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia).
ADVERTISEMENT